Terdakwa mengatakan, ia dan hampir seluruh laki-laki di kampungnya adalah pemburu babi. Jadi hampir semuanya memiliki senapan angin.
"Senapan itu juga dijual bebas, saya beli Rp 2 juta sama dengan pelurunya. Di mana-mana bisa dibeli bebas, tidak perlu izin, tidak pernah saya dimarahi polisi punya senapan," jawabnya.
Keterangan Wahed ini disampaikannya dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Singkil, Rabu hari ini.
Ketua PN Singkil As'ad Rahim Lubis menjadi ketua majelis hakim persidangan itu.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum Harri Citra Kesuma mendakwa Wahed dengan Pasal 340 KUHP jo subsider Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo subsider Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP.
Terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak jo Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2012 tentang Perizinan Senjata Api.
Seusai sidang, Harri mengatakan, kemungkinan pada sidang pekan depan akan menuntut terdakwa dengan Pasal 170 dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Wahed bersama Argas Tumangger, Daulat Tumangger, Samsuar Bancin, Takas Manik, dan Uteh Empong (kelimanya berstatus buron) didakwa melakukan penembakan terhadap massa PPI dengan senapan angin kaliber 5,5 milimeter.
Massa waktu itu hendak menghancurkan GKPPDN yang selama ini menjadi tempat terdakwa beribadah. Peluru dari senapan Wahed mengenai dada salah satu penyerang bernama Samsul hingga meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.