Salin Artikel

Ketika Sejumlah Pelajar SMK di Perbatasan RI-Malaysia Terancam Hilang Hak Pilihnya karena Kendala KTP

Gadis kelas XII, jurusan Kimia Analisis tersebut menuturkan, sampai hari ini, ia belum memiliki KTP. Bahkan belum melakukan perekaman, sehingga hak suaranya berpotensi tidak tersalurkan pada Pemilu 2024 nanti.

"Saya sudah berusia 18 tahun, tapi belum ada KTP. Untuk membuat KTP, saya harus menyeberang ke Nunukan dan butuh banyak biaya. Karena di Seimanggaris, alat perekaman e-KTP rusak," ujarnya, saat bertanya pada Komisioner KPU Nunukan divisi hukum dan pengawasan, Dedi, dalam sosialisasi pendidikan politik di Kecamatan Seimanggaris, Kamis (31/8/2023).

Kondisi yang dialami Jenni, ternyata juga dialami banyak pelajar lain di SMKN I Seimanggaris.

Di antaranya, Andi Putri Ayu Fatima Lestari. Ia menceritakan bahwa ada banyak siswa siswi di sekolahnya yang sudah berusia 18 tahun, namun belum pernah ikut perekaman dan belum memiliki KTP elektronik.

"Di kelas kami saja, hanya 5 teman yang punya KTP dari 13 siswa siswi yang usianya 18 tahun. Di kelas lain masih ada juga, lebih kalau 10 orang yang belum punya KTP," kata dia.

Jika berhitung ongkos, jelas kedua siswi SMKN I Seimanggaris ini merogoh biaya naik speed boat dari Seimanggaris-Nunukan saja sudah sekitar Rp 145.000 dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam.

Sampai di Nunukan, mereka harus menyewa motor atau naik angkutan umum, dan berpikir biaya konsumsi, atau pun biaya menginap. Karena antrean pembuatan adminduk, biasanya tidak sebentar.

"Kami ini kan masih pelajar. Harapannya alat perekaman KTP yang di Seimanggaris sajalah diperbaiki. Kalau memang tidak bisa, ada program jemput bola untuk pembuatan KTP. Kami juga ingin merasakan menyalurkan hak pilih kami dalam Pemilu," kata dia.

Pengakuan sejumlah pelajar SMKN I Seimanggaris ini pun dibenarkan oleh salah satu guru pembimbing mereka, Rahel.

"Memang masih banyak siswa siswi di sekolah kami belum melakukan perekaman, meski usianya sudah seharusnya terdaftar sebagai pemilih," kata Rahel.

Namun demikian, Rahel juga tidak terlalu tahu mengapa para pelajar SMKN I Seimanggaris yang sudah berusia lebih 17 tahun, belum semuanya memiliki KTP.

"Yang kami tahu, alat perekaman di Kantor Kecamatan sudah lama rusak. Jadi kalau mau buat KTP, dan lainnya harus ke Nunukan. Butuh waktu dan biaya tidak murah," imbuhnya.

Kondisi kerusakan mesin perekam e-KTP dibenarkan Sekretaris Camat Seimanggaris, Bambang Sumantri.

"Benar, mesinnya ada, tapi kondisinya rusak. Sehingga operator juga tidak ada yang operasikan," kata dia.

Menjawab pertanyaan Jenni dan Putri, Komisioner KPU Nunukan, Divisi Hukum dan Penindakan, Dedi, mengatakan, kepemilikan KTP adalah syarat mutlak bagi warga Negara untuk mencoblos atau menyalurkan hak pilihnya.

"Sehingga kalau tidak ada KTP tentu suaranya tidak tersalur dan hak politiknya berpotensi hilang," kata dia.

Namun demikian, masih ada cukup waktu untuk membuat KTP. Namun dengan kendala yang terjadi di wilayah Seimanggaris, baik dari sisi geografis dan biaya, tentunya akan lebih baik, permasalahan tersebut menjadi persoalan bersama yang bisa segera teratasi.

"Jangan sampai menghilangkan hak pilih warga Negara. Tentu ini juga menjadi bahan evaluasi dan catatan kami," kata dia.

Terpisah, Komisioner Bawaslu Nunukan, divisi penindakan pelanggaran Pemilu, Tusriadi, menegaskan, kasus ini menjadi temuan yang akan segera ditindak lanjuti.

"Kami jadikan ini sebuah temuan karena ada potensi hak politik para pemilih milenial yang terancam tidak tersalurkan. Kita meminta Panwascam memetakan itu, dan segera berkoordinasi dengan Disdukcapil untuk membuatkan KTP-nya," jelasnya.

Bagaimana pun, aturan dalam pemilu, adalah mengakomodasi setiap warga Negara dalam usia minimal 17 tahun untuk memiliki KTP dan menyalurkan hak suaranya.

Tusriadi menegaskan, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pemilih yang memenuhi syarat, wajib mengikuti pemilu di tahun 2024.

Dan salah satu tanggung jawab para penyelenggara Pemilu, adalah mengimplementasikan UU Nomor 7 Tahun 2017, yaitu melayani pemilih.

"Intinya jangan sampai ada kasus hak politik warga Negara tidak tersalurkan. Dan seluruh pemilih yang memenuhi persyaratan, harus masuk dalam hak memilih," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/31/162435778/ketika-sejumlah-pelajar-smk-di-perbatasan-ri-malaysia-terancam-hilang-hak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke