Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Harga Cabai Meroket...

Kompas.com - 12/01/2017, 07:12 WIB
Caroline Damanik

Penulis

KOMPAS.com - Harga cabai melambung tinggi setelah tahun baru 2017 tiba, terutama cabai rawit merah. Tak tanggung-tanggung, harganya mencapai Rp 100.000-Rp 250.000 per kilogram dari harga normal antara Rp 20.000-Rp 40.000 untuk berbagai varian cabai.

Data Info Pangan Jakarta (IPJ) di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (2/1/2017), menunjukkan, harga cabai merah keriting mencapai Rp 38.000 per kilogram, naik Rp 5.000 dari hari sebelumnya, cabai merah besar Rp 21.000 per kilogram, naik Rp 1.000 dari hari sebelumnya.

Selanjutnya, cabai rawit merah Rp 75.000 per kilogram, naik Rp 3.000 dari hari sebelumnya dan cabai rawit hijau mengalami kenaikan tertinggi Rp 25.000 menjadi Rp. 62.000 per kilogram.

Di daerah, kenaikan harganya bikin geleng-geleng kepala. Tiga hari terakhir pasca-libur tahun baru, harga cabai rawit merah di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, melonjak hingga Rp 140.000 per kilogram. Padahal, biasanya pedagang menjualnya di kisaran Rp 60.000 per kilogram.

Harga yang lebih fantastis lagi terjadi di Pasar Induk Segiri Samarinda, Kalimantan Timur. Sejak akhir Desember 2016, pedagang mencatat harga cabai terus naik.

Harga cabai merah yang biasa dijual Rp 30.000 per kilogram naik menjadi Rp 110.000 per kilogram, sedangkan harga cabai rawit tiung menembus harga Rp 250.000 per kilogram.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebutkan bahwa produksi cabai masih memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, para petani tidak boleh memanen karena musim hujan.

"Tidak boleh panen kalau musim hujan. Busuk nanti. Tapi produksi aman kan, tidak ada impor, cabai, bawang dan beras," demikian penjelasan Amran di Kompleks Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/12/2016).

Presiden Joko Widodo yang sempat turun memantau harga cabai di Pasar Kanjen, Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (9/1/2017), juga menunjuk cuaca hujan yang terus-menerus sebagai biang keladi kenaikan harga cabai sehingga kondisi pertanian cabai pada akhir 2016 memang kurang bagus.

"Yang namanya harga tergantung supply dan demand. Karena musim 2016 kemarin memang jelek untuk cabai sehingga banyak yang busuk dan gagal panen sehingga supply-nya kurang," ujar Jokowi saat itu.

Ase, pedagang cabai di Pasar Sentral Inhutani Nunukan, menilai, harga cabai meroket karena dipengaruhi kerterlambatan pasokan dari Sulawesi pasca-libur tahun baru. Selain itu, musim hujan di wilayah penghasil cabai di Sulawesi itu dinilai turut menjadi faktor penyebab.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menginstruksikan supaya cabai di daerah yang pasokannya melimpah didistribusikan ke daerah yang kekurangan pasokan.

"Gorontalo stoknya melimpah, dari sana akan kami salurkan ke daerah lain," ujar Enggartiasto, pekan lalu.

Putar otak

Kenaikan harga cabai yang fantastis ini membuat masyarakat dan pemerintah, terutama di daerah, memutar otak. Pasalnya, Indonesia dikenal dengan warganya yang tak pernah bisa lepas dari kuliner pedas.

Di salah satu kantor misalnya, pedagang tahu bakso mengurangi jumlah cabai rawit yang menyertainya dari yang biasanya 4-5 buah cabai menjadi kini hanya 2 buah. Para penikmat pedas yang biasa membeli tahu bakso tersebut tentu saja gusar.

Kegusaran ini hanya salah satu dampaknya. Berikut ini lima fenomena yang terjadi dari Sabang sampai Merauke pasca-meroketnya harga cabai:

1. Seribu cuma dapat tiga cabai

Safia Hapsari, pembeli cabai di Pasar Sayung, Demak, mengeluh karena terpaksa membeli cabai rawit setan secara eceran seharga Rp 5.000.

