Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis Mati, Polisi Pelaku Mutilasi Anggota DPRD Ikut Tepuk Tangan

Kompas.com - 18/04/2017, 10:16 WIB

LAMPUNG, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung menjatuhkan vonis hukuman mati Brigadir Medi Andika, terdakwa pembunuh dan pemutilasi anggota DPRD Kota Bandarlampung M Pansor, Senin (17/4/2017).

Bersamaan dengan tepuk tangan istri Pansor, Umi Kalsum, dan para kerabat menyambut putusan itu, Medi juga terlihat tepuk tangan di kursi pesakitan.

Hakim menyatakan Medi terbukti melakukan tindak pembunuhan berencana terhadap Pansor dan melakukan mutilasi.

"Menjatuhkan hukuman pidana mati terhadap terdakwa," ujar Hakim Ketua Minanoer Rachman seperti dikutip dari Tribun Lampung.

Minanoer mengatakan, terdakwa terbukti dan meyakinkan telah membunuh korban secara terencana.

"Terdakwa di dalam mobil korban menembak bagian pangkal paha kanan lalu pelaku membawa jasad korban ke rumahnya untuk memutilasi koran dan kemudian memasukkan dalam kardus," kata dia.

"Setelah keputusan ini saya berharap tidak ada seorang pun yang mendekati terdakwa dan saya berharap untuk tetap tenang," tambahnya lagi.

(Baca selengkapnya: Polisi Terdakwa Kasus Mutilasi Anggota DPRD Divonis Hukuman Mati)

Sementara itu, dikutip dari Antara Lampung, Berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim menyatakan, Medi terbukti melakukan mutilasi setelah menembak korban di dalam mobil. Mutilasi dilakukan di rumah Medi di Perumahan Permatabiru, Sukarame, Kota Bandarlampung.

Usai melakukan aksinya, terdakwa disebut membawa potongan tubuh tersebut ke Martapura Oku Timur, Sumatera Selatan, dibantu temannya Tarmizi. Medi disebut berusaha menghilangkan jejak dengan membakar potongan tubuh korban dengan bensin lalu membuangnya ke sungai di bawah jembatan di daerah Martapura.

Majelis hakim menilai, keberatan kuasa hukum maupun terdakwa yang menyatakan bahwa Medi bukan pelaku utamanya, namun hanya selaku pembuang mayat korban tidaklah beralasan dan tidak didukung bukti-bukti yang ada.

Sedangkan pengakuan terdakwa yang menyebutkan istri korban terlibat dalam pembunuhan tersebut, menurut hakim tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan karena tidak ada bukti-bukti yang kuat.

Putusan ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Medi pada sidang, Rabu (29/3/2017), dengan tuntutan hukuman mati.

Dalam sidang tuntutan sebelumnya, terdakwa Medi dituntut dengan hukuman mati. Jaksa penuntut umum Agus Priambodo menilai, perbuatan Medi terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.

"Menuntut terdakwa dengan pidana mati," ujar Agus saat itu.

Agus mengatakan, tidak ada alasan pemaaf dan pembenar terhadap Medi selama dalam persidangan.

"Sepanjang persidangan tidak didapat hal yang dapat membebaskan terdakwa ataupun alasan pemaaf dan pembenar," kata Agus.

Agus mengatakan, hal yang memberatkan adalah perbuatan Medi meninggalkan rasa pedih di keluarga korban. Medi adalah anggota polisi dan berbelit-belit selama persidangan. Untuk hal yang meringankan, Agus mengatakan, tidak ada.

(Baca juga: Terdakwa Medi Beberkan Keterlibatan Istri Korban dalam Mutilasi Anggota DPRD)

Sementara itu, kuasa hukum Medi Andika Sopian Sitepu usai sidang saat ditanya awak media terkait vonis mati terhadap kliennya mengatakan jika pihaknya kecewa dengan putusan hakim, dan akan menyatakan banding.

"Kami musyawarah dulu dengan keluarga Medi. Tapi kesepakatan tadi akan mengajukan banding," ujarnya.

 

Kompas TV Polisi Pelaku Mutilasi Divonis Hukuman Mati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com