Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi PSK demi Membiayai Anak Belajar di Pesantren

Kompas.com - 11/11/2013, 21:40 WIB
Kontributor Kendal, Slamet Priyatin

Penulis


KENDAL, KOMPAS.com
 — Menjadi seorang PSK bukanlah sebuah pekerjaan yang diinginkan, melainkan karena keterpaksaan. Magdalena rela menjadi seorang PSK demi membiayai anaknya yang sedang menuntut ilmu, salah satunya di pesantren.

SJ malam itu terlihat duduk di bangku panjang salah satu rumah di lokalisasi Gambirlangu (GBL), Sumberjo, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Di sela jari telunjuk dan tengah tangan kanannya, terselip sebatang rokok mild. Sesekali, perempuan berkulit sawo matang dan berambut sebahu ini meminum air berwarna merah yang ada di botol plastik. Tak ada tolakan yang keluar dari mulut mungilnya saat Kompas.com mendekati dan minta izin duduk di sisinya.

"Silakan, Mas," katanya ramah sambil bergeser ke kiri saat Kompas.com hendak duduk.

Sambil tersenyum, perempuan yang akrab disapa Magdalena ini menanyakan tujuan kedatangan Kompas.com. Awalnya, perempuan manis ini mengira kalau Kompas.com akan memanfaatkan jasanya. Namun, setelah dijelaskan maksud dan tujuan Kompas.com, Magdalena sempat terkejut dan menolak untuk diwawancara. Alasannya, ia takut keluarganya akan mengetahui pekerjaan dia yang sebenarnya.

Meski demikian, Magdalena akhirnya bersedia diwawancara tentang kehidupannya. Ibu tiga anak ini mengaku dilahirkan dari keluarga miskin. Ayah dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Mereka hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke kelas III sekolah dasar.

"Saya punya dua saudara. Kakak saya juga tidak tamat SD. Sekarang sudah bersuami dan menjadi buruh tani di desanya," kata Magdalena yang mengaku sudah berusia 31 tahun itu.

Magdalena terjun ke dunia pelacuran pada 1998. Saat itu, ia datang ke Semarang dengan tujuan mencari pekerjaan. Namun karena tidak punya ijazah, ia mengaku tidak ada perusahaan yang bersedia menerimanya. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan seorang sopir truk. Sopir itu merawatnya hingga akhirnya merenggut keperawanannya. Setelah puas dan bosan, sang sopir membawanya ke GBL. Awalnya, Magdalena tidak tahu kalau GBL adalah kompleks lokalisasi.

"Sebenarnya saya mau pulang. Tapi saya malu pada keluarga dan tetangga. Padahal kota saya dengan GBL ini bersebelahan," kata Magdalena sambil menyebutkan salah satu kota tempat asalnya.

Meskipun sudah menjerumuskan Magdalena ke tempat pelacuran, sopir truk itu tetap mendatanginya. Hingga akhirnya, mereka menikah dan memiliki satu anak.

"Saat hamil, saya keluar dari GBL dan hidup bersama Mas P yang bekerja sebagai sopir truk itu," aku Magdalena.

"Terdampar" di Medan

Setelah memiliki anak dan hidup serumah dengan status nikah siri, Mas P jarang pulang. Padahal, anaknya butuh susu. Akhirnya, Magdalena memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya dengan harus menahan malu.

"Hanya beberapa bulan pulang ke rumah, saya menjadi TKW ilegal di Malaysia," ujarnya.

Di negeri Jiran, rupanya nasib baik belum berpihak kepada Magdalena. Baru beberapa bulan bekerja sebagai pembantu di Malaysia, ia mendapati masalah karena menjadi TKW ilegal. Akhirnya, ia bersama TKW ilegal lain memilih kabur melalui jalur darat dan masuk ke Kalimantan.

"Saya ikut teman TKW asal Medan. Tapi beberapa minggu di Medan, saya bingung karena tidak dapat pekerjaan dan harus menumpang tinggal di rumah teman. Akhirnya, saya memilih kembali menjadi seorang pelacur di salah satu lokalisasi yang ada di Medan," akunya sambil mengambil sebatang rokok di bungkusnya, dan kembali menyulutnya.