"Lima ribu dapat 19 biji cabai rawit setan, tapi ini lebih murah kalau beli di tukang sayur yang pakai motor ke rumah-rumah, seribu dapat tiga biji saja," ujarnya seperti dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (10/1/2017).

Dia berharap pemerintah segera melakukan operasi pasar yang menjual cabai murah karena dia berniat untuk datang dan memborong cabai.

Salah satu stasiun televisi mencatat pada Selasa (10/1/2017), harga cabai rawit merah super di Pasar Banjarnegara, Jawa Tengah, mencapai Rp 100.000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp 25.000-Rp 30.000 per kilogram.

Pedagang pun menyiasatinya dengan menjual cabai dengan harga Rp 250 per biji agar tidak terus-terusan merugi.

 

2. Ramai kampanye "ayo tanam cabai sendiri"

Harga cabai yang melambung tinggi membuat sejumlah kepala daerah memiliki ide cemerlang dengan berkampanye menanam cabai di halaman rumah sendiri.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher, misalnya, menyarankan warganya untuk memanfaatkan "warung hidup" di rumah masig-masing.

Kontributor Sukabumi, Budiyanto Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan
Aher menyebutkan sejumlah tanaman bumbu dapur yang bisa ditanam sendiri, mulai dari cabai, bawang-bawangan, dan seledri, di halaman atau pekarangan rumah sendiri. Cukup dua sampai lima pohon cabai saja untuk satu keluarga.

(Baca selengkapnya: Harga Cabai Melejit, Aher Sarankan Tanam Sendiri dan Kurangi Konsumsi)

Aher juga memerintahkan dinas terkait untuk menyiapkan bibit cabai dan dibagikan kepada masyarakat di wilayah Jawa Barat. Dia sedang memikirkan waktu yang tepat untuk menggelar kegiatan menanam cabai serentak di daerahnya.

Aher mengatakan bahwa Menteri Pertanian telah mencanangkan Gerakan Tanam Cabai dan Pemprov Jabar tengah mempraktikkannya.

Selain itu, Aher menyarankan agar masyarakat mengendalikan penggunaan cabai pada penganan yang dimasaknya sehari-hari.

"Cabai barang elastis. Beda dengan beras. Orang makan cabai, sedikit dikurangi dulu lah sekarang," kata dia.

Kompas.com/Nazar Nurdin Gubernur Jateng Ganjar Pranowo seusai berbicara dalam Forum Tahunan Pelaku Industri Jasa Keuangan 2016 di Semarang, Selasa (26/1/2016)
Usul serupa juga diungkapkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

"Mulai sekarang, yok kita tanam cabai di depan rumah. Kalau di desa, bisa tanam di lahan. Kalau di kota yang tidak memiliki lahan, maka bisa menggunakan pot. Kalau kita bisa tanam sendiri, itu luar biasa," ujar Ganjar

Menurut Ganjar, meroketnya harga cabai, terutama rawit merah, di Jawa Tengah disebabkan banyak cabai yang justru dijual ke luar Jawa. Artinya, perniagaan cabai hanya memutar dari daerah satu ke daerah lain.

"Karena dijual di luar Jawa sehingga harga sampai di pasaran sudah terbebani dengan ongkos transportasi," kata dia.

(Baca selengkapnya: Harga Cabai Mahal, Ganjar Imbau Warga Menanam di Rumah)

3. Beli cabai campuran sampai cuma beli kulit cabai

Sejumlah pengusaha katering di Semarang ikut memutar otak untuk menyiasati harga cabai yang melonjak tinggi.

Kristiono (53), pengusaha rumah makan dan katering Annisa, Pudak Payung, Kota Semarang, mengaku, sejak harga cabai naik, dia mengakalinya dengan tidak membeli cabai secara kiloan, tetapi secara campuran.

"Harga cabai campuran sama, Rp 100.000. Tetapi saya bisa mendapat cabai berbagai macam, ada cabai merah, cabai hijau, cabai 'setan'," kata Kristiono.

