Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenalkan Kopi Lampung Melalui Lukisan

Kompas.com - 24/01/2017, 15:03 WIB
Vina Oktavia

Penulis

KOMPAS - Bambang Soeprapto (60) menyeruput segelas kopi robusta sambil memandangi lukisan yang berjejer di hadapannya, Kamis (19/1/2017), di Lapangan Saburai, Bandar Lampung. Setelah meneguk separuh kopinya, Bambang mengambil kuas dan mengoleskan sisa air kopi itu di atas kanvas.

Setelah beberapa kali olesan, sisa air kopi itu perlahan membentuk gumpalan awan-awan tipis di atas kanvas. Bambang lalu menggunakan ampas kopi untuk membuat gambar gedung, mobil, dan kereta kuda lengkap dengan pengendaranya.

Ia juga menambahkan gambar orang-orang yang mengendarai sepeda ontel dan sepeda motor. Dari setengah gelas kopi, Bambang menciptakan lukisan yang menggambarkan kehidupan masyarakat tempo dulu.

Hari itu, Bambang dan 20 perupa Lampung lain memamerkan karya-karyanya dalam Festival Perupa Lampung 2017. Acara itu menjadi ajang bagi perupa Lampung untuk memajang karya dan menjualnya kepada pengunjung.

Bambang mengatakan, dirinya memakai ampas kopi untuk melukis sejak sekitar tiga tahun lalu. Saat itu, ada beberapa perupa lain yang memanfaatkan ampas kopi sebagai pengganti cat air atau cat minyak.

Menurut dia, kopi dapat menampilkan kesan klasik karena warna kopi dominan coklat kehitaman. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk melukis juga lebih murah dibandingkan dengan jika menggunakan cat air.

"Saya harus membeli cat air Rp 700.000 hingga Rp 1 juta untuk membuat satu lukisan. Namun, jika menggunakan ampas kopi tak sampai Rp 25.000," kata Bambang.

Untuk memberikan sentuhan warna lain, Bambang memanfaatkan pewarna dari bahan-bahan organik. Ekstrak kunyit, misalnya, diambil untuk menampilkan kuning. Adapun warna hijau menggunakan daun suji.

Dengan ampas kopi, Bambang banyak melukis kehidupan masyarakat tempo dulu. Selain suasana di pasar dan stasiun, Bambang juga melukis kehidupan masyarakat di desa-desa. "Kehidupan masyarakat tempo dulu identik dengan kesan klasik yang ada pada ampas kopi," ujar Bambang.

Lebih sulit

Meskipun biaya operasional lebih murah, menurut perupa Lampung lainnya Yulius Bernardi (40), melukis menggunakan ampas kopi jauh lebih sulit. Satu lukisan ditawarkan dari Rp 1 juta hingga Rp 25 juta, bergantung pada tingkat kesulitannya.

"Melukis menggunakan ampas kopi harus lebih berhati-hati. Saat ada sedikit kesalahan ketika menggoreskannya di atas kanvas, pelukis tidak dapat menghapus atau menimpanya lagi karena dapat merusak lukisan. Kalau pakai cat air, pelukis masih bisa menimpa dengan warna lain," kata Yulius.

Selain Bambang, ada delapan perupa lain di Lampung yang memanfaatkan kopi untuk melukis. Tak sekadar alasan biaya yang murah, cara itu juga ditempuh sebagai upaya untuk mengenalkan kopi sebagai komoditas unggulan Lampung.

Yulius menuturkan, ide memanfaatkan kopi untuk melukis dimulai sejak 2007. Awalnya, hanya ada lima perupa yang melukis menggunakan kopi.

"Saat itu kami ingin mengenalkan kopi lampung kepada masyarakat lewat lukisan. Kopi tidak hanya enak diminum, tapi juga dapat menghasilkan karya yang indah," katanya.

Setiap tahun rata-rata produksi kopi di Lampung mencapai 300.000 ton.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Januari 2017, di halaman 24 dengan judul "Mengenalkan Kopi Lampung".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com