Salin Artikel

Program Ayah Bunda Stunting, Komitmen Pemkab Nunukan untuk Mengatasi Angka Kasus Stunting di Perbatasan RI–Malaysia

Kabid Kesehatan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan KB, Dinkes Nunukan Sabaruddin mengatakan, melalui program ayah bunda stunting, Pemkab Nunukan akan menggelontorkan anggaran penanganan, di mana nantinya akan digunakan untuk pemberian bantuan, termasuk tambahan makanan bergizi bagi keluarga tidak mampu.

"Nanti ada kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) atau Kepala Desa yang menjadi ayah bunda stunting. Adapun pengawasan anggarannya, melalui pendamping keluarga stunting yang terdiri dari relawan, petugas puskesmas dan lainnya," ujarnya, Kamis (30/3/2023).

Program ini diharapkan bisa terus meminimalisasi angka stunting di perbatasan RI, dan menjadikan para Balita yang terindikasi, maupun yang mengalami stunting, lebih terkontrol, lebih terjamin, dan lebih cepat teratasi.

"Selain ditopang oleh APBD, program ayah bunda stunting diharapkan bisa menggandeng organisasi filantropi yang bergerak di bidang kemanusiaan. Melalui mereka, akan ada dukungan anggaran maupun bantuan pangan layaknya yang dilakukan Lembaga Baznas," kata Sabaruddin.

Merujuk data Dinas Kesehatan Nunukan, terdapat 19.000 Balita, di mana sekitar 30 persennya atau sekitar 5.700-an Balita, terindikasi stunting.

Kondisi stunting di Nunukan, terjadi akibat sejumlah faktor, antara lain, ekonomi masyarakat yang tidak mampu menopang urusan pangan.

Pola asuh yang memengaruhi pola makan anak, di mana mayoritas orangtua anak lebih sibuk bekerja dan waktunya dihabiskan di luar rumah.

Juga faktor adanya penyakit berbasis lingkungan, seperti, diare, cacingan dan sejenisnya.

"Angka pernikahan dini juga menjadi salah satu factor dari terjadinya kasus stunting," lanjutnya.

Ada peningkatan kasus stunting di Nunukan

Dari data terbaru yang dicatat Dinas Kesehatan Nunukan, pada 2023 terjadi peningkatan kasus stunting di angka 0,5 persen.

Sabaruddin menjelaskan, peningkatan yang terjadi selama ini, bergerak lamban sejak 2019.

"Tahun 2019, kasus stunting itu di angka 29 persen, lalu naik menjadi 30 persen di tahun berikutnya sampai 2023 sekarang. Terbaru, data SSGI (Studi Status Gizi Indonesia) mencatat kenaikan 0,5 persen," katanya.

Kenaikan tersebut, kata Sabaruddin, dipicu banyaknya penduduk luar Nunukan yang datang demi bekerja sebagai buruh rumput laut, maupun buruh perusahaan kelapa sawit.

Sebagai pendatang, mereka masih enggan datang ke Posyandu atau layanan kesehatan dengan alasan KTP mereka bukan domisili Nunukan.

"Jadi persoalan pendatang memang memiliki dua sisi. Sisi yang satu bisa berpengaruh pada perputaran ekonomi Nunukan, satu lagi ada efek peningkatan kasus stunting. Kesadaran untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, memang masih menjadi tugas berat kita semua," tegasnya.

Beda data SSGI dan EPPGBM

Meski terjadi kenaikan 0,5 persen jika merujuk data SSGI, tidak demikian dengan data yang ditampilkan EPPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).

EPPGBM mencatat penurunan cukup signifikan. Yang sebelumnya terdapat 16,3 persen kasus stunting, menjadi 14 persen atau turun sekitar 2 persen.

Menurut Sabaruddin, perbedaan data tersebut, sama sama memiliki alasan kuat. Jika merujuk SSGI, alasan banyaknya pendatang menjadi factor kenaikan kasus stunting yang terjadi.

Sementara jika menganut data EPPGBM, maka factor gencarnya program penyuluhan, sosialisasi dan intervensi di Posyandu maupun Puskesmas oleh para tenaga kesehatan dan instansi lain, menjadi alasan data yang disajikan.

"Keduanya sama sama kita pakai sebagai evaluasi dan ukuran kinerja. Kalau SSGI pendataan pusat yang pengambilan samplingnya hanya sekitar 600an sample. Kalau EPPGBM itu yang pendataannya dilakukan petugas kita dari Posyandu, Puskesmas dan fasilitas Yankes lain, dengan sampel hampir 12.000-an," urainya.

Belum mendata mes perusahaan

Data data kasus stunting yang disajikan baik oleh SSGI maupun EPPGBM, ternyata belum mencakup keberadaan Balita di banyak mes perusahaan di Kabupaten Nunukan.

Padahal, ada lebih 20 perusahaan yang beroperasi di Nunukan, dan didominasi perusahaan kepala sawit.

"Sejauh ini pengambilan sample kita menyebar ke sejumlah kecamatan. Mes perusahaan belum menjadi lokus blok sampling," katanya.

Dinas Kesehatan juga terus berbenah untuk komitmen penurunan angka stunting.

"Tentu semua kekurangan dan masukan akan menjadi evaluasi kinerja kita. Kita sempurnakan yang kurang, dan kita perbaiki yang harus dievaluasi," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/30/170619978/program-ayah-bunda-stunting-komitmen-pemkab-nunukan-untuk-mengatasi-angka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke