Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Pakai Biogas Ini, Nasi Ketupat Matang Sempurna, Nasi Biasa 20 Menit”

Kompas.com - 06/05/2017, 11:46 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS.com – Ramilah lebih dulu memutar keran pipa yang terhubung pada kompor gas di dapurnya. Api berwarna biru menjilat pantat wajan ketika ibu rumah tangga ini menyalakan api pada tungku kompor. Tidak ada aroma seperti buah durian saat kompor gas dinyalakan atau aroma lain.

Minyak di wajan cepat sekali panas. Ramilah buru-buru menuang telur ayam ke minyak itu.

“Pakai biogas ini, nasi ketupat matang sempurna. Nasi biasa 20 menit. Hanya kerupuk yang tidak bisa mekar,” kata Ramilah tak lama usai telur mata sapi matang dan siap disajikan. 

Ramilah menunjuk pipa yang menjulur di dinding dapur, satunya mengarah ke luar rumah lewat ventilasi, lainnya bercabang dengan selang bening yang tertera petunjuk angka.

“Api menyala karena gas yang mengalir lewat pipa dari luar. Tekanan gas ditunjukkan ukuran di selang itu,” katanya.

Biogas yang dimanfaatkan dapur Ramilah merupakan hasil pengolahan kotoran sapi di belakang rumahnya di RT 5 Kelurahan Teluk Pamedas, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Baca juga: Kampung Penuh Kotoran Sapi yang Kini Jadi Sentra Biogas

Achmad Solihin, suami dari Ramilah, beserta  sejumlah peternak sapi lain membuat percontohan instalasi pengolah kotoran sapi jadi biogas sejak Maret 2014 lalu.

Instalasi pengolah itu berupa bak penampung, tabung pengumpul gas, keran kendali distribusi gas, kubah pembuangan akhir, jalur pipa ke kompor, kemudian lahan terbuka  menampung kelebihan kotoran untuk jadi kompos. Harapannya, gas bisa dimanfaatkan sendiri atau sesama peternak sapi. 

Sejak ada instalasi biogas ini, ritual Solihin berubah saban pagi. Sebagai perajin tahu, ia mampir ke pabrik mengambil ampas tahu, jualan tahu di pasar, dan pulang membawa ampas tahu untuk pakan sapi peliharaannya.

Usai memberi pakan, ia rutin menyorongkan segerobak kotoran sapi pada sebuah lubang penampung. Sesaat kemudian kotoran disiram sehingga mengalir terkumpul di bawah tabung pengumpul gas dalam tempo lama.

Mengendap di tabung itu, kotoran sapi itu menghasilkan gas yang kemudian mengalir ke rumah.

Sementara kelebihan kotoran mengalir ke doom safety tank, yang mendorong ampas lain mengalir ke luar lalu mengering. Ampas kotoran itu pun siap dijual jadi pupuk.

Biogas dari kotoran sapi itu tidak hanya mengalir ke rumah Ramilah. Gas ini juga mengalir ke dua rumah berikutnya. Paling jauh berada 300 meter dari lokasi penghasil gas ini. “Gas ini bisa dimanfaatkan dua rumah lain sampai 300 meter ke sana,” kata Solihin.

Dani J Instalasi pengelola biogas dari kotoran sapi rupanya menyedot dana tidak sedikit, namun memberi keuntungan banyak bagi warga.
Instalasi tersebut merupakan proyek percontohan produksi biogas. Warga pemilik sapi menjalin kerja sama dengan Total E&P Indonesie (Tepi) yang sudah lama beroperasi di Kecamatan Samboja mengelola gas sumur Bekapai dan Peciko di lautan.

Perusahaan migas itu  membantu pengadaan barang untuk pembangunan berupa material batu gunung, semen, pipa berkualitas, dan jasa pemborong. Nilainya sekitar Rp 50-an juta.

Asnawi Hatta, Ketua Kelompok Peternak Sapi Teluk Pamedas, menceritakan, awalnya warga merasa menjadi penonton saja di tengah kesibukan perusahaan itu  di sekitar desa mereka. Perusahaan kontraktor begitu banyak, alat berat dan alat kerja berseliweran di jalanan desa.

Warga yang hanya memiliki kemampuan berladang dan bertani, atau tidak memiliki keterampilan lebih, merasa tertinggal. 

Mereka pun melihat ada lahan kosong penuh semak belukar di samping terminal Tepi yang kemungkinan bisa dimanfaatkan untuk menggembalakan dan ternak sapi.

TEPI mengabulkan permintaan warga dan memberi bantuan 6 ekor sapi jenis sapi Boyolali di tahun 2011.

Asnawi mengatakan, kelompoknya memutuskan memanfaatkan sapi itu untuk dikembangbiakkan. Pengadaan sapi menjadi awal mula proyek biogas tersebut.

Kini, semak berubah jadi padang rumput yang lapang dan rapi. Dan setelah beberapa tahun, jumlah sapi bertambah seiring bantuan bergulir pemerintah 12 ekor sapi di 2012. Sapi bertambah hingga lebih dari 100 ekor dan sudah beranak enam kali. Semua terbagi di kelompok-kelompok tani Teluk Pamedas, di mana 1 kelompok paling banyak memelihara 15 ekor sapi.

Kelompok tani kemudian ingin memanfaatkan kotoran sapi yang berlimbah itu bukan hanya sebagai pupuk. Pada 2014, mereka pun membangun proyek percontohan memanfaatkan kotoran sapi  untuk biogas.

“Kita berharap tidak berhenti di sini. Setelah Total habis kontrak, ganti Pertamina, harapannya bisa terus bekerja sama,” kata Asnawi.

Sementara itu, Hidayatullah, Kepala Layanan CSR TEPI untuk Lingkungan, Infratruktur, dan Filantropi, mengatakan pengadaan sapi hingga pembuatan intalasi biogas ini bagian dari program ekonomi dan infrastruktur Tepi.

Dalam program itu terdapat pelatihan dan pembinaan kontraktor lokal, pembentukan dan pendampingan UKM, peningkatan kapasitas kelompok tani, perbaikan rumah Ibadah, drainase, akses transportasi darat, dan kewirausahaan. 

Usaha pengembangbiakan sapi dan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas merupakan salah satu dari kegiatan di bidang ekonomi ini. “Tepi membina 29 kelompok tani, 17 kelompok ternak, 13 kelompok pekebun karet, yang telah menerima program pembinaan,” kata Hidayatullah.

Baca juga: Ampas Tahu Disulap Jadi Nata de Soya hingga Pupuk Cair dan Biogas

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com