KARANGASEM, KOMPAS.com - Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika mengatakan, aktivitas magma di dapur magma Gunung Agung terus mencari celah untuk membentuk pipa magma. Saat ini kondisi Gunung Agung masih berada dalam fase kritis. Hal ini ditandai dengan munculnya asap solfatara dan rekahan.
"Magma terus mencari celah yang lemah untuk menerobos ke permukaan dan membentuk pipa magma," kata Suantika, Minggu (1/10/2017).
Gunung Agung memang memiliki karakter berbeda dengan gunung api lain misalnya Gunung Kelud. Untuk Gunung Kelud pipa magma telah terbentuk karena sering mengalami erupsi. Sedangkan Gunung Agung memgalami letusan terakhir pada 1963 silam. Karena itu diperlukan energi besar untuk membentuk pipa magma.
Berdasarkan pantauan, terdapat kecederung penurunan intensitas gempa di Gunung Agung. Tetapi kondisi ini tidak lantas membuat PVMBG menurunkan status. Gunung Agung dinilai masih berada dalam kondisi kritis. Turunnya intensitas juga bisa disebabkan kepadatan material penutup makin kecil.
Baca juga: Nengah Guna dan Kisah Pengamatan Gunung Agung Sejak Letusan 1963
"Biasanya di teknik material kalau magma terus menekan material maka pada saat tertentu material pecah menjadi kecil-kecil. Kepadatan makin kurang menyebabkan terbukanya pipa magma," kata Suantika.
Indikasi terbentuknya pipa magma ini juga dapat terlihat dari indikator deformasi atau penggelembungan gunung yang terus terjadi dan terlihatnya asap solfatara.
Menurut Suantika, Gunung Agung mengalami tren penggelembungan semakin naik dari hari ke hari walau dalam skala mikro meter. "Penggelembungan menunjukkan kecenderungan terus naik dalam mikro meter," kata Suantika.