"Kami menyegel kantor sampai pihak Kementerian memberikan kepastian hukum yang memihak masyarakat. Karena SK itu membuat 20.000 rumah di Batam menjadi hutan lindung," kata Lubis, seorang perwakilan warga yang menghadiri rapat.
Penyegelan itu dilakukan dengan menggunakan kain plastik spanduk yang ditempelkan di pintu ke luar bertuliskan "Utusan Menhut tidak boleh ke luar sebelum ada keputusan alih fungsi lahan pemukiman rakyat".
Segel itu juga berisi tuntutan masyarakat yaitu menolak SK Menhut, Kota Batam bukan hutan lindung dan meminta Menteri mencabut SK Menhut No.463/Menhut-II/2013.
Perwakilan masyarakat juga duduk di depan pintu untuk menghadang seluruh peserta rapat yang hendak ke luar. "Kalau ke luar peserta rapat ke luar, maka kami masyarakat akan langsung bertindak," kata dia mengancam.
Dalam rapat, perwakilan Apindo Batam Ampuan Situmeang meminta semua peserta rapat, termasuk perwakilan Menteri Kehutanan, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Masyhud menandatangani surat untuk jaminan untuk warga yang sudah memiliki sertifikat. "Harus ada legal memorandum," kata dia.
Anggota Komite II Bahar Ngitung mengatakan rapat itu tidak bisa mengambil keputusan, karena sifatnya hanya pendampingan. "DPD melakukan pendampingan memanggil perwakilan Kemhut untuk mendengar warga," kata dia.
SK Menhut Nomor 463 memutuskan lebih dari 20.000 rumah di Batam, Kantor Wali Kota, Kantor BP Batam, Kantor Kejari dan lainnya, juga kawasan bisnis seperti Nagoya serta kawasan industri sebagai hutan lindung.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.