Salin Artikel

Cerita Sigit, Dalang Asal Kendal yang Main di Swiss dan Jerman, Pernah Lupa Bawa Wayang Rahwana

Lelaki kelahiran 21 Juni 1963 yang kini tinggal di kota Zug, Swiss, sejak April 1996 setelah menikah dengan Claudia Beck tersebut mendalang dengan bahasa Jerman.

Sigit, lulusan Akademi Bahasa Asing (Akaba) 1945 Semarang, sebelum dikenal sebagai dalang, dirinya adalah seorang penulis.

Beberapa karyanya yang telah terbit, Sosialisme di Kuba (2004), Novel Pegadaian (2004), Menyusuri Lorong-Lorong Dunia 1 (2005), Menyusuri Lorong-Lorong Dunia II (2008), Menyusuri Lorong-Lorong Dunia III (2012), dan Kesetrum Cinta (2016).

Lalu, bagaimana Sigit, yang juga pendiri dan moderator Apresiasi–Sastra (APSAS) di internet sejak 2005, salah satu pendiri Komunitas Lereng Medini (KLM) di Boja, Kendal, pendiri dan pemilik perpustakaan Pondok Maos Guyub di Boja Kendal, dan koordinator Jemuran Puisi (Gedicht Pflücken) di pinggir danau Zug setiap musim panas sejak 2011 itu bisa menjadi dalang?

Sigit menceritakan, semua berawal 9 tahun silam, saat ada acara malam Indonesia di Zug, tempat dirinya tinggal.

Ada beberapa acara, seperti Tari Legong Bali, grup musik warga Indonesia yang tinggal di Swiss, dan juga ada pameran wayang kulit Bali yang ditempel di tembok sekaligus dijual.

“Aku gregetan, melihat wayang kok hanya ditempel di dinding. Lalu aku usul ke panitia, bagaimana kalau aku adakan peragaan wayangnya. Peragaan bagaimana wayang berjalan, berperang, karena di rumah sini, aku punya beberapa wayang suvenir yang kubeli di Malioboro. Pantia setuju,“ kata Sigit.

Sigit, yang diwawancarai Kompas.com lewat pesan elektronik, menambahkan setelah disetujui oleh panitia, lalu dirnya membeli kayu serta kain.

Tidak cuma itu, Sigit, juga membuat sendiri sebuah jagangan kaki empat, dengan lebar cuma 1 meter, lengkap dengan geber putih dan atasnya merah. “Karena tidak ada yang main gamelan, aku memakai musik gamelan pakai compact disk (CD),” ujar Sigit.

Lakon yang dimainkan, tambah Sigit, waktu itu Ramayana. Dirinya mengaku hapal lantaran dulu sering antar turis di Bali melihat Tari Kecak yang menceritakan kisah Ramayana.

Di samping itu, sewaktu kecil, ia juga sering nonton wayang kulit di desa kelahirannya, Bebengan Boja. Sigit juga belajar mendalang dengan Ki Joko, dalang asal Solo yang bekerja di KBRI Jenewa.

“Setelah peralatan pentas wayang kulit siap, saya buat kecrek sendiri dari kaleng bekas jagung dan debok-nya aku ganti jerami dari dahan gandum. Sebab di Swiss enggak ada debok (batang pohon pisang), kalau pun ada, hanya debok kecil yang dijual di toko bunga,” jelasnya.

Lalu, dengan peralatan terbatas itu, Sigit memberanikan diri peragakan wayang, walaupun dirinya belum berani mengaku sebagai dalang.

Ternyata respons publik positif, dan yang menonton banyak dan suka. Anak-anak blasteran Swiss Indonesia yang belum pernah menyaksikan wayang berniat datang untuk melihatnya.

“Sejak itu saya hampir tiap tahun mendalang untuk komunitas Indonesia Swiss Club pas ulang tahunnya. Akhirnya aku kembangkan lakon lain, yaitu Dewa Ruci. Saya sengaja beli wayang lagi di Malioboro pas pulang, beli wayang Durna dan Bima,” kata Sigit.

Sigit mengaku baru sekitar 6 kali mendalang, itu pun di Swiss. Ia baru sekali mendalang di Jerman, 20 Agustus 2022 kemarin.

“Saya kaget, ketika Juni kemarin, ditelepon konsul jenderal RI di Frankfurt Jerman. Ia tahu saya bisa dalang dalam bahasa Jerman, dari warga Indonesia di Jerman. Saya main di museum Welltkultur (museum budaya dunia) di Frankfurt,” jelas Sigit.

Insiden kecil

Sigit mengaku, pernah ada insiden kecil saat dia mendalang. Ceritanya pada Februari, sekelompok warga Indonesia dari berbagai kota mengadakan acara “Indonesien Abend“ (Malam Indonesia).

Dalam acara itu, ada tarian Bali, musik, baca puisi, serta pameran ukiran kayu dan wayang kulit yang ia mainkan. Sigit memainkan lakon Ramayana. “Saya menggunakan bahasa Jawa campur Jerman,” ujar Sigit.

Layaknya dalang profesional, Sigit memainkan wayang kulit tersebut. Namun, akunya, insiden muncul, ketika sampai pada cerita Rama dan Shinta sudah ke hutan mencari hewan, yang seharusnya bertemu raksasa Rahwana.

Ternyata Sigit lupa mengambil Rahwana yang masih menempel di dinding. Seketika itu, Sigit mengaku grogi.

Ia berpikir bagaimana caranya mengambil wayang yang masih dipaku di dinding paling belakang penonton.

Kalau dirinya bangun mengambil sendiri, tentu dianggap kurang profesional. Sambil menenangkan pikiran dan berilustrasi berulang-ulang, Sigit, teriak-teriak menggunakan bahasa Jawa, memanggil temannya yang punya wayang.

“Mas Heri, Mas Heri, tulung jupukno wayang rahwono, aku lali (tolong ambilkan wayang Rahwana, aku lupa).“ cerita Sigit.

Celakanya temannya yang bernama Heri tidak segera membantu. Dirinya lupa kalau Heri, berasal dari Bali, yang tak bisa bahasa Jawa. Ia berulang-ulang teriak sambil kepala menoleh ke arah belakang.

“Tolong Mas Heri, ambilkan Rahwana, aku perlukan sekarang juga. Tolong Mas, tolong aku,“ kali ini Sigit berteriak menggunakan bahasa Indonesia.

Beruntung para penonton yang mayoritas orang Swiss atau bangsa lain, tidak paham apa yang Sigit teriakan. Selang satu menit, seseorang ke depan membawa dua wayang Rahwana. Seketika ia berterima kasih. “Matur nuwun, danke schon!“ ucap Sigit.

Perang pun dilanjutkan, Rahwana melawan Hanoman. Sampai happy ending, Shinta hidup kembali dengan Rama. Usai acara ada orang Swiss yang penasaran, ia bilang apakah ada nama wayang namanya Heri. Rupanya, ia dengar nama Heri berkali-kali darinya.

Pengalaman lain yang tidak dilupakan Sigit, ketika dirinya disuruh dalang di acara yang banyak orang Filipina. Sigit dalang dengan menggunakan bahasa Jawa. Ketika dalam dialog wayangnya ia isi dengan candaan menggunakan bahasa Jawa, tidak ada penonton yang tertawa.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/22/134346178/cerita-sigit-dalang-asal-kendal-yang-main-di-swiss-dan-jerman-pernah-lupa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke