Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Gunung Merapi, Maju Kena Mundur Pun Kena

Kompas.com - 18/03/2017, 08:00 WIB

Menambah penghasilan

Sejak setahun terakhir ini, Pemkab Sleman melarang pemakaian ekskavator untuk penambangan pasir. Di samping upaya normalisasi Kali Gendol, penambangan dengan ekskavator bisa merusak lingkungan.

”Selain itu, saat produksi pasir sudah menipis seperti sekarang ini, hal itu justru hanya menguntungkan pengusaha,” kata Warso, sopir truk pasir asal Kudus, Jawa Tengah, yang sejak 2010 mencari pasir di Kali Gendol.

Kini, untuk menambah penghasilan, warga memelihara sapi perah. Hampir setiap keluarga memiliki sapi perah minimal dua ekor.

”Soal makanan ternak tidak sulit. Selain mencari di hutan Merapi, penduduk juga menanam rumput kolonjono di sela-sela pohon sengon sebagai investasi warga,” kata Bu Dargo (55), warga Dusun Srunen.

Mereka sadar bertempat tinggal di daerah terlarang. Namun, meninggalkan dusun berarti meninggalkan kesejahteraan. Ibaratnya, maju kena mundur pun kehilangan kehidupan.

Dusun Pager Jurang, yang terletak di bawah empat dusun teratas itu, memiliki cara hidup berbeda. Dusun ini kosong dari hunian karena semua warganya tinggal di hunian tetap bantuan pemerintah.

Namun, warga Dusun Pager Jurang cukup cerdas. Mereka berhasil memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan pohon sengon. Mereka menjual ratusan kubik pasir yang ada di lahan mereka untuk modal menanam sengon. Satu truk hingga ke tujuan Semarang dihargai hingga Rp 2 juta.

Setelah tujuh tahun ditanam, pohon sengon layak untuk dipanen. Harga per pohon sengon bisa mencapai Rp 2 juta, padahal minimal rata-rata warga memiliki minimal 50 pohon.

Hal itu membuka mata siapa pun bahwa erupsi gunung api ternyata juga berkah bagi warga. Namun, di balik berkah itu juga tersimpan potensi bahaya yang besar.

Mereka tinggal di daerah berbahaya. Meski mereka sadar letusan itu bisa terjadi setiap saat, bisa tahun depan, lima tahun lagi, atau puluhan tahun lagi, tetap saja mereka berada di daerah berbahaya.

Ibaratnya maju kena mundur pun kena. Oleh sebab itu, diperlukan sistem mitigasi bencana yang berkemakmuran. Tentunya tanpa meninggalkan kearifan lokal di seputar dusun itu. (Thomas Pudjo Widijanto)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2017, di halaman 1 dengan judul "Maju Kena Mundur Pun Kena".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com