Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Fauzi dari Jual Jamu Sambil Bawa Buku hingga Bangun Rumah Baca

Kompas.com - 18/05/2017, 07:00 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

SIDOARJO, KOMPAS.com - Muhammad Fauzi berbicara serius dengan belasan orang yang duduk melingkar di teras halaman sebuah rumah di Desa Sukorejo Buduran Kabupaten Sidoarjo Minggu (7/5/2017).

Di belakangnya, ada tembok bertuliskan "Ayo Moco, "Membaca itu Penting" dan "Perpustakaan Taman Baca Masyarakat" serta "Taman Curhat Anak"". Beberapa anak juga terlihat sibuk mewarnai dan membaca buku di bagian dalam rumah.

Baju hitam yang dikenakan Fauzi pun di bagian punggung bertuliskan "Sak iki jamane moco", yang artinya sekarang jamannya membaca.

Kebetulan saat itu, Fauzi sedang menerima kunjungan rombongan dari Trenggalek yang berdiskusi terkait pendirian perpustakaan desa.

"Sering sekali saya menerima tamu untuk diskusi terkait literasi. Bukan hanya daerah Sidoarjo saja tapi banyak juga yang dari luar kota," kata lelaki kelahiran 7 Mei 1982 kepada Kompas.com, Minggu (7/4/2017)

Sehari-hari, Fauzi berprofesi sebagai penjual jamu keliling. Biasanya dia berangkat dari rumah sekitar jam 6 pagi dan mangkal di depan pabrik hingga jam 8 pagi. Setelah pekerja masuk, Fauzi kembali berkeliling untuk menjual jamunya.

Profesi sebagai penjual jamu dia lakoni sejak menikah dengan Imroatul Mufidah (30) pada tahun 2005. Namun bukan hanya sekedar menjual jamu, Fauzi juga membawa buku untuk dipinjamkan ke para pelanggannya.

"Maksimal mereka bisa pinjam buku sekitar dua minggu soalnya kalo pekerja pabrik kan mereka tidak banyak waktu membaca. Jadi waktu pinjamnya agak lama," kata lelaki lulusan Pondok Pesantren Bustanul Arifin Songgon Banyuwangi.

Ia mengaku tidak takut jika buku-buku yang dipinjamkan hilang dibawa pelanggan.

"Ada yang hilang tapi enggak banyak kok. Kan sudah niat untuk dipinjamkan biar pelanggan saya banyak yang baca dan suka baca," katanya sambil tertawa.

(Baca juga: Demi Anak-anak Desa, Ibu Ini Modifikasi Motor Roda 3 Jadi Perpustakaan Keliling)

Pada tahun 2008, ia dan istrinya sudah berniat untuk mendirikan rumah baca dengan modal 37 buku milik pribadi yang dia dapatkan selama mondok.

Untuk mencukupi kebutuhan buku di rumah bacanya, ia menganggarkan uang Rp 200.000 setiap dua minggu untuk membeli buku dan majalah bekas untuk rumah bacanya. Untuk rak buku, dia memanfaatkan kayu bekas bangunan yang dia buat sendiri bersama istri.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com