Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menderita Kanker, Lusia Hanya Bisa Tergolek di Rumah Tetangga

Kompas.com - 22/08/2017, 21:32 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI,KOMPAS.com - Lusia Yuswati (47) terlihat memejamkan mata dan menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat menahan rasa sakit. Tubuhnya kurus kering, sedangkan kedua kakinya mengecil dan sudah tidak bisa digerakkan.

Sesaat kemudian dia membuka mata dan tersenyum menyapa Kompas.com yang mengunjungi mantan buruh migran tersebut pada Selasa (22/8/2017). "Maaf kalau ngomongnya enggak jelas. Kankernya sudah menjalar ke syaraf mata dan ke sini," kata Lusia sambil menujukkan mulutnya.

Dengan suara perlahan, perempuan kelahiran Blitar 8 Juni 1969 tersebut bercerita, dirinya menderita kanker payudara sejak tahun 2004 lalu ketika bekerja menjadi buruh migran di Singapura.

Saat itu dokter sempat mengangkat benjolan di payudaranya sebelah kanan lalu dilanjutkan dengan kemotrapi. Setelah sehat, Lusia melanjutkan pekerjaannya di Singapura dan menjalin cinta dengan laki-laki asal Banyuwangi yang dia kenal dari seorang teman.

Selama menjalin cinta, mereka hanya berkomunikasi menggunakan telepon seluler (ponsel) dan media sosial. Lusia kemudian memutuskan pulang ke tanah air lalu menikah dengan lelaki pujaannya tersebut.

"Sebelum menikah saya bilang ke calon suami jika sakit kanker payudara dan enggak mungkin bisa memberikan keturunan karena efek dari kemotrapi. Dia bilang enggak apa-apa dan ia berjanji akan menerima saya apa adanya. Saya pulang dan kami menikah di Blitar tempat asal saya," kata Lusia.

Setelah menikah, mereka tinggal di Banyuwangi. Namun karena suaminya tidak bekerja dan tabungan hasil bekerja selama menjadi TKW menipis, Lusia kembali berangkat ke Singapura. Selama bekerja di luar negeri, sebagian besar gajinya dikirimkan ke suaminya di Banyuwangi.

Karena merasa gaji di Singapura kurang, dia kemudian pindah bekerja ke Hongkong dengan harapan mendapatkan gaji yang lebih banyak.

"Suami saya tidak punya pekerjaan yang tetap. Jadi kalau minta uang sekarang ya harus sekarang dikirim. Saya enggak berani menolak. Takut. Jadi semuanya saya kirim ke suami. Katanya dibuat modal usaha, dibuat bangun rumah tapi ternyata semuanya enggak ada yang jadi," katanya.

Baca juga: Bersama Gubernur Ganjar, Pasien Kanker Usus Menyanyi Jangan Menyerah

Pada tahun 2014, penyakit Lusia kembali kambuh dia ia memilih pulang ke Banyuwangi dengan harapan bisa berkumpul dengan suami yang dicintai. Namun keberuntungan tidak berpihak pada Lusia, kankernya menyebar ke tubuhnya dan mengakibatkan dia lumpuh.

Sementara suaminya tidak pernah memperhatikan Lusia dan mulai jarang pulang di rumah lantai dua yang mereka sewa di Desa Genteng Kulon Kecamatan Genteng.

"Suami saya jarang pulang dan saya di taruh di kamar lantai dua. Rasanya sepi. Tidak ada yang bisa saya lakukan. Sendirian. Lumpuh. Ada tetangga yang beberapa kali kesini untuk menjenguk saya," ucapnya.

Lusia sempat pulang ke Blitar beberapa bulan untuk berkumpul bersama ibu dan bapaknya, namun dia memilih kembali pulang ke Banyuwangi agar bisa bersama suaminya. Selain itu kondisi ibu kandung Lusia yang sudah tua masih harus merawat bapak Lusia dan nenek Lucia yang juga lumpuh dan sakit-sakitan.

Selain itu kondisi keluarganya yang tidak memungkinkan untuk merawat Lusia karena membutuhkan banyak biaya.

"Kasihan ibu saya. Jika dipaksakan disana bebannya bertambah. Ada tiga orang yang harus dirawat. Kami berasal dari keluarga yang miskin. Saya nggak apa-apa mengalah pulang ke Banyuwangi saja. Walaupun suami jarang pulang tapi saya masih ada harapan karena lebih dekat dengan suami," ungkapnya.

Kondisi kesehatan Lusia yang semakin menurun tidak membuat sikap suaminya berubah menjadi lebih perhatian. Selama 6 bulan terakhir, Lusia di rawat dan tinggal di rumah sederhana milik Katemi, tetangganya.

Awalnya, Katemi dibayar oleh suami Lusia Rp 1,5 juta per bulan untuk merawat dan mencukupi kebutuhan Lusia. Namun karena Lusia ditempatkan di lantai dua, dan Katemi kelelahan karena harus naik turun, dia kemudian meminta agar Lusia tinggal di rumahnya. Selain itu agar Lusia tidak kesepian jika ditinggal.

