Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Relawan Pembasmi Kutu Rambut Para Pengungsi Rohingya

Kompas.com - 27/05/2015, 11:37 WIB


"Mungkin ini kutu yang agak besar, hitam, di antara kutu-kutu lain di kepala orang yang pernah saya lihat."

KOMPAS.com — Kata-kata itu diucapkan Siti Fatimah Sitepu, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Medan (Unimed), Sumatera Utara. Ia saat ini menjadi relawan Rumah Zakat yang membantu pengungsi Rohingya di Kuala Langsa.

Mahasiswi yang biasa dipanggil Sifa ini ikut menjadi relawan kemanusiaan dari kampusnya di Sumatera Utara. Pengalaman membantu proses keramas wanita Rohingya menjadi pengalaman pertamanya. Itu pun, ia langsung berurusan dengan kutu-kutu rambut yang ikut migrasi bersama warga Rohingya ke Kuala Langsa.

"Pertama saya semangat karena siapa lagi kalau bukan kita yang bantu mereka. Pas kami mulai bersihkan, tak sangka sebanyak itu kutunya," ujar Sifa, Senin (25/5/2015) lalu.

Kondisi rambut yang gimbal dan kulit kepala yang rata-rata sudah berkerak itu menggerakan hatinya untuk ikut membantu mencuci rambut pengungsi wanita Rohingya tersebut. Meski semula agak canggung karena memegang kepala wanita pengungsi, tekadnya kemudian bulat untuk membantu dalam proses keramas massal bersama lembaga The International Organization for Migration (IOM).

Seperti diceritakan Sifa, kondisi rambut mereka bisa seperti itu karena tak sempat keramas, apalagi mandi. Kondisi itulah, kata Sifa, yang menjadikan kepala mereka, para perempuan pengungsi Rohingya, seperti surga bagi kutu-kutu dari Rohingya yang terbawa ke Kuala Langsa.

Satu helai rambut rata-rata dipenuhi dengan telur kutu. Cengkeraman kaki-kaki kutu itu sangat kuat di antara helai-helai rambut wanita Rohingya.

"Saking banyaknya, relawan lain sempat kewalahan saat kutu-kutu itu hinggap dan bergerak cepat merayap di atas tangan-tangan mereka yang membantu keramas. Bahkan, ada kutu-kutu tersebut yang kami foto,'' ujarnya.

Bersama relawan lain, dari IOM, PMI, dan Rumah Zakat, Sifa mengaku cukup kaget dengan jumlah kutu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Selain kaum perempuan, sebanyak 200 laki-laki pengungsi Rohingya juga dicukur.

"Tak pernah saya lihat satu helai rambut dipenuhi banyak telur kutu seperti itu, dari pangkal hingga ujung rambut," ujar Sifa.

Proses keramas itu berlangsung beberapa tahap. Pertama, para wanita itu keramas memakai sampo, seperti yang lazim dilakukan banyak orang. Setelah itu, rambut mereka kemudian dibaluri obat untuk membunuh kutu.

"Kami olesi hingga jalur-jalur rambut di kepala mereka. Tunggu sekitar sepuluh menit, baru tahap selanjutnya adalah membuang kutu yang telah mati dengan cara mengurut helai per helai rambut," papar Sifa.

Langkah itu dilakukan untuk memudahkan proses keramas dan menata rambut agar kembali menjadi seperti sedia kala, normal, dan bebas dari bentuk gimbal.

Meski demikian, kata Sifa, tidak semua perempuan Rohingya mau jika rambutnya dibersihkan. Mungkin karena malu atau fasilitas keramas yang masih terbuka, mereka lantas enggan berkeramas.

"Ada yang mau jika keramas di kamar mandi tertutup dan kami kawani. Namun, ada yang minta sendiri, lalu kami kasih obatnya," kata Sifa.

Sebagian perempuan Rohingya mungkin tidak mau terlihat terbuka karena kondisi tempat keramas pun berdampingan dengan tempat keramas laki-laki.

"Kami juga berpikir begitu. Mungkin bisa dipikirkan nanti ada tempat agak tertutup agar semua wanita bisa berkeramas dengan nyaman," ujarnya.

Merasa nyaman setelah berkeramas, sebagian dari mereka memanggil kawan-kawan wanita lainnya. Kepada relawan, mereka memberi bahasa isyarat agar menunggu wanita Rohingya lain yang akan keramas.

"Awalnya mereka biasa saja, tetapi pas melihat betapa banyak kutu di rambut mereka yang mati terkapar di tanah, mereka cukup terkejut. Ini terlihat dari raut wajahnya," ujarnya.

Sifa juga manusia. Ia masih teringat dengan kutu-kutu tersebut, jumlah terbanyak yang pernah ia bersihkan seumur hidupnya. Terlebih lagi, proses keramas pada Sabtu lalu itu dilakukan menjelang Sifa makan siang.

"Bagaimana ya, agak kebayang-bayang juga sih waktu mau makan siang kemarin. Pengalaman ini mudah-mudahan jadi amal saleh kita semua, membantu meringankan derita saudara kita," katanya.

Ia pun mengaku, keramas kali ini bukan proses cuci rambut biasa. Rambut-rambut tersebut telah lama terpapar matahari dan ganasnya ombak Samudra Hindia.

"Mungkin ini kutu yang agak besar, hitam, di antara kutu-kutu lain di kepala orang yang pernah saya lihat," kenangnya. (Arif Ramdan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com