Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pemeriksa Rel Kereta Api, Jalan Kaki 16 Km Setiap Hari hingga Bisa Kuliahkan Anak ke ITS

Kompas.com - 27/05/2017, 08:00 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

MADIUN, KOMPAS.com - Bekerja sebagai pemeriksa jalur rel kereta api terlihat sepele. Namun di balik itu pemeriksa jalan kereta api memiliki peran vital untuk keamanan perjalanan kereta api setiap harinya.

Mengenakan rompi oranye dan bertopi, Madyani (53), petugas pemeriksa jalan kereta api PT KAI Daop 7 Madiun mengangkat besi berbentuk persegi empat dengan roda kecil di bagian kaki.

Pria ini kemudian meletakan besi persegi empat yang memiliki empat kaki dan empat roda kecil itu ke atas rel kereta di Stasiun Babadan, Desa Dimong, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun, Kamis (25/5/2017) pagi.

Tak hanya persegi empat besi, Madyani membawa dua kotak peralatan yang tergantung di sisi kanan dan kiri di tiang persegi empat besi itu. Isi kotak itu berupa lampu, kunci inggris, palu, tas ransel, sabit (arit), hingga senter.

Setelah besi persegi empat berada di atas rel, Madyani mendorong perlahan maju ke depan menuju ke Stasiun Madiun yang berjarak sekitar 8 kilometer. Tak sekedar berjalan, ayah tiga anak ini harus memastikan kondisi rel aman untuk dilintasi roda kereta api.

"Sudah empat tahun saya bekerja sebagai petugas penilik jalur (ppj). Untuk menilik jalur dilakukan dua kali dalam sehari pagi dan malam. Kalau dinas malam, setelah menilik jalur kereta api saya istirahat di kantor stasiun," kata Madyani, Kamis (25/5/2017).

(Baca juga: Kisah Sri yang Rela Menyerahkan Hatinya untuk Sang Anak)

Dia menjelaskan, giliran tugas malam hari, dia menyusur rel kereta api dari Stasiun Madiun mulai pukul 22.00 WIB dan tiba di Stasiun Babadan sekitar pukul 00.18 WIB. Keesokan harinya, lanjut Madyani, dia kembali berjalan dari stasiun Babadan mulai pukul 06.44 WIB, menuju Stasiun Madiun dan tiba sekitar pukul 08.42 WIB.

"Setiap hari pekerjaan saya seperti ini. Liburnya sekali dalam seminggu," ujar pria asli Kendal, Jawa Tengah, ini.

Warga Kelurahan Oro-oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, ini mengatakan, selama berjalan menyusuri rel kereta api dia harus teliti bila melihat terjadi kerusakan pada rel.

Bila mengetahui kerusakan rel, Madyani melaporkannya dengan handy talky (HT) yang ia kantongi di saku kemejanya.

Suami Eni Winarti ini juga harus menyingkirkan sesuatu benda seperti batu yang berada di rel kereta api. Madyani juga mengamati kondisi sekitar rel ketika melintasi jembatan. Dia sesekali mengencangkan balas rel mengunakan palu.

"Kalau ada kereta lewat saya angkat peralatan saya kemudian memasangnya lagi bila keretanya sudah lewat," ujar Madyani.

Selama menyusur rel kereta api, Madyani banyak menjumpai petani yang berada di sawah. Kendati terik sinar matahari mulai menyengat, Madyani yang akan pensiun tiga tahun lagi ini tetap semangat berjalan hingga tujuan tanpa istirahat.

Pasalnya, tugasnya sebagai penilik jalan kereta harus tepat waktu tiba di stasiun kereta.

Selama bertugas sebagai penilik jalan kereta api, Yani sering menemui batu yang sengaja diletakkan di atas rel oleh sejumlah anak-anak. Bila tidak disingkirkan batunya, bisa menjadi penyebab anjloknya roda gerbong kereta api.

"Kalau malam hari biasanya ada ular yang berada di lintasan kereta api. Tapi saya tidak takut karena sudah biasa dengan kondisi seperti itu," ungkap Madyani.

Bila musim penghujan tiba, Madyani juga tetap bekerja sesuai jadwal yang ditentukan. Mengenakan jas hujan ia tetap menyusuri jalur kereta api di wilayah tugasnya sepanjang delapan kilometer.

"Kalau musim hujan saya datang lebih awal untuk mengantisipasi terjadinya tanah longsor," ungkap Madyani.

Bisa kuliahkan anak

Bekerja sebagai penilik jalan kereta menjadi anugerah yang ia syukuri sepanjang meniti karir di PT KAI. Penghasilan yang kini diterimanya jauh lebih besar dibandingkan saat bekerja sebagai cleaning service di PT KAI.

"Sekarang saya bersyukur, berkat ketekunan dan kesabaran akhirnya saya diangkat menjadi pegawai tetap di PT KAI. Pendapatan saya sebulan sekitar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta," ujar Madyani.

Kondisi itu tentu jauh lebih besar bila dibandingkan dengan gajinya sebagai cleaning service pada saat usiannya 30 tahun. Saat itu ia sebulan hanya menerima gaji Rp 700.000.

"Sebelum menjadi penilik jalur, saya sempat bertugas sebagai penjaga perlintasan selama dua tahun," tandas Madyani.

Dari penghasilannya itu, Madyani menginginkan anaknya mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Hasilnya anaknya pertama, Alif Nur Hidayah (26) bisa lulus dari UIN Jogja. Sementara anaknya kedua, Muhammad Abid Hidayatullah (24), lulusan ITS Surabaya.

"Anak saya yang ketiga, Muhammad Amarullah Ridho (16) baru mau lulus SMA," ungkap Madyani.

Tugas vital

Sementara itu, Manajer Humas PT KAI Daop Tujuh Madiun, Supriyanto menuturkan, penilik jalur bertugas melakukan pemeriksaan, dan segera melaporkan apabila terjadi kerusakan.

"Tugas mereka sangat vital, untuk menjamin keselamatan perjalanan KA," kata Suprianto.

Menurut Suprianto, setiap harinya selama dua kali, pagi dan malam, penilik jalur memastikan jalur yang dilewati kereta api aman.

(Baca juga: Kisah Mukhlis Penyandang Disabilitas yang Kayuh Sepeda Puluhan Kilo Jual Telur Asin demi Orangtua)

Beberapa hal yang harus dicek penilik jalur ada tidaknya penambat atau balas yang lepas, dan tidak ada gangguan semisal rel retak atau terhalangi batu.

Masing-masing penilik jalur diwajibkan memeriksa jalur kereta api sepanjang delapan kilometer. Bila jarak antar stasiun melebihi dari delapan kilometer maka dibebankan bagi dua penilik jalur.

"Jumlah stasiun di wilayah Daop 7 sebanyak 35 unit dengan petugas penilik jalur sekitar 50-an orang," ungkap Supriyanto. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com