Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biduk Usang Manusia Perahu

Kompas.com - 06/04/2015, 13:01 WIB
Herwanto

Penulis

KOMPAS.comPenangkapan nelayan asing berstigma manusia perahu di perairan Berau, Kalimantan Timur, 17 November 2014. Nelayan asing yang berasal dari Samporna Malaysia dan Bago-bango Philipina dikumpulkan di Tanjung Batu, kecamatan Pulau Derawan. Selama dua bulan di penampungan, hingga akhirnya, 17 Januari 2015, sebanyak 676 nelayan asing dilepaskan agar kembali ke daerah asal mereka.

Sebuah cerita dan sinopsis program Cerita Indonesia Episode "Manusia Perahu" (Edisi Perbatasan). Tayang Senin, 6 April 2015 pukul 22.00 WIB.

Nelayan asing atau manusia perahu?

Manusia perahu identik dengan Suku Bajo, yang sebagian besar hidupnya dihabiskan meniti buih laut di atas perahu. Sebutan lain bagi manusia perahu adalah orang laut. Manusia perahu menjelajah laut tanpa mengenal batas perairan negara.

Manusia perahu juga sering disamakan dengan nelayan asing. Stigma ini tidak sepenuhnya benar, karena karakter keduanya tidak sama. Nelayan asing menggunakan mesin dengan kapal berukuran besar. Kesamaannya adalah bahwa mereka banyak menghabiskan waktunya di atas air.

Inilah fenomena yang telah terjadi berulangkali di perairan Berau, Kalimantan Timur. Gelombang kedatangan manusia perahu telah berlangsung  bertahun lampau. Banyak yang menetap sebagai warga, seperti halnya di Pulau Maratua. Masyarakat Maratua meyakini mereka berasal dari Suku Bajo, sang penjelajah laut.

Sekira lima tahun terakhir, kedatangan para nelayan asing di beberapa tempat di kabupaten Berau, semakin meresahkan warga. Dari perusakan karang tempat ikan-ikan hidup, hingga laporan kehilangan logistik di bagan-bagan nelayan lokal.

Menurut Ismail Wahid, Kapolsek Pulau Derawan, pada 2010, nelayan asing asal Malaysia, pernah diamankan di Balikukup. Namun wacana ketika itu adalah para nelayan asing terdampar. Selanjutnya, mereka dibawa dan diurus Pemda Berau.

Karena terdampar, pihak pemda merawat mereka di dinas sosial. Bahkan kapal-kapal yang rusak diperbaiki, sehingga mereka bisa kembali ke kapal dan pulang ke negara asal.

Bulan Juni 2013, lagi-lagi nelayan asing diamankan ketika sedang ada patroli laut. Sekira 20 kapal dikumpulkan di dermaga Tanjung Batu. Ketika itu, pihak terkait akan memulangkan nelayan asing seperti pada 2010.

“Saat itu kami koordinasi dengan muspika kecamatan dan koramil saat itu, mereka mau memberi apa yang mereka minta. Namun kalau saya melihat bahwa kalau mereka diberi apa yg mereka minta, maka mereka akan kembali lagi ke sini,” kata Ismail Wahid.

Penangkapan nelayan asing pada 2014 lalu di perairan Berau, mungkin menjadi yang terbanyak. Nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi seperti Batu Putih, Derawan, Balikukup, Talisayan dan Pulau Panjang, dalam rentang 17 November hingga 6 Desember, terkumpul sebanyak 676 orang dari usia bayi hingga lanjut usia. Dari pendataan yang dilakukan polsek dan dinas sosial, sebanyak 588 orang berasal dari daerah Samporna, Sabah Malaysia. Sisanya, sebanyak 88 orang, berasal dari Bango-bango Philipina.

KOMPAS TV / MAULANA BACHRI Distribusi bantuan logistik ke perahu-perahu milik nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi di Perairan Berau, Desa Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan.
Antara kemanusiaan dan kedaulatan

Seluruh nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi di perairan Berau, digiring dan seterusnya dikumpulkan di tenda penampungan di Lapangan Bulalung, Desa Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan.

Pada 17 Desember 2014, ada rencana pemulangan, atas kebijakan pemda. Namun rencana tersebut tidak terlaksana karena pemerintah pusat, yaitu Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, belum memberi keputusan untuk pemulangan seluruh manusia perahu.

