Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderitaan Bayi Iftiyah akibat Terkena Virus Rubella

Kompas.com - 04/02/2017, 10:41 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Awal Februari kemarin, Iftiyah genap berusia tujuh bulan. Dia adalah gadis mungil yang ceria dan sehat, setidaknya tak pernah menunjukkan rasa sakit dengan tangisan akibat penyakit yang dideritanya.

Padahal, matanya harus dioperasi karena katarak. Telinganya tak mampu mendengar. Belum lagi beberapa selang tertanam di tubuhnya untuk membantu pernapasan.

Iftiyah adalah anak kedua pasangan suami istri Ratih dan Kesuma Ramadhan. Lahir di RS Bunda Thamrin Medan dengan berat 1,7 kilogram, bayi Iftiyah masuk kategori berat badan lahir rendah (BBLR). Akibatnya, tubuh mungilnya harus berada di ruang inkubator selama seminggu. Setelah itu, dia dibawa pulang dengan harapan tumbuh dengan berat badan normal seperti bayi lainnya.

"Awalnya kami melihat ada yang lain di matanya. Kami pun mendatangi RSUD dr Pirngadi. Setelah diperiksa, dokter menyatakan katarak kongenital dan harus dioperasi. Penglihatannya bisa diselamatkan tapi dengan menanamkan lensa," kata Ratih, Jumat (3/2/2017).

Sebelum operasi pengangkatan katarak, Iftiyah menjalani serangkaian pemeriksaan medis, antara lain cek darah, jantung dan rontgen paru-paru. Hasilnya, dokter menemukan ada kelainan lain.

Iftiyah terkena bronco pneumoni. Dokter spesialis jantung juga mencurigai ada virus toxo dan rubella yang menyerang Iftiyah sejak di dalam kandungan. Analisis dokter ini menunda pelaksanaan operasi katarak selama seminggu.

Tak sampai di situ, Iftiyah harus menjalani serangkaian tindakan medis karena suhu tubuhnya naik turun, bahkan sempat dirawat inap selama tiga hari akibat infeksi pada darahnya.

Dokter menyarankan Iftiyah dirujuk ke RSUP H Adam Malik untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait indikasi adanya virus toxo dan rubella yang menyerang beberapa organ tubuhnya.

Hari pertama di rumah sakit itu, dilakukanlah pengambilan sampel darah. Sambil menunggu hasil cek laboratorium, besoknya pemeriksaan dilanjutkan di ruang echo jantung.

"Hasilnya, ada kelainan di jantungnya. Ada lubang kecil di luar jantung, orang bilang jantung bocor. Besoknya lagi, hasil pemeriksaan THT, dokter bilang ada masalah pada telinga. Belum bisa memastikan bagian saraf mana yang terganggu, hanya kalau masih ada sisa pendengaran, akan menggunakan alat. Kalau tidak ada, harus operasi melalui pemasangan implant," kata Ratih dengan muka sedih.

Selasa, 27 Desember 2016 hasil lab pemeriksaan virus TORCH positif menyatakan anaknya terinfeksi virus rubella sejak dalam kandungan. Dokter menjelaskan, virus yang ada dalam darah itu saat ini sudah menjadi antibodi.

"Semuanya sudah aman, tinggal membenahi apa yang sudah dirusak rubella saja. Tapi anak kami butuh alat bantu dengar, BPJS hanya menanggung Rp 1 juta, sementara harganya sekitar Rp 20 juta lebih untuk dua unit. Kami masih cari alat bantu dengar dulu, biar bisa terapi sambil persiapan operasi jantungnya," ucap Ratih.

Ratih lalu membagikan kisah penderitaan anaknya di media sosial Facebook. Dia menceritakan awal kehamilannya hingga kelahiran Iftiyah. Tujuannnya agar para ibu mengambil pelajaran dan mendapat pengetahuan.

"Alhamdulillah banyak yang respons, rekan-rekan jurnalis pada datang, ibu dan bapak datang ke sini," ucapnya senang walau raut sedih tak mampu ditutupinya.

Ditengok istri gubernur

Pemberitaan tentang nasib Iftiyah mengundang empati Evi Diana Sitorus, istri Gubernur Sumatera Utara HT Erry Nuradi. Dia mendatangi kediaman Iftiyah di Jalan Sei Kapuas Nomor 9B, Medan.

Dengan mata berkaca-kaca, Evi menggendong dan memeluk Iftiyah. Dia yakin, tak mudah bagi Iftiyah dan kedua orangtuanya melewati hari-hari dengan sabar. Evi percaya bahwa pasti ada jalan terbaik untuk semua cobaan.

“Kami bantu pemasangan alat bantu dengar untuk Iftiyah, ini sedikit perhatian kami dari pemerintah untuk kesembuhannya. Mudah-mudahan diangkat penyakitnya oleh Allah, kelak jadi anak solehah,” kata Evi.

