Tanpa sadar saya teringat mata kuliah Urban Philosophy saat sekolah dulu. Konsep manusia metropolis ala Simmel menyatakan bahwa modernitas bisa diselami jika kita mencemplungkan diri kedalam realita jalanan. Blusukan istilah pak Jokowi atau Urban Flaneur istilah penulis Perancis Baudlaire.
Bedanya sosok Flaneur yang juga dikupas penulis filsafat Jerman, Walter Benjamin adalah untuk manusia urban yang punya waktu luang jalan-jalan atau strolling.
Dalam jalan-jalan itu, si Flaneur mengobservasi, mencatat, merenung dan untuk situasi saya, flaneur di diri saya, acap menemukan solusi-solusi praktis tidak terduga.
Akhirnya harus saya syukuri, tanpa saya bersepeda, tidaklah mungkin saya bisa memahami mentalitas manusia metropolitan dan kompleksitas urban dalam keseharian kota Bandung.
Dalam rutinitas bersepeda ini, saya juga tidak bisa dibohongi oleh anak buah yang bertipe "asal bapak senang", karena mereka tahu saya banyak di jalan memotret problem lapangan.
Namun di sisi lain, selain solusi praktis lapangan, membangun kota dan Indonesia juga butuh gagasan besar. Gagasan fundamental. Di sinilah sering saya menyelinap ke dalam heningnya malam. Pergi ke gunung untuk merenung. Banyak gagasan besar hadir dengan cara ini.
Konsep solitude ini mempraktikkan pemikiran Nietzsche dalam karyanya "Thus Spoke Zarathustra". Dimana mencari supremasi dan konsep nilai hanya didapat dengan menjauhkan diri dari hingar bingar modernitas kota. Konsep besar lahir dari kejernihan pikir.
Banyak hal lahir dari cara ini. Konsep kolaborasi dimana ada 8 kelompok civil society dibentuk untuk menjadi penasehat dan kontrol walikota. Konsep merevolusi birokrasi dengan digital dan smartcity.
Gagasan 100 juta/RW untuk pemerataan pembangunan dan konsep membangun infrastruktur kota oleh dana swasta juga lahir dalam perenungan kesendirian ini.
***
Saya akhirnya menyadari, profesi Walikota adalah leader sekaligus manager. Walikota adalah pemimpin pragmatis. Kadang keputusannya harus melawan populisme jika terpaksa.
Sebagai Walikota, sesekali harus berada di langitan membangun gagasan besar ala Nietzsche. Sesekali harus membumi berkotor-kotor pada realita jalanan ala Benjamin.
Di embusan angin jalanan itu lahir ragam solusi dan empati untuk kota Bandung. Dan bukan tidak mungkin, dari ide-ide jalanan akan lahir gagasan-gagasan besar untuk Indonesia yang lebih hebat.
Dengan bersepeda saya menemukan banyak jawaban. Bersepeda adalah kebutuhan. Mari bersepeda dan jangan pakai tapi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.