Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bannada, Desa Tertua di Talaud dengan Daya Tarik Mistis

Kompas.com - 09/12/2016, 10:41 WIB

Tim Redaksi

"Kami selalu dinasehati untuk terus menjaga benda-benda warisan ini dan dilarang untuk menyerahkan kepada orang lain," jelas Julianus yang diserahi tugas menyimpan benda-benda pusaka tersebut.

Tugas Julianus dan para tetua adat di Bannada untuk menjaga barang-barang terasa sedikit berat. Pasalnya, tidak ada tempat khusus seperti meseum untuk mencegah dari kerusakan.

Alhasil, warisan kerajaan itu hanya disimpan di rumah yang sekaligus dijadikan sebagai Kantor Desa.

Banyak kolektor yang mengetahui keberadaan benda-benda warisan leluhur itu, mendatangi Bannada seraya membujuk para tetua untuk melepasnya. Tetapi komitmen dari para tetua adat sudah bulat, bahwa warisan dari Payung Utara, nama lain dari Kerajaan Porodisa, harus tetap berada di Bannada.

Keseharian Bannada adalah desa yang sangat sederhana, hanya beberapa rumah yang punya pasokan listrik. Walau memang sebagian dari masyarakatnya masih memercayai hal-hal mistik, namun kegiatan keagamaan di desa ini berjalan dengan sangat baik.

Begitu juga dengan kegiatan sosial kemasyarakatannya. Masyarakat Bannada sangat ramah, terlebih kepada orang baru. Mereka akan menyambutnya dengan senyuman hangat serta candaan dan kehangatan. Konon, mereka yang akan ke Bannada, dengan niat jahat takkan menemukan lokasi desa ini.

Dalam menjalankan tugasnya, Julianus didampingi oleh William Sondengan yang merupakan Ratumbanua atau pembantu raja yang merupakan penguasa wilayah Desa Bannada. Serta Zakharia Potoboda yang merupakan kelapa suku Tal'au.

Kerajaan Porodisa mencakup empat wilayah desa yakni Desa Malat, Bannada, Apan, dan Lahu. Masing-masing desa itu dipimpin oleh Ratumbanua. Sementara sukunya terbagi empat yakni suku Tal'au, Laetu, Yoro dan Woe yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku dengan Bannada sebagai pusat kerajaan.

Julianus mengatakan, kearifan lokal yang masih terjaga saat ini merupakan pesan dari nenek moyang mereka. Para petua sering mengadakan pertemuan kerajaan yang dihadiri empat suku. Semua warga kerajaan Porodisa diwajibkan hadir dalam pertemuan tersebut.

Di situ pula, anak-anak mendapat edukasi tentang budayanya. Menurut Julianus, pertemuan tersebut juga sebagai program warga adat untuk membantu meringankan program pemerintah. Program yang masuk, harus melalui adat dulu, baru dilanjutkan ke masyarakat. Warga sangat menghormati adat istiadat mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com