Salin Artikel

Liku-liku Transplantasi Terumbu Karang di Pulau Moyo hingga Teluk Saleh Sumbawa

Menurut Ari, potensi bawah laut Pulau Sumbawa memang mengagumkan dan telah diakui oleh dunia, salah satunya melalui survei yang dilakukan organisasi internasional Wildlife Conservation Society (WCS).

Wilayah ini masuk dalam Lesser Sunda Seascape yang merupakan lokasi habitat terumbu karang yang ada di dunia.

Selama menyelam, aneka ikan karang seperti lion fish, ikan buntal, ikan kerapu dan lainnya menjadi kawan yang menemani Ari menyusuri panorama bawah laut.

Jika beruntung, pada pagi hari di Teluk Saleh, penyelam bisa bercengkrama dengan hiu paus sembari menikmati matahari terbit dari atas bagang nelayan.

"Saya pertama kali snorkeling pada tahun 2014. Saya lihat kerusakan terumbu karang cukup parah sepanjang Teluk Saleh hingga Pulau Moyo," kata Ari, Kamis (19/1/2023).

Apa yang dikatakan Ari sejalan dengan hasil survei Wildlife Conservation Society (WCS) dan Marine Protected Areas Governance (MPAG) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mereka mengidentifikasi keruskaan sumber daya pesisir dan laut di perairan Pulau Sumbawa pada Juni 2014 akibat kegiatan penangkapan ikan tak ramah lingkungan.

Meskipun begitu, dari hasil survei ini diketahui 9 dari 30 lokasi pengamatan menunjukan tutupan karang keras yang baik di atas 50 persen dan pertumbuhan karang baru di Pulau Moyo, Pulau Bedil, hingga Pulau Kenawa.

Berangkat dari permasalahan tersebut, pria yang akrab disapa Oiee Petruk ini menginisiasi pembentukan kelompok konservasi Sumbawa Grow Up (SGU) pada tahun 2016.

Ia mengajak lebih banyak orang yang tinggal di wilayah Kabupaten Sumbawa dari beragam profesi untuk menyelam, dan melihat daruratnya kerusakan terumbu karang.

"Kami awalnya rutin menyelam, memilah sampah di pantai dan pengibaran bendera merah putih di dasar laut saat peringatan proklamasi 17 Agustus," tutur Ari.

Dari situ ia mulai menyusun rencana aksi transplantasi terumbu karang dan mengurus berbagai administrasi perizinan.

Kegiatan transplantasi bertujuan mengganti terumbu karang yang telah rusak akibat aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom serta kegiatan lainnya yang merusak ekosistem terumbu karang.

Meski sempat terbentur anggaran, ia berusaha mengumpulkan dana bersama teman-teman pecinta lingkungan dan merogoh kocek sendiri untuk membeli peralatan dan media transplantasi.

Pada tahun 2020, ia memasifkan gerakan penyelamatan terumbu karang di Pulau Moyo Desa Labuhan Aji, Kecamatan Labuhan Badas.

Ia memilih terumbu karang jenis Acropora untuk transplantasi termasuk menjadikan lokasi ini sebagai spot wisata snorkling dan diving agar wisatawan mengerti bagaimana cara berinteraksi tanpa merusak ekosistem bawah laut.

"Apa yang kami lakukan belum begitu luas. Ada lima lokasi di Pulau Moyo, luasnya 2-3 are. Sebanyak 22 media tanam telah diturunkan di lokasi," kata Ari.

Selanjutnya, kegiatan edukasi konservasi terumbu karang pada tahun 2021 mulai dilakukan kepada generasi muda khususnya para pelajar SD dan SMP yang didukung kelompok masyarakat sadar wisata (Pokdarwis) Desa Labuhan AJI dan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Angel Reef.

"Kita berikan teladan dulu, baru mengajak pemuda dan masyarakat setempat untuk berbuat hal yang sama," ucap Ari.

Saat terjadi cuaca ekstrem pada awal tahun 2022, ia mengecek tidak ada pengaruh pada media transplantasi terumbu karang yang ada di bawah laut Pulau Moyo. Berbeda dengan Teluk Saleh yang mengalami perubahan saat cuaca ekstrem.

