Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kapal Papa Dibajak, Ma..."

Kompas.com - 31/03/2016, 12:02 WIB

KOMPAS.com - Dering telepon pada Minggu (27/3) siang itu mengagetkan Youla Lasut (30). Di layar telepon pintarnya, sederet nomor tidak dikenal tertera. Dengan penasaran, ia lalu mengangkat telepon di sela-sela kegiatannya menjaga warung makan milik keluarganya di daerah Jakarta Utara.

”Mama..., ini papa. Mama jangan panik,” suara suaminya, Alfian Elvis Repi (33), terdengar dari seberang.

”Kapal papa dibajak, Ma. Mama jangan panik, kondisinya masih aman.”

Mendengar kalimat-kalimat itu, Youla langsung tercekat. Dadanya berdetak kencang dan terasa sesak. Ia tidak tahu harus berbuat apa. ”Jadi, mama harus bagaimana?” tanya Youla kepada suaminya.

Di ujung telepon Alfian lalu melanjutkan agar Youla segera menghubungi kantor tempatnya bekerja. Pesannya: agar perusahaan segera menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapinya.

”Ia cuma ngomong semenit, dan meminta saya tidak menghubungi nomor itu. Saya lalu browsing di internet, cari nomor kontak Patria Maritim Line (PML). Saat terhubung, orang kantor ternyata juga mencari nomor saya,” tutur Youla dengan mata berkaca-kaca, Selasa (29/3/2016) malam, kepada Kompas.

Memakai gaun putih, Youla sesekali menghela napas panjang saat bercerita. Dua anaknya, Viola (3) dan Zefanya (1), tidak terlihat.

Suami Youla, Alfian, adalah salah satu dari 10 orang yang saat ini disandera pemberontak Abu Sayyaf di Filipina. Alfian, yang baru bergabung dengan perusahaan itu dua bulan lalu, adalah Mualim 1 di kapal tunda (tugboat) Brahma 12. Kapal itu berangkat dari Banjarmasin ke Malaysia, dan melanjutkan perjalanan ke Filipina.

Menurut Youla, setiap suaminya berlayar, ia selalu waswas. Apalagi, jika sampai dua hari tidak bisa menghubungi telepon suaminya. ”Tetapi, Jumat lalu ia sempat SMS sedang di Malaysia, dan dua hari lagi sampai di Filipina. Katanya, sabar dulu, nanti di Filipina baru nelepon pakai nomor sana,” kata wanita asal Manado, Sulawesi Utara, itu.

Youla berharap kasus ini segera berakhir dengan baik dan selamat. ”Bukan hanya suami saya, tetapi juga teman-temannya di kapal pasti punya keluarga. Saya mohon agar pemerintah segera membawa suami saya pulang,” ujarnya.

Susah tidur

Saat ditemui di rumahnya di kawasan Taman Sari Mapanget, Manado, Selasa (29/3) malam, nada suara Charlos Barahama (65), ayah kandung Peter Tonsen Barahama (nakhoda kapal tunda Brahma 12), terdengar lemah.

Pada akhir percakapan, Charlos tampak terisak. ”Kita dengan maitua (istri) susah tidur inga paembo (memikirkan anak bungsunya),” ucap Charlos didampingi istrinya, Sopitje Salemburung (60). Peter bekerja di kapal pada sebuah perusahaan batubara di Kalimantan Selatan.

Sopitje Salemburung, ibu Peter, menuturkan, dirinya terakhir bertemu Peter saat anaknya pulang kampung ke Tahuna merayakan Natal tahun lalu. Peter hanya dua minggu di rumah lalu kembali ke Banjarmasin. Peter pernah bercerita, ia sekarang menjadi nakhoda kapal membawa batubara ke Batangas, Filipina.

Batangas merupakan provinsi di Filipina dalam region Calabarzon. Provinsi Batangas memiliki jumlah penduduk sekitar 2,2 juta jiwa. Posisinya berada di atas Pulau Mindanao, wilayah persembunyian kelompok Abu Sayyaf. ”Saya sarankan agar Peter berhati-hati membawa kapal ke Filipina,” katanya.

Sopitje berharap pemerintah dan pihak perusahaan tidak lepas tangan atas peristiwa pembajakan kapal yang dinakhodai anaknya. ”Kami berharap Peter dapat kembali, ia sangat sayang kepada orangtuanya,” katanya.

Keluarga kaget

Kenangan soal korban penyanderaan kapal juga diingat betul Aidil (54). Ia ingat saat Wendi Rakhadian (29) meneleponnya pada Rabu (23/3) malam lalu. Anak sulungnya itu bercerita sudah empat hari berada di laut dan baru tiba di kawasan perairan Malaysia.

Setelah komunikasi selama 1,5 jam malam itu, hari-hari berikutnya tidak ada lagi komunikasi. Aidil yang sehari-hari menjadi Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban di Kantor Lurah Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kota Padang, serta istrinya, Asmizar (54), ibu rumah tangga, khawatir. Sebab, Wendi sudah tiga kali berlayar ke Filipina dengan kapal yang sama.

”Minggu pagi saya ditelepon seseorang dari Jakarta. Orang yang tidak mau menyebutkan namanya itu mengaku dari perusahaan tempat Wendi bekerja. Ia mengabarkan kalau kapal yang membawa anak saya dibajak di perairan Filipina,” tutur Aidil saat ditemui di rumahnya di Jalan Dr Moh Hatta, Kelurahan Pasar Ambacang, Kuranji, Kota Padang.

Kabar itu langsung membuat seluruh keluarga kaget dan diliputi keresahan. Kecemasan mereka semakin bertambah karena orang yang menghubunginya hanya menyampaikan kabar tentang kapal yang dibajak. Setelah itu, telepon terputus dan tidak ada informasi tambahan. Saat menghubungi balik, tidak ada jawaban.

”Saya juga mencoba menghubungi Wendi, tetapi telepon selulernya tidak aktif. Kami hampir frustrasi. Istri saya bahkan tak kuasa menahan tangis. Saya memintanya untuk berdoa dan bersabar,” kata Aidil.

Baginya, Wendy adalah anak yang luar biasa. Meski tidak rutin, kata Asmizar, saat gajian, Wendi mengirimkan mereka sejumlah uang. Jumlahnya tidak pasti, antara Rp 1,5 juta dan Rp 2 juta.

Sementara itu, Harry Lahabo, kapten kapal yang menangani Bagian Health Safety and Environment PT PML cabang Banjarmasin, menyatakan tidak bisa berkomentar banyak.

”Sampai sore ini kami belum menerima up-date informasi tentang keberadaan para awak kapal itu,” kata Harry saat ditemui di kantor singgah PT PML Cabang Banjarmasin, di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. (ZAK/RAZ/ZAL/JUM/JAL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Maret 2016, di halaman 1 dengan judul "Kapal Papa Dibajak, Ma...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com