Salin Artikel

IMIP, Keajaiban Hilirisasi Nikel di Indonesia

KOMPAS.com - Di musim pemilu Indonesia belakangan ini, kata-kata hilirisasi nikel akrab di telinga kita. Industri nikel menjadi komoditas perbincangan politik para kontestan pemilu.

Mari kita lepaskan sejenak atmosfer pemilu dan melihat "keajaiban industri nikel” yang menggeliat di salah satu sudut kaki Pulau Sulawesi, di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Kecamatan Bahodopi berjarak 53 kilometer dari ibu kota Kabupaten Morowali.

Pekan lalu, Kompas.com bersama sejumlah media nasional berkesempatan mengunjungi kawasan ini.

Jauh sebelum hiruk pikuk musim kampanye tahun ini, sekitar sepuluh tahun lalu, 15 Oktober 2013, sebuah kawasan industri nikel di wilayah itu mulai dikembangkan dari semula hutan belantara menjadi kawasan industri nikel terbesar di Asia Tenggara. Namanya IMIP, Indonesia Morowali Industrial Park.

Lokasinya di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, persis di bibir Laut Banda.

Jaraknya sekitar 1.700 kilometer dari Monumen Nasional di Jakarta dihitung lurus menyeberangi lautan menggunakan Google Maps.

Hanya dalam waktu lima tahun, produksi nikel di IMIP menjadi yang terbesar di Indonesia dan menyalip perusahaan BUMN, PT International Nickel Indonesia (INCO) atau dikenal sebagai PT Vale yang semula merupakan pemain dominan di industri nikel Tanah Air.

Sebelumnya, pada 2014, menurut data Kementerian Perdagangan, kontribusi PT Vale terhadap produksi logam nikel nasional mencapai 77 persen. Namun, pada 2018, kawasan IMIP menyumbang 50 persen dari total produksi nikel di Indonesia.

IMIP adalah kawasan industri yang luasnya kini sekitar 5.000 hektar menuju 6.000 hektar, sedikit lebih luas dari kecamatan terbesar di Jakarta yaitu Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yang luasnya 4.500 hektar.

Ada 54 pabrik logam terkait nikel yang mayoritas adalah investasi asing di dalam kawasan itu. Ada dari China, Jepang, dan Australia. Paling banyak dari China.

Luas IMIP hanya sekitar 20 persen luas Kecamatan Bahodopi yang sekitar 110.000 hektar. Namun, populasi di kawasan IMIP lebih dari dua kali lipat populasi kecamatan.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Bahodopi pada 2022 adalah sekitar 50.000 jiwa.

Sementara, jumlah orang yang bekerja di kawasan IMIP saat ini mencapai sekitar 120.000 orang, gabungan antara karyawan pabrik dan kontraktor serta pemasok yang datang dan pergi.

Pekerja di kawasan IMIP sendiri sekitar 90.000 orang. Sekitar 10 persennya adalah tenaga kerja asing (TKA) asal China. Sisanya adalah tenaga kerja Indonesia, mayoritas putra daerah dari Sulawesi.

Perkembangan kawasan yang meraksasa, bahkan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, hanya terjadi dalam waktu 10 tahun, dari 2013 hingga saat ini. Tak berlebihan jika menyebut geliat kawasan ini sebagai keajaiban hilirisasi nikel di Indonesia.

Dulu hanya orang gila yang mau ke sini

IMIP dikembangkan oleh PT Bintang Delapan Mining (BDM) yang dikomandani putra Indonesia, kakak beradik Halim Mina dan Hamid Mina bekerja sama dengan Tsingshan Group, perusahaan swasta China yang bergerak di industri baja tahan karat dan nikel.

Tsingshan merupakan perusahaan terbesar di dunia di bidang pengolahan nikel.

Mulanya, BDM masuk ke wilayah Bahodopi di akhir 2005 hanya untuk mengeksplorasi nikel karena melihat potensi nikel di wilayah itu. Indonesia merupakan negara dengan sumber daya nikel terbesar di dunia.

Cadangan nikel Indonesia sebagian besar terletak di kawasan Sulawesi dan Maluku, khususnya Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Totalnya mencapai 90 persen dari total cadangan nikel Indonesia.

