Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatasi Siksaan Waktu di Jalan Raya Sukabumi-Bogor

Kompas.com - 12/11/2013, 10:13 WIB

KOMPAS.com — TRUK yang dikemudikan Ustab (55) keluar dari pabrik air minum dalam kemasan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pukul 06.00. Sejauh 12 kilometer kemudian di Kabupaten Bogor, waktu sudah pukul 10.00.

Truk yang dikemudikan Ustab sudah terjebak kemacetan sejak keluar dari pabrik. Di depan dan di belakang kendaraan bercat putih itu berderet mobil, bus, dan truk. Dari arah selatan menuju utara, antrean kendaraan menunggu giliran melintasi Jembatan Caringin, Jalan Raya Sukabumi- Bogor, Kabupaten Bogor.

Kemacetan itu disebabkan perbaikan Jembatan Caringin belum selesai. Jembatan itu di satu sisi runtuh pada Selasa (8/10/2013). Prasarana runtuh diduga akibat tebing tanah di bagian kolong tergerus aliran anak Cisadane. Warga menyebutnya Kali Butowereng. Debit sungai meninggi karena hujan nyaris tiada henti sejak dua hari sebelum bencana.

Selama perbaikan, kendaraan harus bergantian melintasi satu sisi. Panjang antrean kendaraan mencapai 20 kilometer dari Sukabumi menuju Jembatan Caringin. ”Sejak keluar dari pabrik kena macet, makanya lama banget cuma sampai di Jembatan Caringin,” kata Ustab.

Sebelum jembatan itu runtuh, arus lalu lintas di Jalan Raya Sukabumi-Bogor juga sudah padat dan cenderung macet. Selama ini, dari pabrik sampai simpang empat Ciawi di Bogor, Ustab perlu waktu 2 jam. Namun, karena perbaikan prasarana yang belum selesai, perjalanan Ustab menjadi 5-6 jam.

Perjalanan hingga 6 jam itu pun belum selesai. Tujuan truk bukanlah Ciawi, melainkan Pondokgede, Kota Bekasi. Itu berarti Ustab masih harus menempuh perjalanan lagi selama 2 jam. Untuk mengantarkan air minum dari Sukabumi ke Bekasi yang tidak sampai 90 kilometer, Ustab harus menempuh perjalanan selama 8 jam.

Jalan Raya Sukabumi-Bogor adalah ruas utama dan terdekat dari Sukabumi ke Bogor. Jarak tempuh sejauh 57 kilometer itu seharusnya bisa ditempuh hanya dalam 2 jam. Namun, sejak kerusakan Jembatan Caringin, jarak tempuh molor hingga 5 jam sampai 6 jam.

Sebelum jembatan runtuh, kata Ujang (40), warga Caringin, dari lokasi ke Ciawi biasanya cuma ditempuh 30 menit hingga 60 menit. Sejak jembatan itu hanya bisa dilalui satu sisi, jarak tempuh menjadi semakin lama karena antrean kendaraan yang panjang.

Kondisi ini mendorong Ujang masuk jalur alternatif Cigombong-Caringin-Cijeruk lewat kaki Gunung Salak. Jalannya memang lebih sempit dibandingkan jalur Jalan Raya Sukabumi- Bogor, tetapi waktu tempuhnya menjadi lebih cepat.

Namun, sayangnya, tidak banyak pengguna jalan yang tahu jalur alternatif. Warga yang akan melalui jalur itu biasanya akan meminta dipandu warga. Imbalannya, pemilik kendaraan harus merelakan biaya Rp 50.000 untuk dipandu dari titik kemacetan ke jalur alternatif Cigombong sejauh 5 kilometer.

Kondisi jalur ”neraka” itu pula yang membuat para pengemudi angkutan umum Mitsubishi L300 mengubah rute. Namun, perubahan itu membuat jalur tempuh menjadi lebih jauh. Penggunaan bahan bakar yang sebelumnya hanya Rp 100.000 kini menjadi Rp 150.000 hingga Rp 200.000.

Belum lagi pungutan Rp 2.000 per pos Dinas Angkutan Jalan Kabupaten Bogor. Pada jalur alternatif itu, ada tiga pos pungutan. Sejumlah faktor itulah yang membuat mereka menaikkan tarif Rp 10.000 menjadi Rp 35.000 per penumpang.

”Jalur alternatif ini lebih jauh, bensinnya lebih boros dan ada pungutan biaya,” kata Abidin (45), sopir Mitsubishi L300 Sukabumi-Bogor.

Menurut Abidin, jalan itu sebenarnya bukan jalur Mitsubishi L300, tetapi karena macet, jalur alternatif itu terpaksa harus dilalui. ”Makanya, ongkos penumpang dinaikkan,” katanya.

Namun, kini penumpang di jalur Sukabumi-Bogor punya alternatif angkutan kereta sejak pengoperasian KA Pangrango. Dengan membayar tarif eksekutif Rp 35.000, penumpang bisa menikmati kursi empuk, ruangan sejuk, dan juga waktu tempuh perjalanan hanya dua jam. Sayangnya, kapasitas angkutan hanya 368 tempat duduk per perjalanan.

Mengatasi keterbatasan itu, satu-satunya jalan ialah melalui jalur alternatif Cigombong. Namun, sayang, jalur alternatif itu hanya boleh dilintasi kendaraan berbobot maksimal 5 ton. Truk dan bus berbobot di atas 5 ton hingga maksimal 20 ton harus lewat jalan raya.

Sopir truk, bus, dan kendaraan besar lainnya hanya bisa pasrah. Mereka harus bersabar dan menjaga komunikasi dengan konsumen di tujuan karena pengiriman barang lebih lama. Saat kendaraan tidak bergerak, mesin dimatikan dan sopir akan tidur.

Lama

Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor Edy Wardani mengatakan, pembangunan kembali Jembatan Caringin perlu 2-3 bulan. Saat ini, yang diprioritaskan adalah penempatan dan pengoperasian satu lagi jembatan bailey oleh personel Kostrad TNI Angkatan Darat sehingga dua lajur bisa dilalui.

Adapun jembatan berketinggian 20 meter dari permukaan Kali Butowereng berstruktur tanah labil. Selain penempatan jembatan bailey guna kondisi darurat, pengerjaan struktur juga dilakukan. Salah satunya, penguatan fondasi dan struktur tanah dengan tindakan awal peletakan beronjong (susunan batu dalam keranjang kawat). Setelah itu, tebing akan ditanggul sehingga kukuh untuk penempatan rangka jembatan baru.

Selama perbaikan jembatan, kendaraan terpaksa mengantre. Dalam kondisi seperti ini, tidak sedikit pengendara yang menyerobot karena tidak sabar menunggu.

”Dalam kondisi macet, pilihan terbaik adalah lewat jalur alternatif atau mematuhi petugas. Jangan bikin tambah semrawut dengan menyerobot atau akan ditindak,” kata Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Mohammad Chaniago. (Ambrosius Harto Manumoyoso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com