Ratih dan keluarga sangat berterima kasih kepada Evi. Dia berharap pemerintah proaktif menyosialisasikan bahaya dan pencegahan virus ini. Terpenting adalah tersedianya vaksin rubella ini.

"Sosialisasikan ke ibu-ibu hamil. Jangan sampai seperti saya yang tidak tahu ini, tidak pernah kenal dan dengar apa itu virus rubella, sampai akhirnya seperti ini. Jangan sampai ada ibu hamil mengalami seperti saya, berdampak ke bayinya," ujar Ratih.

Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Ramdeswati Pohan yang hadir di saat bersamaan mengatakan, pihaknya senang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merespons cepat keadaan ini.

"Semoga Iftiyah segera bisa mendengar dengan alat bantu dengarnya. Kami minta, ke depannya sosialisasi tentang virus ini lebih maksimal. Agar semua bisa mewaspadainya," harapnya.

Vaksin belum tersedia

Plt Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Agus Tama mengakui selama ini belum ada laporan soal rubella. Dia menyarankan agar para ibu hamil selalu berkonsultasi dengan bidan dan dokter di puskesmas.

"Kalau menyerang orang dewasa tidak masalah, kalau menyerang ibu hamil akan berdampak. Kami akan bantu dan merujuk Iftiyah ke RS Murni Teguh. Apa yang diperlukan Iftiyah nanti kita siapkan," janji Agus.

Agus menyatakan, sampai hari ini vaksin virus rubella belum tersedia.

"Baru akan ada tahun depan, mudah-mudahan tahun depan sudah ada vaksinnya," ujarnya.

Sementara itu, dr Adlin Adnan Sp THT mengatakan, rubella atau campak Jerman masuk jenis penyakit kelompok Toksoplasma, Rubella, Sitomegalovirus atau CMV dan Herpes simpleks (TORCH).

Virus ini berakibat fatal bagi pertumbuhan dan kehidupan janin. Janin akan terancam menderita kelainan jantung, kehilangan pendengaran, retardasi mental, kelainan bentuk dan fungsi mata, katarak, hidrosifalus, gangguan pada sejumlah organ seperti jantung, paru-paru dan limpa, lahir dengan BBLR, hepatitis, radang selaput otak, dan lainnya.

Kebanyakan ibu hamil tidak merasakan gejala apa pun. Biasanya hanya demam ringan, pusing, flu, mata merah dan nyeri pada persendian. Sampai saat ini, belum ada cara mengobatinya, namun bisa diantisipasi melalui vaksin MMR.

"Tindakan preventif harus digalakkan pemerintah. Virus ini efeknya bagi anak sangat fatal, kasihan kalau sampai menyerang ibu hamil," katanya.

Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Sumut, Hikmed mengatakan, pada 2018 nanti Sumatera Utara akan melakukan kampanye soal pencegan virus rubella. Sementara pada 2017 ini kampaye sedang berlangsung di pulau Jawa.

World Health Organization (WHO) menyatakan, harus dilakukan pencegahan massal dengan vaksin terhadap virus rubella. Perempuan yang mau menikah atau hamil divaksin minimal sebulan sebelum kehamilan. Vaksin juga harus dilakukan pada anak berusia 12 sampai 15 bulan.

Sekarang tahap sosialisasi dan penyuluhan ke kabupaten dan kota agar melaksanakan kampanye bersama pada 2018 nanti. Pemerintah diharapkan membuat anggaran kampanye melalui APBD atau Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Kabupaten/kota juga harus menyiapkan data anak usia 12 sampai 15 bulan serta ibu yang mau berumah tangga. Vaksinasi massal di Indonesia dilakukan dengan waktu berbeda, untuk Jawa pada 2017 ini.

"Kalau sempat ibu menderita virus rubella, anak yang dilahirkan bisa cacat. Imunisasi massal menghindari terjadinya congenital rubella syndrom. Vaksinnya sudah dibuat untuk campak dan rubella. Kasus rubella ada di Indonesia, tapi tidak diketahui, baru diketahui setelah anak dilahirkan," ungkap Hikmed.

Kalau sudah divaksin, lanjut dia, bayi yang lahir cacat berarti bukan karena rubella. Ciri-ciri rubella bisa dilihat dengan adanya ruam warna merah muda khas. Diawali bintik-bintik yang bisa gatal, menyebar mulai belakang telinga, kepala, leher, kemudian bagian tubuh lain. Ruam biasanya berlangsung sampai seminggu.

Gejala lainnya adalah pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar telinga dan belakang kepala, badan panas dan menggigil.

"Virus rubella dapat menular dari orang yang terinfeksi batuk atau bersin, menyebar melalui kontak langsung dengan sekret pernapasan orang yang terinfeksi, seperti lendir atau ingus. Pencegahan awal adalah menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com