Pada 2005 tidak banyak perusahaan yang terjun menambang nikel. Umumnya, perusahaan tambang mengolah batu bara dan banyak beroperasi di Kalimantan.

Dikutip dari majalah Klaster, media internal IMIP, Head Department Land Planning and Infrastructure Danang Haris Wijaya menyebut, saat itu hanya orang gila yang mau masuk ke wilayah ini.

Pasalnya, wilayah itu masih berupa hutan belantara. Tidak ada jalan akses provinsi. Yang ada adalah jalan tanah yang becek saat hujan.

Belum ada listrik apalagi sinyal telepon seluler. Butuh waktu 20 jam perjalanan darat dari Makassar, kota besar terdekat. Belum ada bandara. Bandara Morowali di Desa Umbele, sekitar 2 jam perjalanan dari Bahodopi, baru dibangun pada 2007.

Hamid Mina sendiri yang memimpin tim untuk memulai eksplorasi. Tim Hamid menyewa rumah bedeng milik warga.

BDM membangun sendiri akses jalan menembus kawasan hutan. BDM juga membangun jaringan listrik ke sejumlah desa di masa-masa awal itu.

BDM adalah perusahaan pertambangan pertama yang mengawali eksplorasi di sana. Mereka harus “babat alas” dari nol.

Membangun semua infrastruktur sendiri. Di masa-masa awal itu, sulit sekali mencari pekerja.

Siapa yang mau bekerja di tempat terpencil yang tidak memiliki infrastruktur layak untuk hidup?

“Yang mau ke Morowali hampir tidak ada. Yang mau ke Morowali waktu itu hanya orang yang dalam tanda kutip gila,” kata Danang.

PT BDM mulai beroperasi resmi pada 2006. Selama 4 tahun BDM hanya melakukan investasi untuk membangun infrastruktur, termasuk membangun pelabuhan bongkar muat sederhana untuk sandar kapal.

Ekspor perdana ore nikel (bahan mentah nikel) baru terjadi pada 10 Januari 2010. Jumlah karyawan BDM saat itu hanya 35 orang.

Danang mengaku tidak habis pikir akan keyakinan Halim dan Hamid bahwa usaha mereka di tempat terpencil itu akan membuahkan hasil.

“Empat tahun loh dia mengeluarkan duit tanpa ada pemasukan sama sekali. Langka orang seperti itu. Orang dagang saja sebulan enggak ada cuan, dia pasti sudah banting setir,” tutur Danang.


UU Minerba dan hilirisasi nikel

Namun, kegembiraan ekspor biji nikel pertama itu tidak berumur panjang. Sebelumnya, pada tahun 2009, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terbitlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Undang-undang itu mengharuskan perusahaan-perusahaan tambang untuk meningkatkan nilai ekonomi mereka sebelum diekspor keluar. 

Ini adalah langkah pertama pemerintah memberi perhatian pada proses hilirisasi pertambangan di Indonesia. Undang-undang ini bertujuan meningkatkan keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia dari eksploitasi sumber daya alam.

Sederhananya, harga jual bijih nikel lebih murah dibanding jika sudah diolah atau dimurnikan. Dengan harga jual yang lebih tinggi, tentu pemerintah akan mendapat pajak yang lebih besar.

Konsekuensi dari undang-undang ini, setiap perusahaan tambang yang menjual hasil tambangnya ke luar negeri atau ekspor harus membangun smelter. BDM harus kembali merogoh kocek untuk membangun smelter.

Smelter nikel adalah fasilitas industri yang mengolah bijih nikel menjadi produk bernilai tambah. Prosesnya meliputi pemisahan, peleburan, dan pemurnian.

Implementasi larangan ekspor biji mentah sebagaimana diamanatkan UU Minerba baru ditetapkan pemerintah pada tahun 2014.

Ada waktu bagi BDM untuk membangun smelter. Pada 2013, setahun sebelum larangan ekspor, BDM kemudian menggandeng investor asal China, Tsingshan, anak usaha Dingxin Group, untuk membangun smelter nikel dengan nama PT Sulawesi Mining Investmen (SMI).