Apalagi, pemerintah Malaysia belum sepakat mengakui ratusan manusia perahu tersebut sebagai warga negara Malaysia. Sedangkan Filipina mengakui 88 manusia perahu tersebut sebagai warga negaranya.

Tak pelak, seluruh manusia perahu pun kembali ke tenda penampungan sampai waktu yang belum pasti. Menjalani lagi rutinitas di tenda yang disediakan. Berbagai elemen masyarakat dan instansi pemerintah bahu membahu dengan koordinasi yang baik selama mengurus mereka di penampungan. Dari mulai beberapa dinas dari Pemda Berau, satuan tanggap bencana, koramil, polsek, hingga relawan yang membantu meyediakan logistik sehari-hari untuk seluruh orang di tenda penampungan.

Setiap hari, beberapa nelayan asing dengan dikawal polsek dan dinas perikanan, memeriksa perahu dan kapal-kapal mereka. Tujuannya, agar kapal-kapal tersebut dirawat agar tidak tenggelam.

Proyeksinya, ketika mereka semua dipulangkan kembali ke negara asal, maka akan menggunakan kapal mereka sendiri. Kapal-kapal dan perahu berbagai ukuran milik nelayan asing ini berjejer di Pelabuhan Tanjung Batu yang dikelola Pelindo.

KOMPAS TV / MAULANA BACHRI Nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi di Perairan Berau, menerima bantuan di tenda penampungan di Lapangan Bulalung, Desa Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan.
Lingkungan darat

Kebiasaan hidup nelayan asing yang banyak menghabiskan kesehariannya di laut, membuat mereka, yang juga dikenal dengan sebutan "orang pelau" ini, harus membiasakan diri dengan lingkungan darat.

Holsita (37), seorang nelayan asing dari Samporna Malaysia, mengaku sering sakit kepala justru karena tidak tinggal di perahu.

“Kalau di kapal kami merasa nyaman, anak-anak senang mandi. Begitu lihat air langsung mandi. Jadi kalau di darat rasanya tertekan, karena tidak bisa kena air laut,” ujar Holsita, dengan bahasa Bajo yang kental.

Bahwa identifikasi manusia perahu yang tidak mengenal darat bagi para nelayan asing ini, memang tidak sepenuhnya benar. Apa yang tersaji di penampungan, segera kesan yang muncul, bahwa nelayan asing sangat terbiasa dengan darat. Permainan darat seperti bola voli , dan permainan karet yang dilakukan anak-anak, harus dilakukan di atas tanah.

Definisi baku manusia perahu, adalah benar-benar tinggal di laut, dalam biduk yang sekaligus dijadikan bahtera rumah tangga. Bila pun merapat ke pulau atau daratan, maka tidak akan berlama-lama tinggal di daratan.

KOMPAS TV / MAULANA BACHRI Bocah-bocah yang turut dalam nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi di Perairan Berau, dikumpulkan di tenda penampungan di Lapangan Bulalung, Desa Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan.
Pemulangan

Sebulan berselang, akhirnya ada kabar baik dari pemerintah pusat, menyoal keputusan pemulangan manusia perahu. Pada 17 Januari 2015, seluruh manusia perahu, akhirnya bisa dipulangkan dengan pengawalan kapal-kapal dari berbagai instansi pemerintah, 2 kapal KRI, 2 kapal polairud Mabes Polri, 2 speedboat Polres Berau, 1 speedboat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Berau, dan 2 speedboat TNI Lanal Tarakan.

Simulasi yang telah dilakukan sebulan sebelumnya, mempermudah mengatur ratusan orang ini hingga masuk ke kapal-kapal mereka. Setiap kapal nelayan asing telah disiapkan kebutuhan untuk makan selama perjalanan, termasuk bahan bakar minyak sebanyak 200 liter per kapal. Satu kapal bisa memuat dua hingga tiga keluarga.

Koordinat pelepasan seluruh nelayan asing ini, dilakukan hingga ke Karang Unarang, dekat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang juga termasuk wilayah perbatasan.

Selanjutnya mereka kembali ke daerah asal masing-masing di Samporna dan Bango-bango. Herwanto - Kompas TV

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com