Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizky Widia Fatturahman, Dalang Remaja Asal Purbalingga

Kompas.com - 10/05/2017, 19:25 WIB
Iqbal Fahmi

Penulis

PURBALINGGA, KOMPAS.com - Pada suatu ketika terjadi peperangan yang membuat geger Wana (Hutan) Tunggulrana. Di hutan tersebut, Raja Trajutrisna Prabu Boma Narakasura atau Raden Suteja beradu kesaktian dengan ratu muda Pringgondani Raden Anom Gathotkaca.

Kedua raja saling klaim bahwa wilayah hutan yang subur tersebut merupakan daerah kekuasaannya. Alhasil, Prabu Kresna yang melihat hal itu berusaha melerai kedua raja digdaya yang sedang bertikai.

Dengan bijak, Prabu Kresna mendatangi sesepuh Hutan Tunggulrana, Resi Sumberkatong. Pertapa suci itu diperintahkan oleh Prabu Kresna untuk memimpin pemilihan penguasa baru oleh rakyat Tunggulrana melalui musyawarah mufakat yang demokratis.

Dari pemufakatan rakyat Tunggulrana, tanpa diduga Raden Gathutkaca terpilih sebagai pemimpin baru. Melihat dirinya kalah, Raden Suteja muntab (marah) dan meninggalkan perbincangan para sepuh di Hutan Tunggulrana.

Ksatria Trajutrisna itu menyimpan api dendam, dan berangkat mencari koalisi besar untuk mengudeta kepemimpinan Gathotkaca. “Dog... dog... dog... dog..., Bumi gonjang-ganjing, langit kelap-kelap,” seru Rizky Widia Fatturahman (16) di depan gawang kelir (layar pentas wayang), pada saat beraksi dalam festival dalang muda Provinsi Jawa Tengah di Gelanggang Olah Raga (GOR) Mahesa Jenar, Purbalingga, Rabu (10/5/2017).

Baca juga: Dari Atas Kursi Roda Herlin Bawa Wayang Kardus Mini Mendunia

Lewat cerita lakon “Topeng Perunggu” tersebut, dalang remaja asli Purbalingga tersebut membius para penonton. Sabetan demi sabetan wayang kulit dari tangan mungilnya menari-nari. Melemparkan siluet indah karakter setiap lakon yang tercitra dari sorot lampu blencong.

“Cerita ini sangat menarik, di mana ada kolaborasi tiga lakon menjadi satu rangkaian kisah. Yakni babat Tunggulrono, Gathotkaca Sungging, dan Rebut Kancing Senopati,” kata pemuda kelahiran 14 Juli 2000 tersebut.

Jiwa dalang yang sudah terpatri dalam diri Rizky sangat tampak dari laku kepribadiannya. Berbeda dengan remaja seusianya yang cenderung emosional, siswa kelas 11 SMAN 1 Purbalingga itu justru terlihat selalu tenang dan andap-ashor (rendah hati).

Rizky berkisah, ketertarikan kepada wayang muncul sejak dia berusia tiga tahun. Antusiasme Rizky turun dari kakek buyutnya yang semasa hidup sering menanggap dalang kondang lokal untuk pentas di halaman rumahnya.

“Sejak umur 3 tahun, saya sudah hobi bergadang dari jam 11 malam sampai jam 3 pagi nonton wayang di TV. Lucunya, waktu nonton TV, bapak selalu nyuruh saya pake beskap sama blangkon, pokoknya kostum dalang lengkap. Katanya biar lebih menjiwai,” tutur putra sulung dari pasangan Widodo Panca Putra dan Tri Diati tersebut.

Gayung bersambut, ketertarikan Rizky akan kesenian wayang mendapat tanggapan baik dari orangtuanya. Alhasil, semua kebutuhan Rizky untuk menunjang bakatnya pun dipenuhi.

Di rumahnya di RT 1 RW 1 Desa Mewek, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, b

Kontributor Purwokerto, M Iqbal Fahmi Rizky Widia Fatturahman.

erjejer rapi semua lakon wayang, lengkap dengan kelir mini yang biasa digunakannya berlatih.

“Satu tokoh yang selalu menginspirasi saya justru ada di Punakawan Bagong. Bagi saya, Bagong itu punya karakter paling jujur. Kalau ngomong blakasutha (blak-blakan). Cocok dengan karakter dasar wong mbanyumasan,” katanya.

Dengan segala totalitasnya, sederet prestasi pun berhasil dia sabet. Beberapa di antaranya, yakni juara 3 dalang anak Banjarnegara tahun 2012, pemenang nominasi gedog dan keprak terbaik dalang anak Purbalingga tahun 2012, dan juara 1 musik tradisional tingkat nasional bersama tim dari SMPN 1 Purbalingga.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com