Smelter ini termasuk yang pertama dan terbesar di kawasan timur Indonesia yang dibangun sejak UU Minerba diberlakukan.

Di tahun yang sama digagas pula pembangunan kawasan industri pengolahan logam berbasis nikel di kawasan itu. Berdirilah PT IMIP pada 19 September 2013 menjadi pengelola kawasan.

IMIP juga merupakan perusahaan patungan BDM dan Tsingshan. Rencana pembangunan kawasan industri bahkan ditandai dengan kehadiran kepala negara Indonesia dan China.

Pada bulan Oktober 2013, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, mengawasi penandatanganan perjanjian kerja sama untuk mendirikan kawasan industri.

Setelah SBY lengser usai pemilu 2014, kebijakan hilirisasi nikel dilanjutkan oleh Presiden Jokowi. Dibangun di masa SBY, smelter SMI tahap pertama diresmikan Jokowi pada 29 Mei 2015.

Karena nilai strategisnya, pemerintah kemudian menetapkan IMIP sebagai salah satu objek vital nasional.

Dalam pidatonya saat peresmian, Jokowi mengatakan, jika diekspor dalam bentuk biji mentah harga nikel Sulteng hanya 30 dollar AS per metrik ton.

Sementara kalau sudah diolah menjadi setengah jadi harganya naik drastis jadi 1.300 dollar AS per metrik ton, dan kalau diekspor dalam bentuk stainless steel harganya jauh lebih tinggi menjadi 2.600 dollar AS per metrik ton.


Meraksasa

Meski telah menyandang nama kawasan industri dan pembangunannya disaksikan dua kepala negara bukan berarti investor langsung berdatangan.

Dalam perbincangan dengan media, Hamid yang kini menjabat sebagai Managing Director PT IMIP bercerita, pada 5 tahun pertama hanya BDM dan Tsingshan yang berinvestasi di IMIP.

“Setelah tahun kelima investor mulai berdatangan. Kami sekarang minoritas. Sekarang ada 54 pabrik di sini. Mereka adalah tenant-tenant IMIP. Kami sekarang fokus melayani mereka mulai dari persiapan investasi, produksi, hingga ekspor,” cerita Hamid.

Kini, IMIP memiliki tiga klaster industri yaitu klaster stainless steel, klaster carbon steel, dan klaster komponen baterai. Perusahaan-perusahaan di sana beroperasi dalam sistem produksi yang terintegrasi dalam kawasan.

Tempat penambangan biji nikel terletak sekitar 30 kilometer dari IMIP. Biji nikel mentah itu kemudian dimurnikan oleh smelter yang terletak dalam kawasan. Ada dua smelter yang beroperasi di sini.

Nikel yang sudah dimurnikan menjadi bahan baku produksi sejumlah komoditas berbasis nikel yang juga diproduksi di sana.

PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel yang memproduksi stainless steel, misalnya, mengambil nikel yang sudah dimurnikan dari PT SMI yang pabriknya berada di sebelahnya, hanya terpisah jalan selebar sekitar 20 meter.

Untuk ekspor, mereka bisa langsung mengirim barang melalui pelabuhan bongkar muat yang juga ada di dalam kawasan.

“Ini membuat cost produksi menjadi murah karena memotong biaya logistik yang amat besar. Saya bisa katakan, IMIP adalah kawasan produksi logam berbasis nikel yang paling murah di dunia karena proses produksinya sangat efisien, semuanya terintegrasi di sini,” ujar Hamid.

IMIP memproduksi sejumlah turunan nikel seperti nickel pig iron, stainless steel slab, steel HRC, stainless stell HAPL, carbon steel, nickel mate, electrolytic alumunium, sulfur acid, dan masih banyak lagi.

Di kawasan itu juga beroperasi PT Huayue Nickel Cobalt yang memproduksi nikel kobalt hidroksida. Dengan produksi 60.000 ton logam nikel per tahun, PT Huayue menjadi proyek hydrometalurgi biji laterit terbesar di dunia.

Menurut Hamid, IMIP juga tengah mengembangkan pabrik-pabrik pendukung dari klaster kendaraan listrik. Mulai dari litium, pengolahan bahan baku baterai, sampai pada atau daur ulang baterai yang akan menunjang ekosistem dari klaster tersebut.

