Salin Artikel

Bupati Lombok Timur Minta Pelaku Pencabulan 41 Santriwati Dihukum Berat

LOMBOK TIMUR, KOMPAS.com - Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy mengatakan, pimpinan ponpes yang telah ditetapkan sebagai tersangka berinisial LM bukan pengelola ponpes, tetapi hanya asrama tempat santri dan santriwati menetap, sementara aktivitas sekolah di luar lokasi tersebut. 

"Untuk diketahui itu bukan ponpes ya, perlu digarisbawahi itu asrama putri, di mana anak anak itu tidak sekolah disitu tetapi di tempat lain, hanya ditampung di situ dan terjadilah hal yang tidak kita inginkan," kata Sukiman.

Sementara di kecamatan yang sama, tersangka HSN mengelola ponpes yang belum jelas karena masih dalam proses penyelidikan.

"Dua lokasi itu sama-sama di Kecamatan Sikur, dan tengah ditangani tim penyidik Polres Lombok Timur," kata Bupati.

Jumlah korban 41 orang

Terkait dengan penahanan HSN yang jumlah korbannya mencapai 41 orang, Bupati Lombok Timur menyarankan agar masyarakat segera melapor.

"Agar bisa diungkap kejadiannya, modusnya seperti apa, lalu dampaknya seperti apa. Kalau yang melapor hanya dua orang, dampaknya hanya dua orang, kalau 40 orang melaporkan, maka dampaknya akan luas," katanya.

Bupati menegaskan agar aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya kepada oknum yang berperilaku tak patut seperti dua tersangka LM dan HSN.

Tentu kasus tersebut menimbulkan rasa khawatir orangtua yang menitipkan putra putri mereka menimba ilmu di ponpes, apalagi selain dua ponpes di Kecamatan Sikur, ada satu ponpes lainnya di Kecamatan Prigabaya.

Sukiman menegaskan bahwa di Lombok Timur terdapat 273 ponpes, jika satu atau dua ponpes itu tersandung kasus kekerasan seksual tidak bisa disebutkan semua ponpes seperti itu.

"Kita pilih mana yang benar-benar ada kasus, mana ponpes yang benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik," katanya.

Terkait hal itu sanksi sosial sudah ada. Para orangtua telah menarik anak-anak mereka dari tempat itu (asrama) yang disebut sebut ponpes dan saat ini sudah sepi, tidak ada aktivitas, khususnya di lokasi yang dikelola LM.

Sukiman mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur akan menutup lokasi tersebut serta melakukan pendekatan dan pembinaan agar pandangan masyarakat tentang ponpes tidak keliru hanya karena perbuatan oknum atau segelintir orang.

Sementara itu, saat ini para korban telah didampingi oleh LBH Apik dan Koalisi Bersama Stop Kekerasan Perempuan dan anak, bahkan Komnas Permpuan turut menyoroti kasus kekerasan seksual oleh pimpinan ponpes di Lombok Timur.

Kasus ini akan menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual di NTB berdasarkan data Komnas Perempuan. Tercatat di tahun 2022 saja sebanyak 117 kasus kekerasan seksual, naik dari tahun 2021 sebanyak 106 kasus.

Sementara hingga April 2023, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana ( P3AKB) Lombok Timur mencatat 22 kasus kekerasan seksual.

Gubernur NTB prihatin

Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Timur Zulkieflimansyah merasa prihatin dan sangat menyayangkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan pimpinan pondok pesantren di dua ponpes di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.

"Tentu kita sangat prihatin terkait kasus ini menyebabkan semakin urgen untuk kita melakukan sosialisasi pada ponpes tentang kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak lebih massif," kata Gubernur saat di Lombok Timur, Rabu (17/5/2023).

Zulkiefli menekankan agar aparat penegak hukum serius menangani kasus kekerasan seksual tersebut.

"Tentu untuk masalah ini aparat tidak pandang bulu, dan hukum harus ditegakkan, apalagi ini masalah yang sangat sensitif, jangan sampai kredibilitas ponpes terganggu hanya karena perbuatan segelintir oknum," tekan Gubernur.

https://regional.kompas.com/read/2023/05/22/133616778/bupati-lombok-timur-minta-pelaku-pencabulan-41-santriwati-dihukum-berat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke