Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jomin, Celeng, Pejagan, Riwayatmu Dulu...

Kompas.com - 28/06/2016, 06:59 WIB

Oleh: Haryo Damardono

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi pemudik "senior", yang terbiasa mudik melalui jalur darat dari Jakarta ke arah timur, mungkin Jomin begitu berkesan. Selama berpuluh-puluh tahun, jalan nasional yang "menyempit" di Jomin, Cikampek, Jawa Barat, begitu menyengsarakan tetapi tetap harus dilintasi. Namun seiring pembangunan, Jomin kini menjadi sekadar kenangan.

Boleh jadi, sebagian dari pemudik yang naik sepeda motor tetap akan berjumpa dengan Jomin. Namun, sensasinya jelas akan berbeda seperti ketika kendaraan beroda empat atau lebih masih melintasi Jomin.

Kemacetan lalu lintas di Jomin pasti tidak separah ketika ruas jalan tersebut dilalui mulai dari sepeda motor, mobil pribadi, bus, hingga truk trailer. Kini, sebagian dari pemudik lebih memilih untuk melintasi Tol Cikampek-Palimanan (Cipali).

Tahun 2014, "hanya" dua tahun silam, wartawan Kompas pernah menempuh perjalanan Karawang Timur hingga Simpang Jomin (27 kilometer) dalam sembilan jam! Padahal, pada hari normal, Karawang Timur-Simpang Jomin dapat ditempuh dalam 30 menit.

Ketika itu, wartawan Kompas menempuh perjalanan mudik dari Serpong, Tangerang, menuju Indramayu, Jawa Barat, selama 17 jam. Padahal, jarak di antara dua titik itu yang hanya sekitar 200 kilometer pada saat normal dapat dicapai dalam 3,5 jam.

Selama puluhan tahun, Jomin jelas menjadi mimpi buruk. Ketika jalan tol hanya berakhir di Cikopo, perjalanan antara Cikopo dan Simpang Jomin harus ditempuh berjam-jam. Jalan yang sempit jelas tidak mampu menampung lonjakan volume kendaraan.

Kenapa dari dulu pemerintah tidak melebarkan ruas jalan di Jomin? Dari sisi pendanaan sesungguhnya dapat saja Jomin dilebarkan. Dapat dilebarkan pula menjadi empat atau enam lajur jalan. Namun ketika pada hari-hari biasa, jalan itu akan mubazir karena kendaraan yang melintas tidaklah banyak.

Namun, kenapa Jomin begitu ruwet? Karena ada pertemuan arus kendaraan yang melintasi jalan pantura lama dari Karawang dan kendaraan yang keluar dari Gerbang Tol Cikopo. Ketika kemacetan begitu parah, biasanya polisi mengalihkan kendaraan pemudik di Kilometer 66 Tol Cikampek ke arah Subang ataupun Bandung.

Bagi jurnalis, dulu ada masanya ketika memantau Jomin menjadi perhelatan tahunan. Menara pos polisi Cikopo, misalnya, jelas takkan terlupakan.

Beberapa tahun silam, teknologi drone belum murah dan mewabah. Tidak heran jika jurnalis harus sering naik menara pos itu untuk mengabadikan kepadatan kendaraan keluar dari Gerbang Tol Cikopo.

Penginapan di sekitar Cikopo-Cikampek, seperti Hotel Araruna dan Hotel Kota Bukit Indah Plaza, dulu juga kerap disesaki jurnalis pada arus mudik dan balik. Seluruh media massa memang berkepentingan melaporkan kondisi terakhir jalur mudik.

Mengenang pasar tumpah

Lolos dari Simpang Jomin biasanya pemudik akan berhadapan dengan "ujian kesabaran" di Ciasem. Setelah itu, pemudik akan bertemu dengan kepadatan lalu lintas di Simpang Tiga Celeng. Di simpang itu, arus kendaraan terbagi menuju Cirebon melalui Indramayu atau Jatibarang.

Satu dekade lalu, pemerintah telah membuat sodetan jalan. Sodetan itu dikenal sebagai jalur Lohbener-Widasari, yang sebenarnya paralel dengan jalur lama, tetapi kepadatan tetap saja menghantui jalur mudik di Lohbener-Celeng.

Makin mendekati Cirebon, pemudik juga berpotensi terhambat pasar tumpah di Tegalgubug, Kabupaten Cirebon. Kemacetan akibat pasar tumpah ini dapat mencapai belasan kilometer. Ironisnya, tidak ada alasan bagi pedagang pasar tumpah untuk menghalangi lalu lintas karena biasanya masih ada cukup ruang di dalam pasar.

Ingatlah betapa dahulu polisi sampai memagari pasar-pasar yang berpotensi menjadi pasar tumpah. Sebagian pasar tumpah yang kita alami di ruas jalan antara Cikampek dan Cirebon itu pun mulai memudar di ingatan kita.