Kompas.com/Ika Fitriana Umayah pedagang cabai di Pasar Rejowinangun Kota Magelang menjual kulit cabai ditengah tingginya harga cabai saat ini, Rabu (11/1/2017).
Dia mengaku tetap berusaha tidak menaikkan harga makanan yang dijual maupun mengurangi takaran cabai yang dibutuhkan saat memasak demi menjaga kualitas masakan yang dibuatnya dan kepuasan konsumen.

Beda lagi dengan siasat Production Planning and Inventory Control (PPIC) Berkah Merah Putih Catering, Diana Mayasari (34). Dia mengaku, kenaikan harga cabai membuat kateringnya harus melakukan diversifikasi menu.

"Sambalnya di-mix, jadi sambel terong, sambal teri. Cabainya juga di-mix," ungkap Diana.

(Baca selengkapnya: Siasat Pengusaha Katering pada Saat Harga Cabai Melejit)

Sementara itu, karena harga cabai yang melambung tinggi, kulit cabai yang sudah diambil bijinya kini semakin diminati pembeli di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah.

Umayah (48), pedagang cabai di Pasar Rejowinangun, menuturkan, belakangan ini banyak konsumen yang memilih untuk membeli kulit cabai, terutama cabai rawit merah, untuk kebutuhan sehari-hari. Biasanya konsumen berasal dari kalangan rumah tangga dan pedagang makanan.

"Dibanding cabai utuh, harga kulit cabai lebih murah sekitar Rp 40.000 per kilogram. Kalau cabai utuh saat ini Rp 80.000 - Rp 90.000 per kilogram," kata Umayah, Rabu (11/1/2017).

Umayah menjelaskan, kulit cabai yang dijualnya diambil dari para petani yang biasanya hanya memanfaatkan biji cabai untuk pembibitan. Menurut dia, kulit cabai rawit merah memang tidak terlalu pedas jika dibanding cabai utuh. Namun tetap lebih pedas dibanding cabai rawit hijau.

"Biasanya buat campuran membuat sambal dan saus," katanya.

(Baca selengkapnya: Harga Cabai Mahal, Kulit Cabai Pun Makin Diminati)

4. Jumlah maling cabai meningkat

Percaya atau tidak, seiring dengan melonjaknya harga cabai, jumlah kasus pencurian cabai pun ikut meningkat. Tak tanggung-tanggung, tempat kejadian perkaranya langsung di sawah atau ladang.

Harianto (41), warga Desa Pager, Kecamatan Purwosari, nekat mencuri lima kilogram cabai di sawah milik warga desa setempat.

Pencurian cabai terjadi pada Selasa (10/1/2017) malam sekitar pukul 23.50 WIB. Pelaku sedang di tengah sawah membawa bungkusan plastik berisi cabai. Aksinya lalu dipergoki oleh seorang warga.

Thinkstockphotos Ilustrasi
Kapolsek Purwosari AKP I Made mengatakan, dalam pemeriksaan, tersangka mengakui perbuatannya.

"Katanya sih, cabai curiannya akan dijual lagi ke pasar. Dia beralasan harga cabai kan sedang mahal, makanya ia mau memanfaatkan momentum ini," terang dia.

Kini, dia mendekam di sel tahanan polsek Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Sementara itu, di Dukuh Sudimoro, Desa Kertomulyo, Brangsong, tiga siswa SMP tepergok mencuri cabai di sawah, Selasa (10/1/2017) sekitar pukul 01.00 WIB.

Tiga anak yang masih berusia 12-13 tahun ini lalu diseret ke rumah Ketua RT setempat beserta barang bukti tiga kilogram cabai.

Nurudin mengaku, persoalan tersebut tidak dilaporkan ke polisi mengingat usia mereka masih relatif muda.

Ketua RT 2 Dukuh Sudimoro, Desa Kertomulyo, Brangsong, Kazim (38), mengatakan, ketiganya "disidang" hampir tiga jam di rumah Kazim.

