Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomis dan Ekologis Bambu Trenggalek (2)

Kompas.com - 30/09/2017, 10:17 WIB
Achmad Faizal

Penulis

Dengan memiliki brand bersama, perajin diharapkan saling membantu untuk melayani pemesan produk tertentu. Sesama pemilik produk, mereka juga akan banyak berdiskusi bagaimana mengembangkan pemasaran, kualitas produk, dan pengembangan desain produk.

(Baca juga: Melihat Kerajinan Perak Koto Gadang yang Ada Sejak Zaman Belanda)

Emil menilai, communal branding sangat penting di era pasar terbuka Masyarakat Ekonomi ASEAN, untuk menghindari klaim sepihak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Konsep merek bersama ini, sambung Emil, sudah diterapkan pada produk batik Trenggalek yang memilih nama merek "Terang Galih". Terang Galih adalah kata asli nama Trenggalek, yang dalam bahasa Jawa berarti "Terang Ing Galih" atau terang terang di hati.

"Mereknya satu, Batik Terang Galih, tapi di setiap item produk ada nama sub perajinnya," ucapnya.

Konservasi Bambu

Di Trenggalek, bambu ternyata tidak hanya berfungsi sebagai bahan baku industri kerajinan tangan. Bambu juga memiliki fungsi ekologi sebagai tanaman penahan air untuk mencegah longsor dan banjir.

Kabupaten Trenggalek berlokasi di pantai selatan Jawa Timur yang memiliki kontur tanah perbukitan sehingga berpotensi longsor sepanjang tahunnya, khususnya saat musim hujan.

Memiliki luas 1.261,40 kilometer persegi, separuh lebih luas wilayah Trenggalek adalah hutan dan dataran tinggi. Dari 14 kecamatan yang ada, 7 di antaranya berada di dataran tinggi.

Pembicaraan awal mengenai konservasi bambu sudah dilakukan Pemkab Trenggalek awal tahun lalu bersama pihak Perum Perhutani yang memiliki separuh lebih hutan di Trenggalek, serta Dewan Bambu Nasional sebagai ahli soal tanaman bambu.

Bambu dinilai sangat cocok untuk di tanam sebagai tanaman konservasi di Trenggalek, karena menurut Koordinator Divisi Hulu, Dewan Bambu Nasional, Agung Setiawan, bambu memiliki akar serabut yang mampu mengikat struktur tanah agar tahan dari longsor.

Kata dia, teksoil, atau lapisan atas kontur tanah di Trenggalek hanya setebal 20-30 centimeter, di bawah teksoil banyak berisi batu pegunungan.

Sementara tanaman yang tumbuh di lahan yang kemiringannya sampai 35 derajat itu, banyak berakar tunggang yang tidak sampai masuk ke lapisan batu.

"Ini bahaya, karena saat tanah longsor, bukan hanya tanah yang akan jatuh, tapi juga batu," kata Agung.

Sementara bambu, menurut Agung, memiliki akar serabut yang bisa menembus celah lapisan batu dan mengikat kuat batu dan tanah. Bambu juga tanaman penahan air yang sangat bagus untuk menahan ketersediaan air di musim kemarau.

Kata Agung, banyak jenis bambu yang bisa ditanam sebagai jenis tanaman konservasi, mulai jenis Apus, Jawa, Wulung, Petung Hitam, hingga jenis Petung Wulung. Semuanya memiliki fungsi sama sebagai tanaman konservasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com