Salin Artikel

Ekonomis dan Ekologis Bambu Trenggalek (2)

Itu juga dilakukan kepada semua produk UKM Trenggalek untuk menjaga pasar dan meningkatkannya.

Dalam hal menjamin mutu produk UKM, Pemkab Trenggalek punya cara tersendiri, yakni dengan Gerakan Mutu Industri Cemerlang (Gemilang). Dengan menggandeng kurator profesional, gerakan ini mensertifikasi mutu produk UKM.

"Produk yang sudah sertifikasi, diberi tanda khusus seperti stiker yang menunjukkan bahwa produk itu layak dikonsumsi atau digunakan," kata Bupati Trenggalek, Emil Elistyanto Dardak, kepada Kompas.com akhir pekan lalu.

Masing-masing produk memiliki parameter tersendiri untuk disertifikasi. Kata suami artis peran Arumi Bachsin ini, produk kerajinan tentu tidak sama parameternya dengan produk makanan.

"Kalau makanan mungkin dilihat bagaimana proses pembuatan, pengemasan, hingga bahan bakunya," kata Emil.

Kurator, sambung dia, tidak hanya bertugas melakukan sertifikasi produk, namun juga bertugas membagi ilmu dan mendidik pelaku UKM di Laboratorium Kriya.

Banyak hal yang bisa dipelajari pelaku UKM di Laboratorium Kriya, dari skil produksi, pengemasan, manajemen keuangan, hingga pemasaran.

Kebiasaan umum, sambung dia, saat suatu produk laku di pasaran, produsennya mengurangi mutu dan timbangannya dengan alasan ingin memperoleh keuntungan lebih.

"Mereka tidak sadar, yang dilakukan itu justru merugikan produsen. Pelanggan perlahan pasti akan meninggalkan. Karena itu saya tidak ingin produk UKM Trenggalek ditinggalkan pembeli hanya karena persoalan mutu. Mutu harus dijaga," jelasnya.

Tidak berhenti pada penjaminan mutu, Pemkab Trenggalek juga bertanggung jawab dalam hal promosi dengan strategi merek bersama (communal branding).

Strategi ini didesain untuk membawa produk UKM Trenggalek bersaing dengan produk daerah lainnya di pasar dalam dan luar negeri.

"Selama ini, antar UKM saling menjatuhkan dalam pasar produk UKM di tingkat Trenggalek," kata Wakil Bupati Trenggalek, Muhamad Nur Arifin.

Selain itu, akan berat jika merek UKM yang notabene tidak memiliki banyak modal, bersaing dengan merek-merek produk sama yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar ternama.

"Karena itu merek-merek produk UKM harus disatukan menjadi brand besar dari Trenggelak," kata pejabat yang beratatus wakil bupati termuda se-Indonesia ini.

Dengan memiliki brand bersama, perajin diharapkan saling membantu untuk melayani pemesan produk tertentu. Sesama pemilik produk, mereka juga akan banyak berdiskusi bagaimana mengembangkan pemasaran, kualitas produk, dan pengembangan desain produk.

Emil menilai, communal branding sangat penting di era pasar terbuka Masyarakat Ekonomi ASEAN, untuk menghindari klaim sepihak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Konsep merek bersama ini, sambung Emil, sudah diterapkan pada produk batik Trenggalek yang memilih nama merek "Terang Galih". Terang Galih adalah kata asli nama Trenggalek, yang dalam bahasa Jawa berarti "Terang Ing Galih" atau terang terang di hati.

"Mereknya satu, Batik Terang Galih, tapi di setiap item produk ada nama sub perajinnya," ucapnya.

Konservasi Bambu

Di Trenggalek, bambu ternyata tidak hanya berfungsi sebagai bahan baku industri kerajinan tangan. Bambu juga memiliki fungsi ekologi sebagai tanaman penahan air untuk mencegah longsor dan banjir.

Kabupaten Trenggalek berlokasi di pantai selatan Jawa Timur yang memiliki kontur tanah perbukitan sehingga berpotensi longsor sepanjang tahunnya, khususnya saat musim hujan.

Memiliki luas 1.261,40 kilometer persegi, separuh lebih luas wilayah Trenggalek adalah hutan dan dataran tinggi. Dari 14 kecamatan yang ada, 7 di antaranya berada di dataran tinggi.