Keluh kesah pemudik saat menembus pasar tumpah pun mulai terlupakan. Lupa kita atas kemacetan belasan kilometer hanya karena becak yang diparkir di badan-badan jalan. Pasar tumpah adalah masa lalu.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Foto dari udara suasana simpang susun Jalan Tol Pejagang-Pemalang, Ruas Pejagan-Brebes Timur, Minggu (26/6/2016). Ruas yang merupakan bagian dari tol Trans Jawa itu telah siap untuk mendukung kelancaran arus mudik Lebaran nanti.
Kekacauan di Pejagan

Tol Cipali yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Juni 2015 menjadi obat manjur bagi kemacetan selama puluhan tahun di Simpang Jomin. Kendaraan beroda empat atau lebih langsung menembus Cikopo ibaratnya tanpa lagi sempat menengak-nengok.

Apalagi kini, saat ruas tol dari Jakarta hingga Jawa Tengah sudah diintegrasikan, pengguna tol tidak perlu lagi transaksi di Gerbang Tol Cikopo. Kawasan Cikopo berpotensi untuk dilewati tanpa harus mengerem lagi.

Padahal sebelumnya, ketika arus mudik Lebaran 2015 atau ketika ada liburan panjang akhir pekan, antrean untuk bertransaksi di Cikopo dapat mencapai sepuluh kilometer. Waktu yang berharga pun diselamatkan dengan tidak adanya lagi antrean di Cikopo.

Namun berkaca pada pelaksanaan arus mudik Lebaran 2015, kemacetan bukannya tiada tetapi sekadar bergeser. Sebab, volume kendaraan begitu tinggi maka tetap terjadi kemacetan misalnya di akses keluar dari Tol Pejagan.

Terjadi kemacetan berkilo-kilometer dari akses Tol Pejagan menuju jalan raya pantura. Kondisi ini sudah dapat diprediksi. Ketika infrastruktur jalan belum sepenuhnya terbangun, tentu saja masih ada titik-titik kemacetan selama arus mudik.

Pesatnya pembangunan

Dulu, titik kemacetan jujur saja lebih mudah diprediksi. Pemerintahan yang sebelumnya relatif cukup lamban dalam membangun infrastruktur. Akibatnya, memprediksi titik-titik kemacetan menjadi lebih mudah karena ada pengalaman untuk menangani titik kemacetan itu pada tahun sebelumnya. Meski penanganannya tentu tidak maksimal, tetapi tetap saja ada pengalaman.

Pada Lebaran 2016 ini, salah satu tol baru yang difungsikan adalah Tol Pejagan-Brebes Timur (sekitar 20 kilometer). Imbas dari tol baru ini tentu pergeseran kemacetan di pertemuan antara akses Tol Brebes Timur dan jalan raya pantura.

Titik kemacetan baru itu yang perlu diwaspadai oleh Polres Brebes dan Polda Jawa Tengah. Harus dilakukan simulasi dan prosedur penanganannya harus lebih jelas daripada kemacetan di titik ini menyengsarakan pemudik.

Jangan sampai ada SPBU yang tidak "terkawal" selepas pintu tol. Sebab, biasanya masalahnya di SPBU tersebut, ketika kendaraan yang baru keluar tol berbondong-bondong mengisi bahan bakar. Jadi, lebih baik jika kepolisian atau dishub setempat menginformasikan SPBU berikutnya. Jangan lupa, kalau pantura banyak sekali terdapat SPBU sehingga tidak benar jika pengisian bahan bakar terkonsentrasi di titik tertentu.

Tentu saja, arus kendaraan pemudik telah "terpecah". Namun, ada pemudik yang keluar di Gerbang Tol Pejagan untuk menuju kampung halaman mereka di Jawa Tengah bagian selatan. Namun, kendaraan yang melaju ke timur melintasi Kota Tegal tentu tidak sedikit.

Sebagai ekses dari pesatnya pembangunan, tiga ruas jalan tol juga siap dioperasikan secara darurat, yakni ruas Tol Bawen-Salatiga (17,5 km), ruas Tol Karanganyar-Sragen (25 km), dan ruas Tol Mojokerto Barat-Mojokerto Utara (5 km).

Petugas kepolisian, tentu dengan didukung oleh pemerintah daerah, sebaiknya dengan cepat mempersiapkan solusi terhadap potensi kemacetan di tiap akses masuk ataupun akses keluar dari ruas tol baru itu supaya tidak terjadi kemacetan parah.

Di gerbang-gerbang tol "sementara" tentu saja desainnya tidak dirancang untuk melayani volume puncak kendaraan. Tanpa pengaturan, tentu saja akan terjadi kemacetan dahsyat.

Yang juga harus diperhatikan adalah, ketika pemerintah gila-gilaan membangun infrastruktur, di sisi lain kepemilikan kendaraan juga tumbuh. Jadi, ya mohon maaf jika tetap terjadi kemacetan pada arus mudik dan balik Lebaran 2016.

Artikel ini telah tayang di Kompas cetak dengan judul "Jomin, Celeng, Pejagan, Riwayatmu Dulu..."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com