Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Penambang yang Lolos dari Maut Setelah 26 Jam Tertimbun

Kompas.com - 14/04/2017, 16:26 WIB

Tim Redaksi

 

Sebelum istirahat makan siang, tiba-tiba bola lampu listrik memberi kode, mati menyala. Bagi para penambang yang ada di dalam pantongan, kode itu memberi isyarat untuk segera naik ke atas.

"Kode itu bisa berarti di atas sedang hujan deras. Kami harus segera naik. Tapi kemarin, kodenya sangat cepat. Kami jadi khawatir dan segera cepat-cepat menuju pantongan pertama," kisah Karno.

Baca juga: Tiga Penambang Emas Tewas Tertimbun Longsor Saat Tidur di Kamp

Ketika mencapai majuan pertama, mereka panik. Ternyata pantongan masuk telah tertutup oleh longsoran. Ada dinding pantongan yang ambruk. Mereka tak bisa berbuat apa-apa kecuali menunggu bantuan dari atas.

Sekitar pukul 13.00 Wita, 13 penambang itu terjebak di dalam lubang.

Muksin, salah satu penambang yang membantu proses penyelamatan menuturkan, dia dan rekan-rekan lainnya mulai curiga saat Karno dan kawan-kawan tidak muncul ke permukaan ketika waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 Wita.

"Kami lalu mengecek kebawah. Ternyata bagian bawah pantongan telah tertutup. Dindingnya ambruk. Kami naik lalu melapor meminta bantuan," kta Muksin.

Upaya penyelamatan pun mulai dilakukan sejak mereka memastikan Karno dan rekannya terjebak reruntuhan dinding pantongan.

Berbagai pihak, termasuk Basarnas Manado, anggota TNI, polisi, dan para petambang lainnya berjibaku menyelamatkan para korban.

"Setelah terjebak, bola lampu listrik mati. Kami hanya mengandalkan senter kepala yang baterainya mulai habis. Suasana mulai gelap dan beberapa di antara kami panik," ujar Karno.

Beruntung pipa penyalur udara untuk pernafasan yang disambungkan ke blower di permukaan tidak ikut terputus. Lewat pipa itulah para korban mendapatkan sumber pernafasan. Walau demikian, ketiadaan sirkulasi udara membuat mereka kesulitan bernafas.

"Teman-teman di atas, mencoba memberikan kami makanan dan minuman dengan menjatuhkannya lewat pipa udara itu. Mereka juga mencoba berteriak lewat pipa dan kami membalasnya," kata Karno.

Regu penyelamat sempat kehilangan asa kala saat tahu, sebuah batu berukuran besar menutup di bawah pantongan. Batu yang ambruk dari dinding pantongan itu sulit disingkirkan dengan kondisi ruangan yang sangat sempit itu.

Menjelang tengah malam, komunikasi dari regu penyelamat dibawah pantongan sudah bisa dilakukan dengan para korban secara langsung.

Optimistis muncul saat mereka bisa menyentuh tangan para korban. Dipastikan semuanya masih hidup.

Berbagai cara pun dicari agar batu besar itu bisa disingkirkan. Memecah batu dengan cara memalu dihindari, karena dikhawatirkan bisa memicu reruntuhan lainnya. Sementara waktu terus berlalu, kegelisahan dan frustasi mulai dirasakan para korban.

"Ada di antara kami yang sudah sangat ketakutan dan frustasi. Padahal kami tidak bisa terlalu banyak bergerak dan berteriak. Khawatir dinding lainnya akan runtuh," sebut Karno.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com