Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libur Asap Bikin Pendidikan di Riau "Galau"

Kompas.com - 02/11/2015, 08:49 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis

PEKANBARU, KOMPAS.com – Dampak bencana asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan selama tiga bulan terakhir, menyisakan problematika di dunia pendidikan. 

Para guru dan murid mengalami hambatan besar untuk mengejar ketertinggalan jadwal belajar, akibat libur panjang menyusul polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan.

Di Riau saja, lebih dari 1,5 juta peserta didik mengalami ketertinggalan pelajaran akibat libur asap sejak Agustus 2015. 

Anak-anak di Taman Kanak-kanak atau Pendidikan Anak usia Dini sudah menjalani libur selama tiga bulan. 

Adapun murid Sekolah Dasar libur selama 54 hari. Pelajar SMP dan SMA masing-masing libur selama 42 hari sehingga kehilangan 266 jam belajar (SMP) dan 308 jam (SMA).

Dinas Pendidikan Riau, sempat menetapkan kebijakan membuka sekolah dua hari dalam sepekan. Itu diberlakukan saat indeks standar pencemaran udara berada pada level berbahaya. 

Sekolah hanya buka pada Senin dan Kamis saja. Metoda belajar juga tidak seperti biasa, hanya dua jam. 

Guru menyampaikan modul pelajaran, memberi tugas dan bahan belajar lain di depan kelas untuk dikerjakan murid di rumah. Selama masa belajar pun, seluruh murid diwajibkan memakai masker.

Surat edaran Mendikbud

Kebijakan itu akhirnya dihentikan total setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengeluarkan surat Nomor 90623/2015 tertanggal 23 Oktober 2015, yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati yang daerahnya dilanda bencana asap.  

Surat itu berisi sembilan arahan penanganan pendidikan yang terkendala asap. Salah satu poin, meminta daerah meliburkan siswa apabila indeks standar pencemaran udara berada pada level berbahaya.

Poin ke-6 dari edaran Mendikbud menyatakan, bagi sekolah yang telah meliburkan siswa lebih dari 28 hari diberikan fleksibilitas waktu termasuk penyesuaian kalender akademik. 

Kondisi itu memungkinkan perubahan target kurikulum, jadwal ujian, bobot ujian nasional serta jadwal, dan bobot ujian masuk perguruan tinggi.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Riau, Kamsol, dalam rapat koordinasi Penanggulangan Dampak Asap di Jakarta pada 29 Oktober, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi telah berjanji mengambil langkah nyata untuk mengatasi dampak libur sekolah akibat asap. 

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Ribuan guru di Pekanbaru, dosen muda Universitas Riau dan mahasiswa Universitas Riau berdemo di depan Kantor Gubernur Riau, Jumat (23/10/2015).

Perlu regulasi

Sampai saat ini janji itu masih dalam bentuk wacana semata atau belum ada petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan terkait janji dimaksud.

Untuk itu, Kamsol meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ristek dan Pendidian Tinggi segera meluncurkan regulasi berbentuk kebijakan atas keputusan meliburkan sekolah akibat bencana asap. 

Regulasi itu sangat diperlukan daerah untuk menyusun pedoman dan mengatur strategi menghadapi ujian semester ganjil, ujian nasional serta penerimaan masuk perguruan tinggi.

“Harus ada kebijakan khusus karena menteri telah memerintahkan seluruh sekolah di daerah bencana asap, harus diliburkan." kata Kamsol, Minggu (2/11/2015).

"Sekarang ini, untuk menambah jam pelajaran tidak optimal, karena jadwal belajar semester ganjil hanya tersisa waktu satu setengah bulan. Sementara libur akibat asap sudah mencapai 42 hari dengan kehilangan jadwal belajar 260 sampai 300 jam pelajaran,” kata dia lagi.

Menurut Kamsol, Riau akan menambah jam pelajaran selama dua jam sehari sepanjang waktu tersisa semester ganjil. 

Langkah itu dapat mengejar ketertinggalan jadwal libur asap sekitar 80 sampai 90 jam. Artinya, jadwal tambahan hanya mampu memenuhi sepertiga dari total ketertinggalan.

“Yang menjadi kendala dan beban terutama buat pelajar kelas tiga SMA. Kalau jadwal dan bobot ujian masuk perguruan tinggi tidak ada penyesuaian, murid Riau akan kalah bersaing dengan daerah lain untuk masuk ke perguruan tinggi favoritnya," ujar Kamsol.

"Kami berharap, Mendikbud dan Menristek Dikti memiliki kebijakan khusus yang diimplementasikan dalam bentuk peraturan atau surat keputusan," sambungnya.

Menurut dia, hal itu dapat menjadi kekuatan hukum yang jelas buat daerah sekaligus memberi rasa aman dan ketenangan bagi siswa yang mengalami dampak psikologis karena ketertinggalan di sekolah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com