Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komarodin, "Komandan" yang Gigih Mendampingi Petani Kebonrejo

Kompas.com - 18/10/2016, 07:01 WIB

Pantang menyerah

Komarodin berusaha menggali informasi dari berbagai sumber terkait pembuatan gula semut. Ia bereksperimen bersama istrinya untuk membuat gula semut dari nira. Hasilnya ia jual di ajang pameran. Namun, respons pasar tidak bagus.

"Gula semut sering tidak laku. Pernah dalam satu pameran, kami hanya mampu menjual satu ons gula semut seharga Rp 5.000," ujarnya.

Komarodin dan istri pantang menyerah. Mereka terus mencoba membuat gula semut dengan kualitas yang bagus. Berhasil membuat produk tersebut, mereka lantas menularkan keterampilannya kepada sejumlah warga. Sayangnya, tidak banyak warga yang tertarik. "Mereka tidak antusias karena belum jelas gula semut mau dijual ke mana," kenangnya.

Suatu ketika, Komarodin mendengar ada perwakilan perusahaan eksportir datang ke desa tetangga. Ia bergegas menemui dan mengajaknya berkunjung ke Desa Kebonrejo. Per-wakilan eksportir itu tertarik dengan gula semut buatan Desa Kebonrejo. Namun, sebelum membeli, mereka mensyaratkan gula semut buatan warga mesti bersifat organik dan memenuhi standar Eropa. Untuk itu, proses produksinya harus disertifikasi.

Melihat peluang ekspor gula semut terbuka, Komarodin lebih semangat mengajari warga membuat gula semut. Awalnya, produksi gula semut warga belum memenuhi syarat dan ditolak pembeli. Namun, penolakan itu disimpan rapat-rapat oleh Komarodin dari warga. Ia tidak mau warga kehilangan semangat membuat gula semut. Ia bahkan bersedia membeli gula produksi warga yang kualitasnya kurang bagus dengan uang pribadi.

Agar penolakan tidak terulang, Komarodin menggencarkan pelatihan pembuatan gula semut di kalangan warga. Singkat cerita, kerja keras Komarodin dan warga akhirnya berbuah hasil. Gula semut produksi mereka berhasil memenuhi syarat untuk diekspor ke Eropa.

Keberhasilan ekspor gula semut memotivasi warga untuk mengekspor hasil pertanian lain. Mereka menanam beragam jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi di pasar ekspor, seperti vanili, kemukus, lada, dan pisang. Selain itu, mereka mengembangkan peternakan. "Menurut eksportir, salah satu negara yang sudah berminat mengimpor pisang dari lahan organik (Desa Kebonrejo) adalah Australia," ujarnya.

Komarodin sampai sekarang terus mengajak warga menambah ilmu. Mereka didorong mengikuti sejumlah pelatihan hingga ke Wonosobo dan Cilacap, Jawa Tengah. Ia juga mengingatkan warga bahwa ilmu pertanian itu mesti dibagikan kepada siapa saja, mulai dari para petani di desa lain hingga generasi muda.

"Kami ingin membentuk taman belajar tentang berbagai ragam tanaman. Rencana ini sudah kami bicarakan dengan teman-teman anggota kelompok tani lain. Kami sepakat, rencana ini mesti direalisasikan agar nantinya ada regenerasi petani," ujar Komarodin. (Regina Rukmorini)


KOMARODIN
Lahir: Magelang, 28 Oktober 1966
Istri: Suratmi (46)
Anak: Alif Abrarudin Anas (22), Affanudin Daffa (17), M Afrudin Shanda (9)
Pendidikan: SMK Negeri 1 Magelangu
Jabatan: Anggota Babinsa Koramil X Candimulyo Kodim 0705 Magelang, Ketua Kelompok Tani Ngudi Rejo Kecamatan Candimulyo, Sekretaris Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Barokah Desa Kebonrejo, Kecamatan Candimulyo

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2016, di halaman 16 dengan judul "KomandanPetani Kebonrejo".


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com