Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Tampilkan Wayang Golek "Cepot", Bupati Purwakarta Berterima Kasih

Kompas.com - 03/09/2016, 19:26 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengucapkan terima kasih karena mesin pencari Google menampilkan doodle berupa gambar wayang Cepot dan Semar serta almarhum Ki Dalang Asep Sunandar Sunarya, Sabtu (3/9/2016).

"Ini bentuk apresiasi terhadap khasanah tradisi wayang golek Sunda. Nuhun (terima kasih) mbah Google," ujar Dedi saat dihubungi, Sabtu.

Dedi yang tengah berada di Jakarta mengatakan, 3 September merupakan tanggal kelahiran Asep Sunarya.

Menurut dia, sampai hari ini belum ada yang bisa menggantikan kemampuan mendalang Asep dalam mendalang.

Dedi menilai bahwa Asep merupakan seorang berkualifikasi profesor, tetapi mampu membawakan nilai-nilai ketuhanan dengan bahasa kebudayaan yang dipahami oleh orang awam.

Asep kerap menerjemahkan istilah-istilah sulit di bidang akademik dengan cara yang mengundang gelak tawa.

"Ki Dalang Asep Sunandar ini mampu menyerap energi lingkungan di mana dia membawakan lakon wayang golek. Sehingga, apa pun yang beliau sampaikan itu sangat mudah dicerna oleh masyarakat biasa apalagi oleh mereka yang punya latar belakang pendidikan yang memadai," ucap Dedi.

Asep mendalang tanpa buku panduan dan menggunakan intuitifnya. Itulah mengapa penampilannya tidak sama di satu tempat dengan tempat lainnya.

"Gaya dalangnya dipengaruhi energi ruang. Reflek wayang yang dimainkan bergantung pada intuisi," ujar Dedi.

Ada beberapa faktor yang membuat Asep bermain bagus, antara lain didukung sound system yang bagus sehingga mendongkrak semangat dalang.

Asep juga tidak menginginkan suasana ribut karena akan mengganggu energi antara dalang dan penonton.

Selain itu, kata Dedi, jika pengundang menggunakan uang yang tidak jelas sumbernya, penampilan Asep biasanya tiba-tiba tidak menarik.

"Buat saya, Ki Dalang Asep itu mendalang dengan filsafat. Dia itu sufisme dan substantif," ucapnya.

Dedi mengaku sebagai penggemar Asep. Ia memiliki koleksi wayang golek Cepot.

Dedi juga sangat menyukai karya Asep, terutama "Kumbakarna Gugur".

Kisah itu menceritakan peperangan antara Rama dan Rahwana. Ketika Rahwana akan kalah, ia menugaskan adiknya Kumbakarna untuk ke medan perang.

Kumbakarna mau berperang bukan karena membela Rahwana yang telah menculik Sinta, tapi karena bertanggung jawab menjaga negaranya.

Kumbakarna mendapat perlawanan sengit. Sebagian tubuhnya terkena panah. Telinga kiri dan. Kanannya pun digigit, tapi ia masih berperang. Hingga akhirnya Rama memerintahkan pasukannya untuk memanah tenggorokannya.

Menjelang ajalnya, Kumbakarna ingin berbicara dengan adiknya Wibisana yang memilih bergabung dengan pasukan Rama.

"Kalimat-kalimat dalam perbincangan Kumbakarna dan Wibisana itu. Membuat saya menangis," kata Dedi.

Untuk melestarikan wayang golek dan disukai anak muda, Dedi menyarankan beberapa hal. Pertama, cerita harus dipadukan dengan cerita kontemporer yang mengangkat sisi kekinian. Waktu permainan juga diubah dari biasanya pukul 21.00 hingga 03.00 WIB menjadi pukul 20.00 hingga tengah malam.

"Caranya dengan pemadatan, lagu tidak panjang-panjang," ujar Dedi.

Terakhir, musik tidak selamanya gending, tapi memasukkan musik kontemporer di beberapa bagian pertunjukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com