Pembicaraan awal mengenai konservasi bambu sudah dilakukan Pemkab Trenggalek awal tahun lalu bersama pihak Perum Perhutani yang memiliki separuh lebih hutan di Trenggalek, serta Dewan Bambu Nasional sebagai ahli soal tanaman bambu.

Bambu dinilai sangat cocok untuk di tanam sebagai tanaman konservasi di Trenggalek, karena menurut Koordinator Divisi Hulu, Dewan Bambu Nasional, Agung Setiawan, bambu memiliki akar serabut yang mampu mengikat struktur tanah agar tahan dari longsor.

Kata dia, teksoil, atau lapisan atas kontur tanah di Trenggalek hanya setebal 20-30 centimeter, di bawah teksoil banyak berisi batu pegunungan.

Sementara tanaman yang tumbuh di lahan yang kemiringannya sampai 35 derajat itu, banyak berakar tunggang yang tidak sampai masuk ke lapisan batu.

"Ini bahaya, karena saat tanah longsor, bukan hanya tanah yang akan jatuh, tapi juga batu," kata Agung.

Sementara bambu, menurut Agung, memiliki akar serabut yang bisa menembus celah lapisan batu dan mengikat kuat batu dan tanah. Bambu juga tanaman penahan air yang sangat bagus untuk menahan ketersediaan air di musim kemarau.

Kata Agung, banyak jenis bambu yang bisa ditanam sebagai jenis tanaman konservasi, mulai jenis Apus, Jawa, Wulung, Petung Hitam, hingga jenis Petung Wulung. Semuanya memiliki fungsi sama sebagai tanaman konservasi.

"Jika 1 hektare lahan ditanami bambu, ada jutaan kubik air yang tersimpan aman saat musim kemarau," jelasnya.

Ada manfaat lain dari bambu selain untuk tanaman konservasi penahan tanah kata Agung, yakni fungsi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

Kata dia, ada 1.500 turunan produk dari bambu, dari produk yang paling remeh seperti tusuk sate, hingga produk paling bernilai yang dapat dijual dengan harga jutaan rupiah.

"Karena itu, kami sangat merekomendasikan Kabupaten Trenggalek untuk segera melakukan konservasi bambu untuk kepentingan dan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Trenggalek," tegasnya.

Lebih jauh, bambu bahkan disebut bisa dimanfaatkan untuk sumber energi alternatif.

Menurut pakar energi terbarukan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Bambang Sudarmanta, seperti umumnya kayu dari tumbuhan lainnya, bambu mengandung karbon yang bisa diolah dan dikonversi menjadi sumber energi.

"Tapi masih perlu dilakukan riset seberapa besar kandungan karbon yang ada di dalam bambu, untuk menentukan besaran volume energi yang dihasilkan," katanya.

Masing-masing jenis kayu, sambung dia, memiliki kandungan karbon yang berbeda-beda tergantung kepadatan tekstur kayunya. Semakin padat tekstur kayu, semakin tinggi karbon yang dihasilkan.

"Karbon yang ada dalam kayu Randu jelas beda dengan kandungan karbon yang ada di kayu Jati," ucapnya.

Sejauh ini, dosen di Departemen Teknik Mesin ITS Surabaya ini mengembangkan riset mengubah berbagai jenis barang menjadi energi melalui proses gasifikasi. Seperti sampah, limbah pertanian, dan tempurung kelapa.

"Saat ini saya sedang kembangkan proses merubah sampah di Surabaya menjadi energi gas," terangnya.

Rencana konservasi bambu sebenarnya sudah dipikirkan oleh Pemkab Trenggalek untuk kepentingan ekologi maupun ekonomi.

Namun sebelum melakukan rencana tersebut, Pemkab Trenggalek menginginkan terbentuknya institusi khusus dari berbagai stakeholder yang khusus menangani masalah bambu.

"Jadi kesimpulan awal kami akan membentuk institusi yang mengatur mekanisme distribusi, profit sharing, pengawasan dan sebagainya sebelum melaksanakan konservasi," kata Wakil Bupati Trenggalek, Muhammad Nur Arifin. 

https://regional.kompas.com/read/2017/09/30/10170051/ekonomis-dan-ekologis-bambu-trenggalek-2-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke