Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Menuju Pusaka Dunia

Kompas.com - 22/07/2016, 08:52 WIB

Warisan sejarah

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang, jumlah kunjungan wisatawan ke ibu kota Jateng ini setiap tahun meningkat tipis. Pada 2014, jumlah wisatawan sekitar 4,2 juta orang. Pada 2015 menjadi 4,4 juta orang. Sayangnya, dari jumlah 4,4 juta orang itu, wisatawan asing hanya 52.000 orang.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Masdiana Safitri berharap, revitalisasi Kota Lama akan mendongkrak kunjungan wisman. "Kota Lama bisa jadi pusat wisata sejarah di Jateng. Sejarah perdagangan dunia bisa dipelajari dari sini. Kami akan lebih sering mengadakan acara di Kota Lama," ujarnya.

Ditilik dari kerangka sejarah, kawasan berjuluk "Little Netherland"-karena dibangun menyerupai kota-kota modern di Belanda-ini memuat nilai historis begitu besar. Dalam buku Island of Java, John Joseph Stockdale pada 1811 mencatat, sejak benteng yang melindungi daerah itu dihancurkan pada 1791, kawasan di muara Kali Semarang itu telah menjadi pusat kantor dagang.

Kota yang dibangun pada abad ke-17 ini kian megah didukung perdagangan hasil bumi seperti, karet, kopra, gula, dan aneka rempah. Arsitekturnya cermin kota modern Eropa yang dipengaruhi banyak latar budaya, seperti Belanda, Jerman, Yunani, dan Spanyol.

Pemerhati cagar budaya Tjahjono Rahardjo menilai pentingnya pembuatan urban planning atau tata rencana kota. Dokumen ini harus jadi acuan detail revitalisasi di bidang fisik dan nonfisik. "Bagaimana pedestrian, akses ke ruang publik, lalu lintasnya, hingga pemanfaatan bangunan," ujarnya.

Kota Lama, lanjut Tjahjono, mesti diarahkan menjadi warisan sejarah yang hidup (living heritage). Bangunan tak dimaknai semata artefak, tetapi juga sejarah dinamis dengan kehidupan di dalamnya yang melintasi peradaban. Untuk itu, upaya memfungsikan kembali bangunan bersejarah menjadi target utama.

"Tumbuhkan kafe, restoran, atau toko, daripada ditinggal dan ambruk. Yang penting tidak mengubah bangunan cagar budaya," katanya.

Yang terpenting, pemerintah tak semestinya menjadikan pengakuan UNESCO sebagai tujuan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2016, di halaman 22 dengan judul "Jalan Terjal Menuju Pusaka Dunia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com