Salin Artikel

Kisah Edy, 27 Tahun Banting Tulang Jadi Kuli Angkut di Pasar Bukittinggi, Mampu Kuliahkan 4 Anaknya

Pagi-pagi sekali pria yang kini berusia 58 tahun itu harus berangkat ke Pasar Aur Kuning Bukittinggi, Sumatera Barat, pasar grosir terbesar di Pulau Sumatera, untuk bekerja sebagai kuli angkut.

Bayang-bayang enam orang anak yang harus dibiayai terus berkelabat dalam kepala Edy setiap pagi.

Ia hanya tukang angkut, tapi bercita-cita semua anaknya bisa kuliah. Bagaimana itu bisa diwujudkan, Edy berpikir keras setiap hari.

Edy bekerja sebagai kuli angkut sejak 1996. Profesi ini jadi pilihan setelah sebelumnya sempat merantau ke Malaysia.

Edy muda awalnya bekerja sebagai tukang masak di restoran Korea di Batam. Karena tergiur gaji yang tinggi, Edy mencoba peruntungan bekerja di Malaysia.

Awalnya, gaji yang didapatkan cukup besar. Namun, di bulan-bulan berikutnya, gaji yang diterima semakin kecil.

Tak puas dengan hasil di Malaysia, dia mencoba peruntungan di Jakarta.

Tapi nasib tak berubah, Edy masih tunggang langgang tak tentu arah.

Umur 30 tahun, Edy memutuskan menikah. Setelah memiliki anak berumur satu tahun, kehidupan Edy dan keluarga masih tetap susah.

Saat itu dia sudah tinggal di sebuah kampung di Bukittinggi dan tidak memiliki pekerjaan tetap.

Edy memberanikan diri untuk mencoba peruntungan di Pasar Aur Kuning.

Awalnya dia hanya melihat-lihat tukang angkut dengan gerobak yang membawa beban puluhan kilogram mondar mandir di Pasar Aur setiap pagi.

Ia pun memberanikan diri bertanya, apakah bisa menjadi tukang angkat. Gayung bersambut, saat itu juga dia menjadi seorang kuli panggul.

Awalnya, Edy hanya membawa barang yang beratnya puluhan kilogram. Lama kelamaan, Edy mampu mengangkat beban lebih berat menjadi satu bal kain yang mencapai 150 kilogram.

Meskipun pekerjaan yang digeluti sangat berat, tapi Edy merasakan profesinya ini membawa berkah baginya.

Ia bisa membawa pulang uang yang cukup untuk menafkahi anak dan istri.

“Saat itu saya mulai berpikir, mungkin ini jalan yang terbaik bagi saya. Saya hanya tamat SMA, tidak banyak yang bisa dilakukan,” ucap Edy, saat berbincang dengan Kompas.com di Pasar Aur Bukittingi, Rabu (15/3/2023).

Dipercaya majikan

Ada satu momen yang membuat Edy sangat terpuruk, yaitu saat Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1998.

Tak hanya perekonomian yang lumpuh, ekonomi Edy dan keluarga juga ikut runtuh.

Saat itu, Pasar Aur Kuning lesu, tak banyak aktivitas jual beli. Harga barang melambung tinggi.

Edy masih mencoba peruntungan menjadi kuli angkut meski uang yang didapatkan tak seberapa.

Beruntungnya, orangtuanya memiliki sawah yang bisa digarap untuk mendapatkan beras. Masa sulit itu terus berlanjut hingga tahun 2000an.

“Saat itu saat terburuk bagi seluruh orang, termasuk saya,” kenangnya.

Seiring keadaan ekonomi yang membaik, pendapatan Edy juga ikut meningkat.

Pasar Aur Kuning kembali ramai dan tentunya ini menguntungkan bagi Edy. Ia semakin bersemangat menghidupi enam anaknya.

Bertahun-tahun bekerja keras jadi kuli angkut, membuat Edy dipercaya oleh majikannya.

Sang majikan sangat senang dengan etos kerja Edy hingga majikannya membantu Edy untuk membangun rumah.

Berhasil kuliahkan 4 anak

Edy bisa mendapat upah Rp 50.000 per hari dari kuli angkut. Namun, jika pasar sedang ramai, seperti di hari Rabu, Sabtu, dan Lebaran, dia bisa membawa pulang uang hingga Rp 300.000.

“Kalau sedang ramai seperti hari pakan dan bulan puasa, pagi setelah shalat Subuh sudah harus berangkat,” ucap Edy.

Dengan kerja keras, Edy bisa menguliahkan empat anaknya.

Bahkan, salah satu anaknya berprestasi dan menjadi atlet cabang atletik serta telah beberapa kali menjuarai PON maupun Porprov.

Anak Edy lainnya juga kini telah mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri dari bakat yang dimiliki.

“Lelah saya bekerja jadi hilang, ketika melihat wajah anak-anak yang berprestasi ini,” ucapnya dengan bangga.

Karena anaknya ini, kata Edy, Allah memberi kekuatan kepadanya untuk jarang sakit, meski puluhan kilo barang yang harus dibawa setiap hari.

“Yang ada itu kolestrol naik. Tapi setelah saya perbaiki pola makan, itu tidak jadi masalah lagi,” ucapnya.

Kini Edy telah berusia 58 tahun. Meski umur bertambah dan fisik yang semakin lemah, Edy belum berpikir untuk pensiun.

“Saya memang tidak muda lagi. Mengangkat barang seberat 100 kg saja sudah kewalahan. Tapi saya tidak mau menyerah, masih ada anak yang mau kuliah,” ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/16/085905578/kisah-edy-27-tahun-banting-tulang-jadi-kuli-angkut-di-pasar-bukittinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke