Salin Artikel

Kisah Lahirnya Batik Malinau, Produk dari Perajin di Desa Wisata Pulau Sapi

Batik ini memiliki banyak motif yang menyelaraskan visualisasi flora, fauna dan kondisi geografis yang ada di Kabupaten Malinau.

Pelopor batik ini adalah Betty Marten (55), warga Desa Wisata Pulau Sapi, Kecamatan Mentarang, Kabupaten Malinau.

"Sebagai pioner di kabupaten Malinau saya, yang pertama untuk memulai batik itu saya, dan baru kawan-kawan," kata Betty, kepada Kompas.com di Desa Wisata Pulau Sapi, Minggu (13/8/2023).

Ada puluhan motif batik yang telah didesain oleh Betty. Beberapa di antaranya diberi nama arit linawa, arit refit, arit galau, arit deracang, arit tabu, serta masih banyak lagi.

"Arit itu artinya motif, dari bahasa daerah. Sedangkan galau itu nama binatang yang ada di sungai. Nama motif sudah ada 50 lebih," kata pemilik brand batik Bua' Beludu.

Pengalaman jadi penjahit

Betty mengenal batik ketika mengikuti pelatihan perajin batik di Samarinda di 2013.

Berbekal pengalaman menjadi penjahit pakaian, tidak sulit baginya untuk masuk di dunia membatik.

"Saya mulai di 2013, sudah sekitar 10 tahun sampai sekarang," kata Betty.

Batik yang diproduksinya yakni batik tulis atau batik cap dalam bentuk bahan.

Dia memilih menggunakan zat pewarna remazol untuk batiknya karena memiliki sifat yang larut dalam air dan lebih tahan luntur.

"Karena memakai warna remazol cara kerjanya lebih simpel. Warnanya lebih cerah," ujar dia.


Tidak kesulitan promosi

Betty mengatakan, batik produksinya tidak hanya dipasarkan di Malinau, tapi sudah merambah ke Papua dan Jakarta.

Harga batik cap buatannya berkisar Rp 250.000 per sandang. Untuk batik tulis yang minimalis paling rendah Rp 300.000.

Untuk full batik tulis harganya Rp 400.000 ke atas.

"Tergantung tingkat kesulitannya. Ya bisalah dia sampai Rp 1 jutaan," kata dia.

Tidak hanya membuat batik bahan, dia juga menerima pesanan membuat batik untuk seragam sekolah.

Batik Malinau semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Hal tersebut dinilai dari minat masyarakat terhadap Batik Malinau yang terus tumbuh.

Belum lagi dukungan promosi yang dilakukan pihak Pemkab Malinau. Salah satunya dengan adanya kebijakan ASN pakai batik pada tanggal 22 setiap bulannya.

Biaya anak kuliah kedokteran

Betty termasuk perajin batik yang sukses.

Omzet dia rata-rata per bulan kurang dari Rp 20 juta. Tertinggi pernah hingga Rp 40 juta per bulan saat kebanjiran pesanan.

Dari situ ia bisa membantu biaya kuliah anaknya di kedokteran. Walaupun telah sukses, Betty tak pelit berbagi ilmu membatik untuk pekerjanya atau wisatawan yang mau belajar darinya.

"Pekerja saya sudah ada yang berdiri sendiri punya usaha batik," kata dia.

Bertahun-tahun membatik, ia mengaku masih terus belajar. Sebab, teknik membatik menurutnya terus berkembang.

Liputan batik Malinau ini menjadi serial cerita di Kompas.com yang akan melakukan peliputan di Kalimantan Utara hingga tanggal 19 Agustus 2023 mendatang.

Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger. Ikut dan simak terus cerita menarik lainnya di sini.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/14/063855878/kisah-lahirnya-batik-malinau-produk-dari-perajin-di-desa-wisata-pulau-sapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke