Dalam penjelasannya, kedua lembaga adat menilai kehadiran PT PUM yang mengklaim sebagai pemasok utama komoditas lokal bagi katering tambang emas Freeport telah melanggar kesepakatan antara masyarakat adat selaku pemilik ulayat dan pihak Freeport.
Menurut Thomas, dalam kesepakatan January Agreement tahun 1974 dan MoU tahun 2000, dijelaskan bahwa masyarakat asli khususnya Amungme Kamoro diberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan lokal bagi perusahaan tambang emas yang berpusat di Amerika Serikat tersebut.
Dalam perjalanannya menurut Thomas, pasokan kebutuhan sayur mayur dan buah untuk pekerja tambang dipenuhi dari hasil para petani di Timika dan sekitarnya baik asli ataupun para transmigran.
Thomas lalu mendesak agar Pemerintah Kabupaten Mimika beserta DPRD Mimika juga harus peduli dengan permasalahan ini, sebagai bentuk proteksi terhadap petani lokal di Kabupaten Mimika. “Kalau tidak ada tanggapan, kami akan menurunkan semua petani di Timika untuk berujuk rasa ke PT Freeport Indonesia,” tegas Thomas.
Terkait persoalan ini, juru bicara PTFI Daisy Primayanti yang dihubungi melalui telepon selulernya enggan berkomentar, dan meminta untuk langsung menghubungi PT Pangan Sari Utama selaku kontraktor penyedia jasa katering PTFI.
Sementara dari pihak PT Pangan Sari Utama juga belum memberikan komentar terkait permasalahan ini.