Tahun 2022, kawasan IMIP memberi setoran pajak kepada negara mencapai sekitar Rp 10 triliun, naik menjadi Rp 17 triliun pada 2023, tumbuh berkali-kali lipat dibanding setoran pajak pada 2015 yang hanya sekitar Rp 300 miliar. Bayangkan berapa uang yang berputar di sana.


Tidak pernah bermimpi

Kini, kawasan itu bukan lagi hutan belantara. Sejak SMI beroperasi, IMIP terus berkembang dan meraksasa sedemikian rupa. Keajaiban-keajaiban perkembangan kawasan terus berjalan hingga saat ini seolah tanpa henti.

IMIP telah memiliki dua pelabuhan laut dengan kapasitas sampai dengan 150 juta ton per tahun.

IMIP juga memiliki bandara khusus dengan landasan pacu sepanjang 1.890 meter dan sedang mengurus perpanjangan izin perpanjangan landasan pacu sampai dengan 2.250 meter. Ada pesawat IMIP yang terbang langsung dari Bandara Halim Perdanakusuma.

Daerah tanpa listrik itu kini memiliki pembangkit listrik sebesar 5.319 MW. Satu pembangkit lagi sebesar 1.520 MW sedang dalam proses pembangunan. Sebagian produksi listrik IMIP dijual ke PLN untuk disalurkan ke sejumlah wilayah di Morowali.

Ke depan, IMIP sedang merencanakan pembangunan sumber listrik panel surya yang ramah lingkungan.

Selain itu, untuk mengembangkan industri hijau, IMIP juga sedang melakukan uji coba dump truck listrik. Ke depan, dump truck berbasis bahan bakar fosil yang beroperasi saat ini akan diganti dengan dump truck listrik.

Di kawasan itu, IMIP juga memiliki fasilitas akomodasi dengan kapasitas 16.000 orang dan poliklinik yang dapat melayani 20.000 orang per bulan.

Pembangunan belum berhenti di sana. Saat Kompas.com berkeliling kawasan, tampak tiang-tiang pancang tertanam berserakan di kawasan ini menandakan proses pembangunan pabrik dan gedung yang masih terus berlangsung.

Suara dentuman paku bumi bertalu-talu di sejumlah tempat. Tumpukan tanah menggunung di areal penggalian fondasi.

“Di sini itu kayak sulap. Kalau kita cuti seminggu saja terus ke sini lagi, ada saja yang berubah. Tadinya di sana enggak ada apa-apa, eh pas masuk lagi sudah berubah,” kata Head of Media Relation PT IMIP Dedy Kurniawan.

Cerita yang sama juga dituturkan Senior Manager General Affair and Protocol Joko Suprapto. Ia mengaku setiap hari harus keliling kawasan untuk meng-update perkembangan kawasan.

“Kalau saya tidak datang satu hari aja, saya sudah pangling sama tempatnya. Cepat sekali pertumbuhannya,” tutur Joko.

Kawasan itu beroperasi selama 24 jam. Ratusan dump truck dan truk peti kemas hilir mudik tanpa henti. Gemuruh mesin-mesin pengolah logam terdengar sepanjang waktu.

“Kami beroperasi 24 jam tanpa henti selama 365 hari. Industri logam itu tidak bisa berhenti beroperasi. Logam itu kan dibentuk saat dia panas membara. Kalau mesinnya berhenti butuh waktu lagi untuk menyalakan mesin dan itu butuh waktu lama. Cost membengkak. Tidak mungkin. Di seluruh dunia industri logam itu bekerja non-stop 24 jam sehari sepanjang waktu sepanjang tahun,” jelas Hamid.

Ia mengaku tidak pernah membayangkan apalagi bermimpi kawasan yang dikelolanya menjadi sebesar ini.

“Saya tidak pernah bermimpi IMIP jadi sebesar ini. Saya juga kaget sendiri. Pada akhir tahun 2005 saat saya masuk ke sini, saya hanya melihat potensi dan hanya berpikir mengembangkan potensi itu,” kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2024/01/25/151717478/imip-keajaiban-hilirisasi-nikel-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke