Salin Artikel

Mengenal Tradisi Kliwonan di Batang dan Tujuannya

KOMPAS.com - Kliwonan adalah tradisi malam Jumat Kliwon untuk mengenang jasa leluhur dan nenek moyang yang telah membangun wilayah Batang, Jawa Tengah.

Tradisi Kliwonan di Batang sebagai tradisi turun temurun yang dilakukan dari dahulu hingga saat ini.

Bagi masyarakat Batang, malam Jumat Kliwon sangat dinanti dengan penuh kegembiraan.

Tradisi Kliwonan

Tata Cara Tradisi Kliwonan

Tradisi Kliwonan awalnya untuk mengenang leluhur masyarakat Batang, yaitu Bahurekso. Sang leluhur tersebut pernah bersemedi di Sungai Lojahan atau Kramat.

Pemilihan waktu pelaksaan pada Jumat Kliwon, tidak lain meniru masyarakat yang berziarah di makam Sunan Sendang atau Sayid Nur pada malam Jumat Kliwon.

Masyarakat Batang, khususnya para orang tua, sering melakukan semedi di Sugai Kramat.

Dalam tradisi Kliwonan juga berupa ngelap berkah atau mencari berkah untuk kesembuhan dan kesehatan anak kecil dengan melakukan beberapa ritual.

Ritual yang dilakukan berupa gulingan, mandi di Masjid Agung Batang, dan membuang pakaian bekas pakai saat pelaksaan gulingan, membagi-bagikan uang, dan makanan khas jajan pasar.

Air yang digunakan untuk membasuh muka atau mandi berada di tempat wudhu Masjid Agung, sebelah selatan.

Konon air tersebut berasal dari mata air yang berada di dekat makam Sunan Sendang, yang dibawa Raden Joko Cilik ke Batang.

Air dipercaya dapat menyembuhkan atau menghindarkan penyakit.

Pada sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an, ritual tersebut masih dilakukan oleh masyarakat batang, khususnya masyarakat yang memiliki anak kecil.

Ritual dimaksudkan supaya anak tumbuh sehat serta terhindar dari marabahaya dan penyakit.

Ritual dilakukan dengan mengguling-gulingkan anak yang sakit-sakitan di Alun-alun Batang.

Selanjutnya, baju kotor yang dikenakan anak tersebut harus dibuang ke alun-alun sebagai tanda membuang sial.

Tahap berikutnya, anak dimandikan dengan air dari sumur di Masjid Agung Batang, yang terletak di sisi barat alun-alun.

Anak kemudian diberi pakaian baru dan diajak kembali ke alun-alun untuk melakukan sawuran, yaitu membuang sejumlah uang sebagai tanda syukur.

Sayangnya, ritual tradisi Kliwonan tersebut semakin jarang dilakukan.

  • Pasar Kliwonan

Pada perkembangannya, tradisi Kliwonan berubah fungsi menjadi pasar malam di Alun-alun Batang, atau yang disebut sebagai pasar Kliwonan.

Berkembang mitos, dimana jika dagangan tidak laku di pasar Kliwonan, maka akan laris di tempat yang lain.

Berbagai barang ditawarkan dalam pelaksaan pasar Kliwonan, seperti makanan, wahana permainan, tanaman, maupun berbagai barang.

Pasar Kliwonan membantu menggerakkan ekonomi masyarakat. Banyak juga pedagang yang datang dari luar daerah untuk memperoleh rezeki.

Makanan khas Kliwonan adalah campuran antara klepon, gemblong, dan ketan yang diberi santan kental dan gula jawa cair.

Waktu Pelaksanaan Tradisi Kliwonan

Kliwonan dilakukan setiap 35 hari sekali atau selapanan dalam perhitungan Jawa, pada malam Jumat Kliwon atau Kamis Wage.

Malam Jumat Kliwon dianggap sebagai malam yang sakral oleh masyarakat Jawa.

Tujuan Kliwonan

Kliwonan bertujuan untuk mengenang jasa leluhur yang telah membangun daerah Batang.

Tradisi dilakukan dengan ritual sederhana dan kemudian berkembang menjadi pasar Kliwonan.

Sumber:

berita.batangkab.go.id

warisanbudaya.kemdikbud.go.id

https://regional.kompas.com/read/2023/11/03/172318178/mengenal-tradisi-kliwonan-di-batang-dan-tujuannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke