Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Tahun, Mulut Riska Kerap Disumpal Kain karena Lumpuh dan Kejang

Kompas.com - 15/09/2017, 07:14 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

KOMPAS.com – Ariska Agustin (19 tahun) tidur tengkurap sambil kaki bersila di atas kasur kapuk tipis di sebuah ruang penghubung antara kamar tamu, dapur, dan kamar mandi.

Selagi tiduran, seluruh anggota badannya, baik tangan, kaki, hingga kepala, bergetar dan mengejang tak beraturan. Kadang getaran dan hentakannya keras, pelan, ada kalanya mereda walau cuma sejenak. 

Getaran dan kejang tersebut berlangsung sepanjang hari di seluruh tubuhnya tak terkecuali geraham bawahnya. 

“Karena itu mulutnya disumpal kain supaya tidak menggigit lidah dan mulut bagian dalam. Kadang kalau tergigit sampai berdarah-darah keluar dari mulutnya,” kata bibi Ariska, Chiecy Indah Nuraini atau Cici (33), Kamis (14/9/2017).

(Baca juga: Digigit Ular, Sudah Setahun Bocah Peraih Ranking Satu Ini Lumpuh)

Ibu dari lima anak ini mengatakan, kejang tak beraturan kali ini sudah memasuki hari keempat. Sepanjang kejang itu, Riska, panggilan dari Ariska, hanya bisa tengkurap sambil melipat kaki. Ini dilakukan untuk meminimalisir gerakan tak terkontrol.

Cici mengaku tidak tahu kapan Riska berhenti kejang. Yang pasti, Riska menunjukkan gejala pulih saat mulai bisa meluruskan kaki.

Tak berapa lama, Riska mulai berjalan kembali meski tidak seperti manusia normal. Riska hanya bisa jalan tertatih-tatih sambil berpegangan. Saat itulah, Riska dianggap kembali normal.

“Bukan berapa lama dia lumpuh. Tapi, berapa kali dia normal. Satu bulan bisa dua kali kembali normal, itupun kadang 4 hari kadang sampai 10 hari saja normal. Selebihnya kumat lumpuh begini,” tutur Cici sambil menyorongkan gelas berisi air kepada Riska.

“Dia bisa berbicara normal. Cuma kalau kumat dia sulit berbicara karena kadang menggigit. Makanya disumpal,” ucapnya.

Riska dan Cici tinggal di sebuah gang sempit di RT 23 Kelurahan Karang Jati, Kecamatan Balikpapan Tengah, Balikpapan, Kalimantan Timur. Rumah beratap seng itu sebenarnya cukup lebar. Terdiri satu kamar tamu, dua kamar, satu kamar mandi, dan dapur.

Semua ruangan terbangun dari kayu, baik itu lantai maupun dinding. Namun seiring usia, ruangan tersebut menjadi tua dan lapuk.

Karenanya, ketika memasuki rumah, siapapun harus berhati-hati. Sebab ada saja bagian kayu di lantai yang lentur akibat melunak karena lapuk. Derit kayu juga mengikuti tiap langkah siapapun yang berjalan.

“(Rumah) sudah ada sejak sebelum bapaknya Riska ini lahir,” kenang Cici.

(Baca juga: Syaraf Rusak, Triyono Lumpuh Sejak Bayi, Tubuhnya Menyusut dan Kaku)

Di rumah itu pula, Riska lahir. Tak lama setelah Riska dilahirkan kedua orangtuanya bercerai. Sejak saat itu, Riska dirawat oleh neneknya. Namun kemudian, Riska menyusul sang ibu, Sulistyowati ke Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara.

Lama tak ada kabar, enam tahun lalu, Sulistyowati memulangkan Riska pada neneknya. Kondisi Riska menyedihkan. Ia kembali dalam kondisi lumpuh sambil kejang-kejang.

Empat tahun kemudian, sang nenek wafat. Karena itu, perawatan Riska sepenuhnya ditangggung Cici termasuk rumah beserta isinya.  

Cici mengaku cukup berat menangani semua itu. Terlebih suaminya, Udin Ferdinan (52), tidak ada di rumah lantaran dipenjara. Udin jadi narapidana karena terlibat kasus narkotika.

Ia bertekad untuk tidak menyerah. Meski jatuh bangun menghidupi keluarganya, ia mengaku cukup kuat.  Apapun ia jalani, termasuk jualan nasi dengan penghasilan Rp 30.000 setiap hari.

Enam bulan lalu, Cici beralih jadi tukang cuci. Kerja keras itu menghasilkan Rp 120.000 per hari. “(Uang) itu untuk menghidupi semuanya,” ucapnya.

Sehari-hari, banyak tetangga yang membantu Riska. Warga sering memberi sumbangan secara patungan, tidak sedikit yang memberi sumbangan rutin. Pemerintah tingkat kelurahan juga sudah berulang kali datang menjenguk.

Namun ia berharap ada pihak yang membantu pengobatan Riska. Karena ia tidak pernah tahu penyebab Riska seperti ini.

Sementara itu, Barokah, Ketua RT 23 Karang Jati mengungkapkan, warga memberi perhatian cukup besar selama ini. Perhatian itu juga termasuk membawa Riska ke panti asuhan di awal 2017. Sayang, tiga hari kemudian, panti memutuskan memulangkan Riska.

“Pihak panti ketakutan ketika Riska kumat. Padahal kami menginginkan ada yang merawat lebih baik,” tutupnya.

Kompas TV Menghabiskan masa tua sebatang kara di rumah yang sudah tidak layak huni mungkin bukanlah impian setiap orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com