Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BOSF Selamatkan Bayi Orangutan dengan Luka Bekas Tebasan Parang

Kompas.com - 16/02/2016, 18:42 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani J

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Kondisi bayi orangutan ini mengenaskan. Ia terlihat kurus dan ketakutan. Terdapat luka memanjang dan belum kering benar antara dahi dan ubun-ubun di kepalanya.

Bayi orangutan ini menyerang siapa saja yang ada di dekatnya, termasuk pada tim penyelamat dari Borneo Orangutan Survival Foundation asal Samboja Lestari di Kutai Kartanegara.

Tim ini terdiri dari staf dan dokter BOSF. Mereka datang ke daerah perkampungan warga di Taman Nasional Kutai di Kutai Timur, Kalimantan Timur, Senin (15/2/2016) malam, berusaha mengevakuasi dan menyelamatkan bayi orangutan ini.

"Menyerang siapa saja yang ditemui adalah gejala stres yang dialami orangutan," kata staf komunikasi BOSF Samboja Lestari, Suwardi, Selasa (16/2/2016).

Bayi orangutan itu diamankan pengelola TNK dari tangan warga di dalam TNK Senin (15/2/2016) siang. Orangutan itu sudah tidak bersama induknya saat disita dari warga.

"Diduga, luka itu didapat akibat sabetan parang. Dari lukanya diperkirakan orangutan itu mendapat luka satu minggu belakangan ini," kata Suwardi.

"Ini temuan pertama dengan kondisi luka seperti itu," kata Suwardi.

BOSF mendapat kabar dari pengelola TNK bahwa pihak pengelola telah menyita satu orangutan berumur balita dari warga di TNK.

Pengelola mengaku tidak memiliki pengalaman menangani orangutan. Karenanya, mereka meminta pertolongan BOSF.

BOSF pun menyambut. Mereka menggerakkan tim penyelamat ke Kutim. Perjalanan panjang, berangkat Senin sore pukul 17.00 dan tiba pukul 24.00. Dokter BOSF memastikan individu orangutan berusia kurang dari 2 tahun. "Dilihat dari giginya," katanya.

Orangutan itu segera dilarikan ke pusat rehabilitasi. Ia dikarantina sebagai tahap awal masuk ke pusat rehabilitasi. Ia menjalani serangkaian pemeriksaan dan dititipkan ke klinik pengobatan.

Dokter setempat memberi obat anti-nyeri dan antibiotik dalam perawatan awal. Dalam kondisi stres, kata Suwardi, orangutan tak bisa ditemui. Untuk mengembalikan psikologi orangutan menjadi target awal perawatan.

"Perawatan awal bisa dua bulan dulu," kata Suwardi.

"Optimis bisa direhabilitasi karena ini bukan didapat dari peliharaan orang. Jadi rehabilitasi lebih berhasil nantinya," katanya.

Temuan bayi orangutan, menurut Suwardi, menunjukkan kesadaran bagi warga masih minim. Ini dibuktikan dengan bayi orangutan yang mengalami luka di kepala.

"Induknya bisa jadi memang sudah mati bahkan dibunuh, karena induk sudah pasti tidak melepas anaknya," katanya.

"Ini bentuk kesadaran warga kita yang masih sangat rendah," katanya.

Bayi orangutan disiksa dan diikat

Bayi orangutan yang mengalami penyiksaan tidak hanya ditemukan di Kutai Timur. Di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, juga pernah ditemukan bayi orangutan dalam kondisi terikat rantai yang melebihi berat badannya.

Kejora, begitu nama yang diberi BOSF, ditemukan dalam kondisi mengenaskan di depan barak karyawan perusahaan pembibitan kelapa sawit di kota Palangkaraya awal Februari 2016.

"Orangutan ini dirantai selama 6 bulan di situ," kata staf komunikasi BOSF Naru Menteng, Monterado Friedman.

BKSDA Kalteng menyita orangutan itu dari perusahaan pembibitan sawi di Palangkaraya. Orangutan itu langsung dititipkan ke Program Reintroduksi Orangutan Kalteng di BOS Nyaru Menteng untuk direhabilitasi.

Ia segera diisolasi sebagai bagian dari tahap karantina dan dilakukan pemeriksaan medis lengkap.

Diketahui terdapat luka bekas goresan benda tajam di dahinya dan luka bekas rantai besi di kedua sela paha kaki kiri dan kanannya.

Kejora tampak trauma atau ketakutan terhadap setiap orang yang mendekatinya.

"Ia bergerak mundur ke belakang seolah mencari tempat untuk bersembunyi dan mengeluarkan suara tangisan," kata pria yang lebih sering disapa Agung ini.

Dalam pemeriksaan lanjutan diketahui orangutan itu juga menderita cacingan dan demam berdarah.

"Kini ia senang dengan kehadiran kawan-kawan barunya yang sama-sama di karantina. Nafsu makan meningkat, segala buah dilahap, dihabiskannya," pungkas Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com