Selama lima bulan, Katemi rutin mendapatkan bayaran namun sejak sebulan terakhir, suami Lucia sudah tidak pernah datang ke rumah Katemi untuk menjenguk istrinya termasuk membayar Katemi.

"Saya tidak punya siapa-siapa lagi di Banyuwangi. Jika tidak ada Bu Katemi saya enggak tau bagaimana nasib saya. Beliau yang ngurus saya. Wira wiri kemana-mana termasuk ngurus pengobatan ke rumah sakit. Bu Katemi dan keluarganya menerima saya padahal saya bukan siapa-siapa mereka," kata Lusia sambil menahan air mata.

Dia semakin terpukul saat suaminya menceraikannya hanya melalu pesan di ponsel dan meyuruhnya mengambil surat cerai sendiri di pengadilan. Padahal sebelumnya tidak ada pemberitahuan terkait rencana perceraian. Namun dia sempat mendengar jika suaminya telah menikah lagi.

"Rasanya sakit hati saya. Saat masih sehat semua penghasilan untuk dia tapi sekarang saya dibuang seperti ini," kata Lusia sambil menangis dan mengusap air mata dengan ujung selimutnya.

Baca juga: Ambulans Dinkes Tak Datang, Pasien Kanker Diangkut Pakai Pikap ke RS

Sementara Katemi yang duduk di tepi ranjang berusaha menenangkan Lusia dan memijat kaki Lusia yang kurus kering. "Walaupun saya enggak dibayar, saya ikhlas buat ngerawat mbak Lusi. Ini demi kemanusian," ujarnya sambil tersenyum.

Perempuan yang rambutnya dipenuhi dengan uban itu bercerita ada peristiwa yang membuat dia sedih berkepanjangan yaitu ketika dia dan suaminya mengendarai sepeda motor ke Malang untuk mengurus pengobatan Lusia.

Setelah menempuh perjalanan hampir 8 jam dan mengantre sejak jam 5 pagi, dia diberi tahu petugas rumah sakit Syaiful Anwar jika kartu BPJS milik Lusia sudah tidak berlaku karena dicabut statusnya oleh suami Lusia. Padahal Lusia harus segera menjalani kemotrapi.

"Saat tahu BPJS mbak Lusi tidak berlaku lagi saya rasanya lemes dan langsung ke parkiran dan membangunkan suami saya yang masih tidur di atas sepeda motor. Langsung pulang ke Banyuwangi saat itu juga. Kok ya tega padahal kondisi mbak Lusi sudah kayak gini. Selain itu kenapa enggak ngomong padahal rumah yang disewa bertetangga dekat dengan saya," ucapnya.

Katemi bukan hanya sekedar menyiapkan makanan untuk Lusia, tapi juga memandikan dan membersihkan tubuh Lusia saat buang air besar dan buang air kecil. Dengan telaten, dia juga menggunting kuku Lusia yang panjang dan membantu Lusia untuk memiringkan tubuh jika Lusia merasa pegal karena tidur terlentang sepanjang waktu.

Dia melakukan hal tersebut dengan pelan dan hati-hati karena kondisi tulang Lusia sudah rapuh dan kondisi tulang paha sebelah kiri juga sudah patah.

Saat ini Lusia tinggal di kamar sederhana di rumah Bu Katemi. Untuk kesehatannya dipantau rutin oleh petugas dari puskesmas setempat termasuk juga penyediaan obat-obatan serta pampers yang digunakan Lusia. Sedangkan untuk BPJS Lusia sedang diurus oleh perangkat desa dengan meminta surat keterangan pindah dan akan dimasukkan kedalam KK Bu Katemi.

"Jika nama mbak Lusi sudah masuk ke kartu keluarga saya kan tenang. Nggak apa-apa karena yang penting dia bisa sehat lagi. Saya sering bilang enggak usah mikir macem-macem. Fokus sehat," kata dia.

Untuk kebutuhan sehari-hari, Katemi bekerja serabutan di pasar dan mengandalkan gaji pensiun suaminya.  Selain itu, dia juga masih harus memibayai kuliah anak bungsunya yang sudah masuk semester akhir.

"Di pasar banyak yang bisa dilakukan tapi sekarang enggak bisa lama-lama di pasar soalnya kasihan Mbak Lusi kalau ditinggal kelamaan. Kalau ngomong rejeki pasti ada jalan keluar. Gusti Allah tidak akan tidur. Itu yang selalu saya bilang ke mbak Lusi," pungkasnya. 

Baca juga: Buat Kerajinan, Rosani Berharap Bisa Biayai Pengobatan 3 Kanker yang Dideritanya

Kompas TV Buah dan Sayur Diperlukan Untuk Gizi Seimbang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com