Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Nyi Mas Malati" Menjadi Pusat Perhatian Kirab Bendera di Purwakarta

Kompas.com - 17/08/2016, 18:50 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Sama halnya dengan di Istana Merdeka, Jakarta, prosesi pengibaran bendera di Purwakarta diawali dengan kirab bendera.

Kirab tersebut menghadirkan "Nyi Mas Malati" yang merupakan pasangan dari Ki Jaga Raksa. Nyi Mas Malati dan Ki Jaga Raksa merupakan kereta kencana milik Kabupaten Purwakarta.

Saat ini, Ki Jaga Raksa dipinjam untuk membawa bendera duplikat dari Monas ke Istana Merdeka.

Untuk Purwakarta, kirab menggunakan kereta kencana Nyi Mas Malati. Kirab diawali dari Museum Diorama Tatar Sunda atau Bale Panawangan di Jalan KK Singawinata menuju Taman Pesanggrahan Padjadjaran, tempat digelarnya upacara bendera.

Bendera merah putih terlihat diserahkan oleh Kepala Kantor Arsip Daerah Nina Meinawati yang secara kelembagaan membawahi Museum Diorama Tatar Sunda kepada Nurlaela (16), anggota pasukan pengibar bendera yang kemudian menaiki Nyi Mas Malati.

Prosesi yang dilakukan pertama kali ini menjadi pusat perhatian masyarakat. Mereka tampak antusias mengabadikan momen kirab melalui gadget yang mereka miliki.

Salah seorang warga Purwakarta, Angga Dwijaya (28) menuturkan, dirinya sejak pukul 07.30 WIB sudah menunggu iring-iringan kirab.

“Kali ini beda sekali. Unik kelihatannya, sebelum upacara ada iring-iringan dulu. Baru pertama kali juga kan di Purwakarta ada yang seperti ini. Ini tontonan seru buat kami," ungkap pegawai salah satu perusahaan swasta tersebut.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, kirab bendera yang dia gagas sejalan dengan visi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Ia menjelaskan, simbol-simbol nasionalisme harus didekatkan kepada masyarakat luas agar semakin terasah potensi persatuan yang selama ini sangat nisbi.

“Potensi bangsa Indonesia itu kan persatuan. Momentum kirab di Istana Negara maupun di Purwakarta itu satu visi, yakni mendekatkan masyarakat kepada simbol persatuan, simbol kenegaraan, juga mendekatkan simbol negara kepada akar kebudayaannya," imbuhnya.

Dedi mengungkapkan, warna merah dan putih sangat akrab dalam kehidupan sosio-kultural orang Sunda, sehingga saat orang Sunda memberikan nama untuk anaknya, pastilah membuat bubur merah dan bubur putih. Ditambah, saat orang Sunda mendirikan bangunan, pasti kain merah dan kain putih selalu diikatkan di salah satu tiang pancang bangunan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com