Setelah mengisap beberapa kali rokok putih itu, Magdalena kembali bercerita. Menurutnya, menjadi PSK di lokalisasi di Medan, banyak pelanggan yang suka padanya.

"Saya punya jurus seks yang jitu, untuk mengikat pelanggan. Wajah saya tidak amat cantik sehingga saya harus bisa memuaskan pelanggan dengan pelayanan," katanya sambil tertawa renyah.

Suatu ketika dia bertemu dengan seorang pria berinisial S di lokalisasi itu. Karena tertarik dengan pelayanan Magdalena, S pun mengajaknya menikah. Magdalena pun tidak menolak, sebab dia ingin hidup normal layaknya perempuan lain, punya suami dan anak.

Kembali ke GBL demi pendidikan anak

Namun setelah menikah, harapan Magdalena untuk hidup bahagia bersama suami barunya itu pupus sudah. Suaminya ternyata seorang pencandu narkoba. Meski demikian, secara ekonomi sebenarnya mereka tidak berkekurangan.

"Tapi kan saya pengen hidup bahagia, sementara suami saya sering pulang mabuk, dan lama kelamaan saya tidak pernah dijamah," ucapnya.

Magdalena mengaku mencoba terus bertahan untuk menjadi istri S, tetapi tidak kuat. Suaminya sering mabuk dan lupa pada keluarganya. Puncaknya terjadi pada awal tahun 2013, ia minta cerai dan memilih pulang ke Jawa.

"Bersama S, saya punya dua anak laki-laki. Yang paling kecil saya bawa dan saya titipkan ke orangtua. Yang besar saya tinggal karena lebih memilih bersama neneknya. Anak perempuan saya—yang saya tinggal menjadi TKW—belajar di pondok pesantren," ucapnya lirih.

Untuk membiayai dua anaknya, Magdalena kembali ke GBL, tempat awal dia menjadi seorang PSK. Tiga bulan di GBL, Magdalena mengaku banyak memiliki pelanggan. Dalam satu hari, tamu yang datang kepadanya 4 hingga 8 orang. Tamu-tamu itu ada yang membayarnya Rp 100.000, ada juga yang lebih.

"Ada yang memberi saya Rp 200.000 karena puas dengan pelayanan saya," ceritanya bangga.

Perempuan yang kerap berbicara dengan bahasa Batak campur Jawa ini mengaku pelanggannya kebanyakan orang tua berusia 45 hingga 50 tahun.

"Kalau anak muda, tidak mau dengan saya. Yang mereka cari biasanya yang cantik-cantik dan usianya juga muda. Tapi saya malah senang. Saya pernah main dengan orang muda, mainnya kasar. Kalau sama orang tua, mainnya halus dan selesainya cepat," katanya sambil tertawa terbahak-bahak.

Saat ditanya, apakah selamanya akan menjadi seorang PSK, Magdalena buru-buru menjawab tidak. Ia masih ingin berkeluarga, meskipun sudah dua kali gagal. Namun yang terpenting baginya saat ini adalah mencari modal untuk membuka usaha dan menyekolahkan anaknya supaya pintar dan tidak bernasib seperti dirinya.

"Saya ingin membuka usaha. Syukur-syukur kalau ada laki-laki yang mau menikahi saya," harapnya.

Magdalena mengaku, saat ini dia sudah memiliki pacar seorang penjual buah. Namun, lelaki itu masih punya istri sehingga ia belum bersedia untuk diajak menikah. Magdalena takut perkawinannya akan gagal lagi. Lagi pula, ia tidak ingin merusak keluarga orang lain. Oleh karenanya, meskipun sudah sepakat berpacaran, Magdalena tetap menganggap lelaki itu salah satu dari pelanggannya.

"Saya juga seorang perempuan. Akan sakit kalau suaminya dibawa orang," tambahnya.

Setelah itu, Magdalena diam beberapa saat. Sebab ada mobil yang berhenti di depan pondokannya. Tak lama kemudian, sopir mobil itu keluar dan menyapa Magdalena dengan senyum.

"Ceritanya sudah dulu, ya. Ada pelanggan. Saya jangan difoto, lho," bisiknya pelan.

Setelah berbisik, Magdalena berdiri dari tempat duduknya dan menyambut sang tamu. Beberapa saat berbicara, Magdalena pun mengajak tamunya masuk. (tamat)

***

Baca Juga:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com