Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merekam Jejak Konflik dalam Sastra Nusantara...

Kompas.com - 10/08/2015, 09:28 WIB
Kontributor Lhokseumawe, Masriadi

Penulis

Mereka juga dicap sebagai pendukung Sukarno sekaligus pendukung PKI. Sehingga, rezim baru, Suharto, mematai-matai mahasiswa Indonesia di luar negeri. Seluruh mahasiswa diwajibkan melapor ke Kedutaan Besar Indonesia setiap tahun untuk memperpanjang paspor dan dilarang bersingungan dengan kegiatan politik.

Dewa tidak pulang ke Indonesia sampai Suharto lengser pada reformasi 1998. Dia memilih menikah dengan wanita Slovenia, bekerja hingga mendapat gelar doktor di negara itu.

Antara Fiksi atau Fakta
Sulit menyatakan bahwa sastra berlatar konflik sejarah Bangsa ini benar-benar berangkat dari fakta. Managing Editor Penerbit Kaki Langit Jakarta, Syafruddin Azhar menyatakan Kaki Langit menerbitkan novel berlatar konflik karya Nusa Kuswatin dengan judul “Lasmi” yang mengisahkan perjuangan tokoh Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) Jawa Timur.

Gerwani merupakan sayap PKI dan bergerak sejak 1950-1968 di Indonesia. Novel lainnya yang diterbitkan yaitu Sutasoma karya Cok Sawitri yang juga mengulas tentang PKI.

“Saya pikir minimal 25 persen unsur sejarah (fakta) konfliknya masuk ke novel. Selebihnya fiksi. Jika terlalu banyak faktanya, maka silakan baca buku sejarah tidak usah novel,” kata Syafruddin.

Dia menyebutkan, novel berlatar konflik merupakan cara lain mengajarkan sejarah pada generasi Bangsa.

Direktur Utama Batavia Publishing Jakarta, Aida MA, menyebutkan maksimal sekitar 40 persen kadar fakta dalam novel berlatar konflik dan sejarah itu. Dia menyebutkan, buku jenis itu jika dikemas dengan naratif deskriptif yang kuat maka akan menjadi laris manis.

“Misalnya novel Langit Kresna Haryadi yang Gajah Mada itu laris manis. Penulisan yang bagus, cover dan promosi yang bagus menentukan buku itu laris manis,” ujar Aida.

Syafruddin pun sepakat dengan Aida. Unsur promosi dan kualitas novel sangat menentukan penjualan novel berlatar konflik. Penerbitnya, sambung Syafruddin, memberi prioritas terhadap naskah-naskah berlatar konflik. Kisah ini memiliki segmen pembaca yang besar. Namun, harus ditulis secara renyah dan agak ngepop. Sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

Tren pembaca dewasa ini tidak ingin pusing memahami makna kalimat. Mereka cenderung ingin cerita mengalir, bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Cerita jenis ini akan terus ada sepanjang sejarah sastra Nusantara.

Cerita ini ini pula yang menghantarkan novel -Pulang,Amba, Langit Terbang di Kelam Malam- ke Frankfurt Book Fair 14-18 Oktober 2015 di Jerman. Indonesia sebagai tamu kehormatan dalam pameran buku terbesar sejagat itu.

Buku sastra Indonesia tampaknya ke depan semakin semarak dengan kisah berlatar konflik. Hal ini mengingat Bangsa yang kini berusia 70 tahun ini memiliki ritus kekerasan sejak perjuangan kemerdekaan, PKI, GAM, OPM, Poso, dan bentrok saat reformasi antara mahasiswa dan aparat keamanan.

Tampaknya deretan peristiwa itu akan menjadi sajian dalam sastra Indonesia. Hal itu mengingat banyak peristiwa dan fakta penting dalam Bangsa ini yang tak bisa disajikan saat ini, namun bisa disajikan di kemudian hari, dalam bentuk karya sastra.

Inilah mungkin yang dimaksud Seno Gumira Ajidarma -bahwa saat jurnalis dibungkam maka sastralah yang berbicara, untuk mencerahkan anak Bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami konflik sebelumnya. Dari situlah Bangsa belajar cara hidup damai, rukun di tengah ratusan juta penduduk yang sangat beragam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com