Kazim mengungkapkan, tiga anak dari dusun tetangga tersebut mengaku, cabai hasil curian tersebut rencananya ingin dijual di pasar, dan hasilnya untuk membeli minuman dan rokok.

(Baca selengkapnya: Curi Cabai di Sawah, 3 Siswa SMP Diseret Warga ke Rumah Ketua RT)

5. Pengembangan varietas bibit cabai amfibi

Melonjaknya harga cabai menjadi momentum bagi Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) untuk lebih mengintensifkan pengembangan varietas bibit cabai amfibi lokal ke beberapa di Indonesia.

Hal ini dilakukan untuk mendorong peningkatan produksi dan menjaga ketersediaan komoditas ke pasaran terutama saat musim hujan tiba.

Bibit cabai amfibi akan berkembang menjadi pohon cabai yang bisa bertahan dan berbuah pada musim hujan sekalipun.

(Baca selengkapnya: Bibit Cabai Amfibi, Solusi Penanaman Cabai di Musim Hujan)

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta berencana untuk membuka kebun cabai di daerah Tangerang, Banten. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, mengatakan bahwa penanaman dilakukan untuk mengantisipasi berkurangnya pasokan cabai di masyarakat.

Soni, sapaan Sumarsono, mengatakan cabai tersebut akan ditanam di lahan milik Pemprov seluas 18 hektar yang ada di Tangerang. Kebun cabai milik Pemprov itu akan berada di bawah pengawasan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta.

(Baca selengkapnya: Pemprov DKI Akan Buka Kebun Cabai Seluas 18 Hektar)

6. Pemilik rumah makan dan warung meringis

Menurut catatan KompasTV, naiknya harga cabai juga menyebabkan menurunnya omset pemilik warung makan. Di Bandung, Jawa Barat, misalnya, tingginya harga cabai tidak membuat produksi sambal dan makanan berbahan dasar cabai dikurangi.

Pemilik warung makan juga tidak menaikkan harga makanan karena khawatir akan ditinggal konsumen. Hal ini mengakibatkan omset pemilik warung makan menurun hingga 50 persen.

(Video: Pendapatan Warung Makan Menurun Akibat Harga Cabai Naik)

Wandi (35), salah satu pedagang kuliner rujak di sekitaran Pasar Ciputat, Kota Tangerang Selatan, juga tidak menaikkan harga rujaknya meski merasakan bahwa harga cabai sangatlah mahal.

"Emang lagi mahal, makanya saya kurangi belinya. Juga belinya bukan cabai yang mahal tetapi cabai merah saja yang masih terjangkau," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu (11/1/2017).

Dalam membuat sambal rujak yang memerlukan bahan baku cabai yang banyak, Wandi membaginya dalam tiga jenis, dari yang kadar pedasnya tinggi hingga tidak pedas.

"Caranya saya kurangi cabainya dan juga buat sambal tiga urutan dari yang pedas sekali, sedang, sampai yang nggak pedas, kalau bikin yang pedas semua kan lagi mahal cabainya," ungkapnya.

(Baca selengkapnya: Pelaku Usaha Siasati Harga Cabai yang Melambung)

Beda lagi dengan artis peran Zee Zee Shahab. Dia mengaku sedih karena harga cabai yang melonjak tinggi.

"Kaget banget. Itu harga cabai naik, pengaruhnya luar biasa," katanya dalam wawancara di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2017).

"Restoran kami akhirnya mau enggak mau naikin harga sedikit, mengikuti bahan pokok. Sedih sih sebenarnya, tapi mau enggak mau," tambah Zee Zee.

Itu pula yang membuat pelanggan rumah makannya kini memilih menu yang lebih murah. Ada pula yang memesan makanan yang tak mengandung bahan cabai.

"Tapi kami naikin enggak mahal, cuma lima persen dari harganya," kata Zee Zee.

(Baca selengkapnya: Harga Cabai Naik, Zee Zee Shahab Sedih)

 

Nah, bagi Anda, apa dampaknya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com