Salin Artikel

Kejati Riau Buru Tersangka Korupsi Pembangunan Jembatan, Identitasnya Disebar

PEKANBARU, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah memburu satu orang tersangka kasus korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto mengatakan, tersangka tersebut bernama lengkap HM Fadillah Akbar (48), warga Kelurahan Pematang Arba, Kecamatan Tembilahan, Inhil.

"Tersangka HM Fadillah Akbar merupakan Direktur PT. Bonai Riau Jaya (BRJ), perusahaan tekanan yang mengerjakan proyek pembangunan jembatan Sungai Enok, Kabupaten Inhil," beber Bambang kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Kamis (2/11/2023).

Dia menyampaikan bahwa tersangka telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

Selain itu, identitas dan foto tersangka disebar ke masyarakat untuk mempermudah proses pencarian.

Adapun ciri-ciri tersangka, memiliki tinggi badan sekitar 165 sentimeter, kulit sawo matang, bentuk muka oval dan berambut ikal.

"Jika menemukan informasi terkait keberadaan Tersangka tersebut, harap hubungi kami di nomor : 0812-6654-4068. Informasi sekecil apapun dari masyarakat, sangat membantu kami dalam menegakkan hukum yang berkeadilan," kata Bambang.

Bambang menjelaskan, kasus korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok, ditangani oleh Tim Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.

Kasus proyek yang diusut adalah kegiatan yang dikerjakan tahun 2012 oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Inhil.

Adapun para tersangka, adalah Budhi Syaputra, mantan Direktur PT. BRJ. Kemudian HM Fadillah Akbar yang merupakan Direktur PT BRJ.

"Pada Kamis (7/9/2023), keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Namun, saat itu hanya Syaputra Budhi yang hadir memenuhi panggilan penyidik. Sementara HM Fadillah Akbar, mangkir," sebut Bambang.

Di hari yang sama, sambung dia, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka. Tersangka Budhi Syaputra langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Sejak saat itu, penyidik berusaha melakukan pemanggilan secara sah dan patut terhadap HM Fadillah Akbar.

Namun, hingga kini tak kunjung datang memenuhi panggilan penyidik.

Atas hal tersebut, Korps Adhyaksa itu akhirnya menetapkan HM Fadillah Akbar sebagai DPO.

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengimbau agar HM Fadillah Akbar untuk segera menyerahkan diri dan menghadap kepada tim penyidik guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Ingat, tidak ada tempat yang aman bagi para buronan," tegas Bambang.

Sementara itu, Bambang memaparkan bahwa modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus korupsi ini, bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012. Di mana HM Fadillah Akbar dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang atau tender.

Selanjutnya tersangka Budhi Syaputra bersama-sama dengan tersangka HM Fadillah Akbar membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

"Tersangka HM Fadillah Akbar masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," sebut Bambang.

Setelah itu, kata dia, keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen Kontrak/ Addendum I dan II sebesar Rp 14.826.029.360 (17 Juli 2012 sampai dengan 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.

Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HM Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H.

Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp 1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.

"Menurut Ahli Fisik ITB (Institut Teknologi Bandung) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak atau addendum I dan II. Sehingga, menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," sebut Bambang.

Terhadap kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/02/135214878/kejati-riau-buru-tersangka-korupsi-pembangunan-jembatan-identitasnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke