Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perjuangan Siswa "Berburu" Wifi di Perbatasan

Kompas.com - 06/07/2017, 09:36 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com – Jaringan internet bagi pelajar saat ini sudah menjadi kebutuhan, dari mengunduh kebutuhan materi pelajaran sekolah, pelaksanaan ujian berbasis komputer, bahkan sekadar untuk membuka media sosial.

Namun bagi pelajar di wilayah perbatasan terpencil di Kecamatan Seimenggaris, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mendapatkan jaringan internet membutuhkan perjuangan.

Misbah, pelajar kelas 3 SMK Negeri Seimenggaris, misalnya. Dia harus berjalan lebih dari satu kilometer dari rumahnya untuk mendapatkan akses internet yang memadai. Sering kali pula dia harus bersabar saat tiba jaringan internet di kantor desa sedang lemot.

“Di sini jaringan wifi adanya cuma di kantor desa. Itu pun hanya buka saat jam kerja. Sementara kita pulang sekolah sudah sore, kantor desa sudah tutup,” ujarnya, Rabu (5/7/2017).

Berada di wilayah batas antar negara juga membuat sinyal telepon di Kecamatan Seimenggaris sering mengalami roaming karena kencangnya sinyal jaringan telepon Maxis dari Malaysia. Alih-alih bisa melakukan panggilan telepon, pulsa malah kerap habis tersedot hanya karena membayar biaya roaming internasional.

Camat Seimenggaris, Darwin, mengatakan, warganya harus mencari tempat-tempat yang memiliki sinyal jaringan telepon dari Indonesia yang lebih kencang.

“Sering roaming di sini seperti di Desa Kanduangan Sungai Ular. Kami buka telepon bisa-bisa pulsa telepon langsung habis. Banyak kawasan blankspot di sini,” ujarnya.

(Baca juga: Ada Wifi Gratis dan TV di Tiap Kursi, Bus Double Decker Jadi Angkutan Mudik Favorit)

Minimnya peralatan komputer maupun laptop SMK Negeri Seimenggaris juga membuat pelajaran komputer hanya diberikan secara teori kepada siswa. Hal tersebut tentu membuat pelajar komputer menjadi tidak menarik.

Merlyn, guru honor Bahasa Inggris di SMKN 1 Seimenggaris, bahkan menggambarkan, awalnya siswanya hanya bisa mengingat pelajaran menghidupkan dan mematikan laptop karena minimnya praktik pelajaran komputer.

“Tidak ada komputer di sekolah kami. Pelajaran komputer hanya dilaksanakan melalui teori saja enggak ada praktik. Buka sama shutdown saja yang mereka bisa,” ujarnya.

Namun, situasi berubah ketika guru dari program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T) datang dan membuat siswa di SMKN 1 Seimenggaris bisa melakukan praktik komputer.

Adalah Madona, salah satunya. Lulusan Bahasa Inggris dari IKIP PGRI Kota Madiun ini mengikuti program SM3T dan rela masuk ke pedalaman untuk menjadi guru komputer demi menularkan pengetahuan memanfaatkan teknologi komputer kepada para siswa SMKN 1 Seimenggaris.

Namun, minimnya prasarana komputer juga kerap membuat siswa tidak memahami fungsi laptop.

“Saya kebagian ngajar komputer tapi enggak ada laptop. Waktu kami ngajar, siswa ini bilang 'kami enggak ngerti, kami enggak pernah pegang laptop',” ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com