Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alih Fungsi Kawasan Resapan Air Tak Terkendali, Bandung Krisis Air Bersih

Kompas.com - 03/11/2015, 18:38 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan, keran-keran di beberapa daerah di Kota Bandung tak mengantarkan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)  ke rumah-rumah warga.

Sementara itu, sumur yang mengering hampir di  wilayah mengakibatkan warga Bandung dan sekitarnya terjebak dalam krisis air bersih yang cukup parah.

"Air PDAM nggak mengalir belakangan ini. Sesekali mengalir, tapi, setetes-setetes. Susah mandi, susah masak, susah nyuci, saya sampai sakit mikirin susahnya cari air," kata Aam (43), warga Jalan Banceuy, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Jawa Barat, Selasa, (3/11/2015).

Untuk mengatasi masalah ini, warga yang tinggal di perumahan mulai mengambil air dari sumur umum. Sayangnya, sumur itu juga mengering.

"Di sumur, air sudah nggak ada, sudah kering, karena ada air sedikit juga berebut," ujar Aam.

Air bersih di wilayah Bandung dan sekitarnya, yang juga dikenal dengan sebutan Bandung Raya, seolah menjadi barang mahal.

Bahkan, tak sedikit warga yang terpaksa menggunakan air keruh dan berbau untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka harus "berinovasi" dengan menyuling atau menyaring air kotor itu agar layak digunakan.

Kondisi menyedihkan ini terjadi di kawasan Banceuy, yang masih berada di seputaran pusat Kota Bandung. Salah satu warga yang harus kreatif menyaring air kotor ini adalah Iing Solihin (53).

"Kami saring lagi air keruh itu untuk mandi dan nyuci," katanya.

Jika tak mau susah, maka sebagian warga harus merogoh kocek untuk membeli air bersih.

"Kami sampai beli air. Per 1.500 liter harganya Rp 130.000," kata Suradi warga Buahbatu.

Salah satu penyebab krisis air bersih ini adalah musim kemarau yang tahun ini cukup ekstrem.
Namun, sebagai kota yang memiliki banyak sungai dan sumber air dengan debit air lebih dari lima liter per detik, seharusnya krisis air bersih tak dirasakan warga kota Bandung.

Namun, sungai dan sumber mata air tak bisa memberikan fungsinya secara maksimal karena kawasan resapan air di wilayah Bandung telah berubah fungsi.

Kawasan Bandung Utara (KBU) yang ditetapkan sebagai kawasan resapan air kini sebagian besar sudah menjadi permukiman, restoran, tempat usaha atau apartemen.

Celakanya, sebagian besar bangunan yang berdiri di KBU diduga tak memiliki perizinan yang seharusnya.

Kondisi itu dibenarkan Kasubid Humas PDAM Kota Bandung, Tarsum. Dia mengatakan KBU sebagai salah satu sumber air untuk wilayah Bandung, kini dalam kondisi memprihatinkan.

"Kawasan Bandung Utara dicor, di hotmix. Banyak berdiri bangunan, akhirnya kita yang jadi kelabakan," kata Tarsum di Bandung, Selasa, (3/11/2015).

Tarsum berharap, Pemprov Jawa Barat yang mengurusi masalah ini tak tinggal diam agar krisis air tak kembali terjadi kala musim kemarau menghampiri.

"Kami berharap kepada pemerintah, kepada gubernur, kepada para bupati agar duduk satu meja membahas ini. Bagaimana caranya agar ke depan tak seperti ini lagi," katanya.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Jawa Barat, Anang Sudarna membenarkan kawasan Bandung Utara yang ditetapkan jadi kawasan resapan air banyak yang beralih fungsi.

Peralihan fungsi ini tentu berdampak pada hilangnya sumber-sumber mata air.

"Sangat berdampak. Jelas sangat berdampak keberadaan bangunan, restoran, apartemen itu," kata Anang.

Anang mengakui, banyak bangunan, apartemen, restoran yang berdiri di KBU tanpa mengantongi izin dari pemerintah.

"Saya tidak bisa menyebutkan berapa banyak bangunan tanpa izin yang berdiri di KBU, yang jelas banyak sekali," kata dia.

Anang melanjutkan, bukannya Pemprov Jabar tidak mengetahui keberadaan bangunan tak berizin itu. Namun, para pemilik bangunan menggunakan cara-cara yang sangat licik.

"Modus operasinya bangun dulu, baru dia bikin perizinan. Makanya sekarang mereka (yang bangunan udah berdiri baru minta izin) kita perketat," tambah Anang.

Bagaimana dengan bangunan yang sudah terlanjur berdiri? Apakah mungkin, bangunan itu dihancurkan kembali, agar ada resapan air? "Boleh jadi dihancurkan," Anang menegaskan.

Namun sementara ini, kata dia, kebijakan yang diterapkan Pemprov Jabar adalah untuk bangunan yang sudah berdiri harus membebaskan sebagian lahannya untuk digunakan sebagai resapan air.

Selain itu, mereka juga diwajibkan membayar iuran kepada pemerintah.

"Mereka diwajibkan membayar kawasan resapan dan membebaskan lahan untuk kawasan resapan sesuai dengan aturan yang kita buat," papar Anang.

"Dan kita sekarang sudah membentuk satgas agar jangan lagi ada yang mendirikan bangunan di kawasan resapan air, KBU," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com