Salin Artikel

Telingaan Aruu, Tradisi Kuping Panjang Khas Suku Dayak yang Mulai Ditinggalkan

KOMPAS.com - Suku Dayak di Kalimantan mengenal sebuah tradisi unik di mana kecantikan seorang wanita tidak dinilai dari wajah, namun dari telinga mereka.

Tradisi ini dikenal dengan telingaan aruu atau tradisi kuping panjang di mana daun telinga wanita suku Dayak sengaja dibuat menjuntai panjang dengan anting pemberat.

Dilansir dari laman indonesia.go.id, tidak semua sub suku Dayak melakukan tradisi telingaan aruu atau tradisi kuping panjang ini.

Tradisi ini hanya dikenal oleh beberapa sub suku Dayak yang tinggal di pedalaman Kalimantan, seperti suku Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.

Tahap memanjangkan telinga dimulai sejak bayi

Tradisi telingaan aruu dilakukan sejak bayi, yang ditandai dengan ritual mucuk penikng atau penindikan daun telinga.

Namun telinga bayi tidak langsung dipanjangkan, namun akan dipasangi benang sebagai pengganti anting-anting.

Setelah luka tindik kering, maka benang akan diganti dengan diganti dengan pintalan kayu gabus.

Pintalan kayu gabus ini akan diganti dengan yang ukurannya lebih besar setiap seminggu sekali.

Pintalan kayu gabus dipilih karena sifatnya yang akan mengembang saat terkena air, sehingga dapat membuat lubang pada daun telinga juga semakin membesar.

Setelah lubang pada daun telinga cukup besar maka seorang gadis akan dipakaikan belaong atau anting-anting tradisional dari bahan tembaga.

Terdapat dua jenis belaong yang digunakan yaitu hisang semhaa yang dipasang di sekeliling daun telinga dan serta hisang kavaat yang dipasang pada daun telinga.

Secara bertahap, jumlah belaong yang dikenakan akan ditambahkan satu persatu yang membuat lubang pada daun telinga semakin lama akan semakin besar dan panjang.

Penambahan belaong dilakukan sesuai aturan dengan memperhatikan usia dan status sosial pemakainya.

Belaong ini tidak pernah dilepas dan terus dikenakan baik ketika beraktivitas atau tertidur.

Walau begitu, ada batasan dalam ukuran panjang daun telinga yaitu untuk wanita adalah sebatas dada.

Tak hanya jadi simbol kecantikan

Bagi wanita Dayak, semakin panjang daun telinga maka ia akan dipandang memiliki kecantikan baik dari segi fisik maupun sikap.

Dari segi fisik, tentunya panjang daun telinga dan belaong yang dikenakan memiliki daya tarik tersendiri.

Sementara dari segi sikap, telingaan aruu juga menjadi bukti kepatuhan dan kesabaran seseorang dalam mengikuti tradisi nenek moyang.

Selain itu, panjang daun telinga juga menjadi bukti kesanggupan seseorang dalam menahan derita yang membuatnya semakin kuat.

Tradisi yang sudah mulai ditinggalkan

Sayangnya dengan berkembangnya zaman, tradisi telingaan aruu perlahan juga ditinggalkan.

Generasi muda suku Dayak yang lahir di era 1960-an mulai enggan memanjangkan daun telinga,

Meski hingga kini ritual mucuk penikng atau penindikan masih tetap dilakukan, namun ritual tersebut tidak lagi dilanjutkan dengan telingaan aruu.

Kebanyakan wanita Dayak yang melakukan telingaan aruu kini sudah tua atau berusia senja.

Selain itu, beberapa wanita Dayak yang telah memanjangkan telinga bahkan ada yang sengaja memotong bagian bawah daun telinganya untuk menghilangkan atribut tradisinya.

Sumber:
indonesia.go.id 
regional.kompas.com 
bobo.grid.id  

https://regional.kompas.com/read/2022/10/13/093916578/telingaan-aruu-tradisi-kuping-panjang-khas-suku-dayak-yang-mulai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke