Salin Artikel

Kisah Widyo, Pemilik Bolang-Baling Legendaris yang Bertahan Sejak Tahun 1973 di Kota Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com- Di antara banyaknya penjual bolang-baling di Kota Semarang, "Bolang-Baling Peterongan" milik Oei Widyo Subodo merupakan salah satu jajanan khas Semarang yang legendaris.

Terletak di Jalan Wonodri Krajan III, Kota Semarang, rumah produksi "Bolang-Baling Peterongan" ini berdiri.

Tampak beberapa orang sedang memotong adonan dan menggoreng bolang-baling di wajan yang besar. Sedangkan satu orang lainnya, mengantar bolang-baling yang sudah matang ke gerobak pangkalannya, tepatnya di pinggir jalan depan Rumah Makan Nglaras Rasa Peterongan.

Pemilik Bolang-Baling Peterongan yang kerap disapa Widyo itu menuturkan, makanan hasil racikannya ini sudah berdiri sejak tahun 1973 lalu.

Awalnya, Widyo mendapatkan resep dari kawan karibnya keturunan Tionghoa yang ahli dalam membuat bolang-baling maupun cakwe.

Namun lantaran kawannya lebih memilih menjadi tukang becak, maka dirinyalah yang mengaplikasikan resep tersebut untuk usaha dagangnya.

"Guru saya itu orang Jepara, tapi orangtuanya dari China. Si ayahnya dulu produksi bolang-baling, sampai sudah punya nama besar di sana. Tapi anehnya, guru saya itu memilih jadi tukang becak, bukan usaha bolang-baling. Dan yang resep bolang-baling itu diajarkan ke saya," jelas Widyo saat ditemui Kompas.com, Rabu (22/2/2023).

Lebih jelas Widyo mengatakan, tidak sulit untuk membuat bolang-baling miliknya ini. Bahan-bahan yang perlu disiapkan yaitu tepung terigu, gula pasir, vanili, dan babon atau bibit.

Sedangkan cara membuatnya, bahan tersebut dicampur dan diaduk menjadi satu. Lebih lanjut, olahan didiamkan kemudian digoreng dengan minyak panas.

"Babon itu istilahnya bibit. Itu adalah sisa-sisa potongan, lalu didiamkan sampai besok harinya. Yang kalau saya campurkan ke bolang-baling itu jadi berkembang. Jadi tidak bisa beli di toko-toko," jelas dia.

Dirinya menyebut, saat ini Bolang-Baling Peterongan memiliki beragam varian rasa. Selain original, ada rasa coklat, tiramisu, dan keju.

Bukan tanpa alasan, hal tersebut merupakan hasil usulan dari pelanggan dan inovasi dari dua cucunya yang nantinya akan meneruskan jejak Widyo.

"Varian rasa itu baru satu tahunan, itu atas usul cucu saya. Kalau saya aslinya ingin mempertahankan yang orisinil, yang apa adanya. Biar orang tahu rasa bolang-baling sesungguhnya. Misal ada wijen dan lain-lain itu tidak asli," tutur pria berusia 73 tahun ini.

Tidak perlu khawatir, satu bolang-baling milik Widyo itu dijual dengan harga terjangkau, yaitu Rp 3500.

Dalam satu hari, Widyo bisa mengolah 30 kilogram adonan bolang-baling, atau memproduksi sekitar 1500 buah bolang-baling.

"Setiap hari rata-rata pasti habis. Mulai jualan jam 14.00, tutupnya sehabisnya. Maksimal jam 23.00 WIB tutup," terang dia.

Selain bolang-baling, Widyo juga menjual dua jajanan legendaris lainnya, yaitu cakwe dan untir-untir.

Bahkan, pada tahun 2004 lalu, dirinya pernah menerima Piagam Penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) atas prestasi pembuat cakwe terpanjang 10,10 meter.

"Dulu saya pernah buka 10 cabang di Semarang, tapi sekarang cuma ada satu, tidak buka cabang lagi," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/22/212144978/kisah-widyo-pemilik-bolang-baling-legendaris-yang-bertahan-sejak-tahun-1973

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke