Kemudian, pada tanggal 19 Februari 2017, Fidelis dipanggil menghadap ke kantor BNN. Fidelis pun memenuhi panggilan tersebut dengan mendatangi kantor BNN.
Pada saat dia sedang berada di Kantor BNN, sejumlah petugas kemudian mendatangi rumahnya dan melakukan penggerebekan.
"Jadi sebenarnya tidak ada niat dari Fidelis untuk menyalahgunakan atau menutup-nutupi apa yang dia lakukan, bahkan dia berniat baik," paparnya.
Jauh sebelum tes urine dilakukan, lanjut Theo, Fidelis juga sempat berkonsultasi dengan salah satu anggota kepolisian terkait apa yang sedang dilakukannya untuk mengobati istrinya.
Anggota polisi itu kemudian mengatakan bahwa Fidelis tidak boleh melakukannya karena melanggar hukum. Namun tidak juga ada solusi yang ia dapatkan untuk mengobati istrinya itu.
Tim pengacara juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Sanggau terkait dengan pelimpahan berkas yang kabarnya dikembalikan lagi ke BNN karena belum lengkap.
"Saat ini berkas dikembalikan kepada BNN karena belum lengkap, salah satunya terkait dengan riwayat atau rekam medis penyakit yang diderita almarhum Yeni Riawati," ujar Marcelina.
Terlepas dari pasal yang termuat dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menjerat Fidelis, sambung Marcelina, berdasarkan teori ada dua unsur tindak pidana, salah satunya adalah adanya niat jahat yang bisa dipertanggung jawabkan secara pidana.
"Tetapi dalam kasus ini, Fidelis ini kan upayanya untuk menyembuhkan istrinya sehingga, tindakan yang dilakukan Fidelis ini bisa dikategorikan tidak ada niat untuk menggunakan ganja ini selain pengobatan istrinya," kata Marcelina.
"Itu yang akan kita upayakan dalam pembelaan, supaya setidaknya majelis hakim nanti di persidangan bisa melihat dari sisi kemanusiaan, karena memang tidak ada niat untuk memperdagangkan atau memperjualbelikan ganja itu, dan kita harapkan putusannya bebas," sambung Marcelina. Lanjutkan ke halaman tiga