"Kondisinya tetap bagus, karena di Pulau Moyo laut lepas. Air tetap jernih dan tidak ada sedimentasi. Sedangkan Teluk Saleh kondisi alam berbeda dan sedimentasi tinggi," terang Ari.

Ia mengatakan, mata pencarian masyarakat di Pulau Moyo mayoritas sebagai petani dan berkebun, kadang mencari ikan untuk makan.

Berbeda dengan Labuhan Sumbawa yang dominan masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan.

Selain Pulau Moyo, ia telah melakukan transplantasi karang di sejumlah perairan laut Kabupaten Sumbawa terutama di perairan Teluk Saleh seperti Gili Dangar 1 lokasi, Gili Rakit 1 lokasi, Gili Sentigi Labuhan Jontal 1 lokasi. Ketiga gili itu berada di wilayah Kecamatan Plampang.

Selanjutnya di perairan laut Dusun Prajak Desa Batu Bangka Kecamatan Moyo Hilir 1 lokasi, Gili Sejangan Dusun Labuhan Trata Kecamatan Lape 1 lokasi, dan Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge 1 lokasi.

Konservasi di Samota

Pada tahun 2019, Samota (Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora) ditetapkan menjadi kawasan cagar biosfer dunia.

Namun Ari menilai sejauh ini belum ada langkah serius dari pemerintah untuk melakukan konservasi terumbu karang.

"Pemerintah dari awal tidak ada konservasi hanya eksploitasi," sebut Ari.

Menurutnya, cagar biosfer adalah kawasan yang harus dilindungi, tetapi konservasi hanya sekadar kata tanpa realisasi.

Kerusakan terumbu karang tetap terjadi karena banyak faktor, salah satunya aktivitas pengeboman ikan dengan potasium. Selain itu, penggunaan pestisida pada aktivitas pertanian jagung dan rusaknya hutan.

Ia menjelaskan, ada perbedaan kerusakan pada terumbu karang di Teluk Saleh dan Pulau Moyo.

Di Teluk Saleh, kerusakan mudah terjadi akibat ulah manusia maupun alam, seperti sedimentasi yang tinggi karena banyaknya sungai maupun tambak yang tidak menggunakan saringan.

"Masifnya penanaman jagung, pestisida dari bonggol jagung langsung di bawah ke laut saat banjir dan berdampak pada kerusakan keanekaragaman hayati kita," imbuh Ari.

Sedangkan di Pulau Moyo, saat ini sudah aman dari pengeboman maupun sedimentasi.

"Kita kerap bicara dampak perubahan iklim akhir-akhir ini, tetapi sedikit yang mau melakukan di lapangan," kami tetap eksis tanpa anggaran pemerintah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa, Rahmat Hidayat membenarkan adanya kerusakan terumbu karang.

"Iya benar ada kerusakan, tapi kami belum update datanya. Karena survei dilakukan oleh KKP dan DKP Provinsi," ungkapnya.

Rahmat mengatakan, terkait kondisi terumbu karang, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena menyangkut kewenangan provinsi yaitu wilayah laut 0-12 mil.

"Kami selalu edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat jangan gunakan bom ikan (potasium) karena dapat merusak habitat terumbu karang dan habitat ekosistem laut," katanya.

Selain itu, sambungnya, kerusakan terumbu karang juga dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim.

"Kami juga fasilitas kelompok masyarakat yang ingin lakukan konservasi dan transplantasi terumbu karang seperti Sumbawa Grow Up penanaman terumbu karang buatan," sebut Rahmat.

Menurutnya, dukungan dari pemda diberikan melalui dana APBD.

"Saya lupa tahun berapa intinya sebelum 2019," selanjutnya fasilitasi bantuan kapal, jaket pelampung, dan alat selam dari Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada kelompok konservasi Sumbawa Grow Up.

Hal itu untuk mendukung pengawasan dan pemantauan terumbu karang.

Hampir di seluruh desa pesisir juga membentuk kelompok pengawas (Pokmaswas).

Di Teluk Saleh, dia mengeklaim telah melakukan koordinasi dengan semua stakeholder terkait pengembangan destinasi hiu paus.

"Akan ada penerbitan SK Gubernur dalam tata kelola destinasi wisata hiu paus di Teluk Saleh," kata Rahmat.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/19/101431978/liku-liku-transplantasi-terumbu-karang-di-pulau-moyo-hingga-teluk-saleh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke