Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napoleon, Ikan Langka yang Masih Diburu di Perairan Derawan

Kompas.com - 02/10/2016, 06:59 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

"Ukuran 1.000-3.000 gram yang bisa dimanfaatkan," kata Ricky.

Selain itu pengaturan ini juga bertujuan mengurangi dampak kematian alami di habitatnya lewat upaya pembesaran dan pembudidayaan di keramba. Untuk keperluan pembesaran di keramba diperbolehkan menangkap ikan napoleon yang berukuran kurang dari 100 gram.

Penyelundupan

Patroli laut Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menggagalkan pengiriman 180 ikan napoleon dari Derawan menuju Bali, Kamis (29/9/2016) dini hari lalu. Tim patroli mengamankan kapal Nagama Biru 01 beserta satu nakhoda dan 6 anak buah kapal.

Kapal ini adalah pengumpul ikan dari para nelayan. Mereka dalam perjalanan kembali ke Bali saat tertangkap. Mereka menyamarkan ikan napoleon dengan manifest atau daftar muatan berisi satu ton ikan kerapu.

“Pengakuan mereka, ikan berasal dari Derawan,” kata Koordinator PSDKP Balikpapan, Hamzah Kharisma.

Kontributor Balikpapan, Dani Julius Zebua Dokumentasi KKP saat tim patroli PSDKP dan BPSPL Pontianak memeriksa muatan kapal Nagama Biru 01 setibanya di Balikpapan.
Tertangkapnya kapal membawa ikan napoleon asal Derawan bukan hal mengejutkan bagi Abdizar Al Giffari, seorang pecinta bawah laut asal Berau. Pasalnya ikan masih memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar luar negeri. Harga jual napoleon berkisar 180 USD per kilogram di pasar Hongkong dan China.

Begitu tinggi harga ikan membuat banyak nelayan di Kecamatan Derawan hingga Maratua dan sekitarnya diduga kuat melangsungkan praktik ilegal penangkapan dan penampungannya.

"Karena masih saja kita temui di keramba-keramba penampungan ikan yang ada di Derawan dan Maratua," kata Abid.

Biasanya, kata Abid, nelayan menggunakan potasium sianida dosis rendah untuk menangkap ikan ini. Caranya, nelayan menyelam menggunakan kompresor sambil membawa botol berisi potasium dan jaring. Potasium itu disemprot di lubang-lubang karang di mana ikan napoleon bersembunyi. Potasium menyebabkan ikan lemas dan memudahkan nelayan menjaringnya.

"Ikan ditangkap untuk ekspor. Karena itu harus dalam keadaan hidup," kata Abid. Ikan ini sangat digemari sebagai menu sajian di restoran China, Hongkong, dan Singapura.

Biasanya pula yang ditangkap ukuran anakan, yakni kurang dari 50 sentimeter, yang belum siap reproduksi. "Ukuran yang pas untuk penyajian di piring. Di tingkat lokal, masyarakat kita sangat jarang mengkonsumsi ikan ini," kata Abid.

Ikan kemudian dibawa pengumpul atau disebut juga pengepul, kemudian dibawa lagi ke penampung besar. Dari sana barulah diperdagangkan baik legal ataupun ilegal ke kapal-kapal Hongkong.

"Kesimpulannya, selama masih ada pengepul atau pembeli ikan ini di Derawan, eksploitasi ikan ini akan terus terjadi," katanya.

Ikan napoleon satwa unik. Ikan ini mempunyai pola reproduksi yang hermafrodit protogini, yakni terlahir jantan dan akan berubah menjadi betina saat menjelang dewasa. Kadang ditemukan dominasi jantan pada satu populasi ikan kecil sampai ukuran sedang dan akan berubah menjadi dominasi populasi betina saat mendekati matang.

Ini salah satu strategi sebagian besar hewan laut untuk mempertahankan kehidupan populasi mereka. Di IUCN, napoleon masuk dalam daftar merah alias ikan dengan populasi terancam punah. Ikan juga masuk daftar CITES apendix 2.

"Ikan ini termasuk ikan eksotis yang dicari para wisatawan penyelam. Eksotis karena warnanya indah dan ukurannya yang besar, serta biasa hidup bergerombol," kata Abid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com