Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grebeg Gulai, Tradisi Ngalap Berkah di Magelang

Kompas.com - 18/10/2013, 10:16 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Biasanya kita mendengar atau menemui gunungan berupa hasil bumi maupun makanan tradisional. Tapi, di Kota Magelang, Jawa Tengah ada sebuah tradisi yang memakai makanan gulai kambing untuk membuat gunungan.

Bagaimana bisa? Ya, tradisi grebeg gulai kambing merupakan tradisi yang biasa digelar oleh masyarakat Kampung Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang setiap bulan Dzulhijah, bulan besar untuk kalender Islam.

Menurut Dalimin, sesepuh desa setempat, tradisi ini merupakan untuk menghormati leluhur desa yang telah meninggal. Selain untuk nguri-nguri (melestarikan) tradisi yang sudah ada secara turun-temurun.

Mengawali tradisi ini, warga mulai dari laki-laki, perempuan, dewasa, hingga anak-anak terlebih dulu berkumpul di lapangan Kwarasan kampung setempat. Khusus perempuan, bertugas membawa gulai kambing yang telah diwadahi kendil kecil atau semacam tempayan terbuat dari tanah liat.

Setelah itu, mereka berjalan beiringan menuju makam sesepuh di Desa Tuk Songo, sekira satu kilometer dari lapangan Kwarasan. Mereka melawati areal persawahan berkelok-kelok nan hijau dan asri.

Suasana tradisional terasa begitu kental karena mereka memakai pakaian adat jawa serta iringan musik gending jawa Sesampai di makam, puluhan mangkuk gulai yang dibawa dijadikan satu ke dalam kendil besar.

Selanjutnya kendil itu diserahkan kepada penjaga makam. Kendil dan gunungan hasil bumi didoakan dan barulah diperebutkan warga. "Jika dapat membawa pulang dan memakan gulai itu diharapkan bisa dapat membawa berkah," ucap Dalimin.

Bersamaan dengan itu masyarakat sudah banyak yang menunggu sambil duduk lesehan di atas alas atau tikar yang dibawa dari rumah masing-masing. 

Selain membawa tikar atau alas untuk duduk lainnya, warga pun datang juga membawa tas yang berisi makanan, ada yang berbentuk nasi kuning lengkap dengan lauk-pauknya, nasi putih dengan beberapa lauk sayur-sayuran maupun jajanan buatan sendiri.

Dalimin berujar, tradisi ini merupakan wujud rasa syukur warga kepada Sang Pencipta. Warga berharap akan diberi kemurahan rejeki dan terhindar dari malapetaka dan pageblug. "Padeblug adalah suatu peristiwa yang terjadi ratusan tahun lalu di wilayah Cacaban. Padeblug ini telah menewaskan banyak warga," kata Dalimin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com